Laporan Wartawan Gridhot, Desy Kurniasari
Gridhot.ID - Natuna menjadi sorotan setelah kapal ikan Tiongkok masuk dalam wilayah Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia.
Protes terhadap Tiongkok yang tidak digubris membuat TNI meningkatkan pengamanan di Natuna.
Bahkan, Presiden Joko Widodo sampai menyambangi Kepulauan Natuna dan menegaskan "Natuna adalah Indonesia".
Berdasarkan kanal YouTube Kompas TV, pada saat menerima kunjungan Menteri Luar Negeri Jepang, Motegi Toshimitsu, Jumat (10/2/2020), Presiden Joko Widodo mengatakan Jepang adalah salah satu mitra utama Indonesia.
Secara spesifik, Joko Widodo meminta agar Jepang kembali berinvestasi di Natuna.
Kerja sama dengan Jepang memang telah berjalan pada fase utama.
Indonesia berharap, Jepang akan mengucurkan dana untuk fase kedua.
Menurut Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Marsudi, presiden ingin sejumlah draf perjanjian dapat ditandatangani tahun ini.
"Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu (SKPT) sudah ada fase pertama, sekarang kita akan masuk fase kedua dan setelah itu kita juga ingin ada kerja sama dalam rangka pemberdayaan nelayan dan lain-lain," kata Retno Marsudi.
Retno juga menyampaikan pesan presiden bahwa pengembangan perikanan di Natuna akan terus diperkuat.
Melansir Kompas.com, pemerintah Jepang akan menghibahkan kapal patroli untuk di perairan Natuna.
Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi mengatakan, selain meningkatkan kerja sama investasi dan perdagangan, Menlu Jepang juga sepakat untuk mengintensifkan kerja sama pengembangan Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu (SKPT) di 6 pulau terluar Indonesia.
“Khusus untuk Natuna, selain industri perikanan, Jepang akan membantu hibah kapal pengawas perikanan dan jajaki pengembangan industri pariwisata,” ujar Retno seperti dikutip dari Setkab.go.id, Minggu (12/1/2020).
Kabar terbaru, dilansir Gridhot dari Antara, pemerintah Jepang menghibahkan satu buah kapal pengawas perikanan Hakurei Maru kepada Indonesia, disertai dengan bantuan dana untuk perbaikan dan perlengkapan komponen kapal sebesar 2,2 miliar yen (atau sekitar Rp 274 miliar).
Penyerahannya diresmikan melalui penandatanganan pertukaran nota di Jakarta pada Jumat (14/2/2020) oleh Direktur Urusan Asia Pasifik Kementerian Luar Negeri RI, Santo Darmosumarto dan Duta Besar Jepang untuk Indonesia, Masafumi Ishii.
"Indonesia mengalami kerugian akibat penangkapan ikan ilegal, namun Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Indonesia belum memiliki kapal yang mampu untuk mengawasi laut," ujar Shimizu Kazuhiko, Konselor Bidang Ekonomi Kedutaan Besar Jepang di Jakarta.
Kazuhiko melanjutkan bahwa hal itu menjadi dasar pemberian kapal pengawas dari biro perikanan Jepang tersebut yang bertujuan "meningkatkan kemampuan pihak berwenang dalam mengawasi penangkapan ikan di laut Indonesia."
Selain itu, Jepang mengharapkan hibah berupa unit kapal pengawas dan bantuan dana perbaikan perlengkapan komponen kapal dapat berkontribusi dalam menjaga stabilitas ekonomi, sosial, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Hakurei Maru yang dihibahkan adalah kapal pengawas yang diproduksi tahun 1993, dengan panjang mencapai 63,37 meter dan tonase standar internasional sebesar 741 ton, berkapasitas penumpang maksimal 29 orang.
"Setelah Maret 2020, kami akan melaksanakan pelatihan perbaikan, penggunaan, dan pelayaran kapal tersebut. Penyerahan akan dilakukan kepada pihak KKP pada tahun 2021," kata Kazuhiko menjelaskan.
Pemberian hibah berupa kapal pengawas perikanan, kata Kazuhiko, merupakan yang pertama kali dilakukan oleh pemerintahan Jepang kepada negara lain.
Hibah ini juga disebut berkaitan dengan peningkatan kapasitas penegakan hukum di wilayah maritim Indonesia yang akan berkontribusi dalam mewujudkan konsep "Samudera Hindia yang bebas dan terbuka".(*)