Umumnya mahasiswa memiliki latar belakang miskin. Berada di Cina, menerbitkan harapan untuk mengubah nasib.
Jika ditarik, mereka takut tak kembali lagi. Para mahasiswa agaknya dihinggapi traumakeberangkatan yang berbelit.
"Kami tiap menit nonton televisi yang menyiarkan virus corona, tiap hari pula kami berhubungan dengan anak kami lewat ponsel. Keadaan masih aman, jarak antara kota Wuhu tempatnya menuntut ilmu dan Wuhan adalah 500 kilometer, mereka mendapatkan penjagaan ekstra dari kampus, kami memang sempat khawatir, tapi sekarang tidak," kata seorang wanita yang mengaku tante dari mahasiswa yang kuliah di Cina saat dijumpai Tribun, Sabtu (1/2/2020).
Nama narasumber dan mahasiswa tidak disebut atas permintaan keluarga.
Sebut dia, sang ponakan yang berlatar belakang miskin, sangat ingin melanjutkan kuliah di Cina demi mengubah hidup. Ia khawatir jika sang ponakan dipulangkan tak akan kembali lagi.
"Ia punya tekad baja untuk mengubah hidup, jalan sudah terbuka baginya yakni kuliah di Cina. Kami akan sangat kecewa jika ia kembali ke sini dan ngangur lagi," katanya.
Sebut dia, ayah ponakannya hanyalah sopir, sedang ibunya adalah ibu rumah tangga.
Keduanya bermukim di Manado. Seluruh keluarga terlibat dalam pemberangkatan ponakannya itu yang serba rumit.