Laporan Wartawan Gridhot, Desy Kurniasari
Gridhot.ID - Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Indonesia, Susi Pudjiastuti, kerap menjadi sorotan.
Pasalnya selama memegang jabatan tersebut, Susi Pudjiastuti dikenal sebagai menteri wanita paling nyentrik.
Terlepas dari itu, kerja tegas, integritas tinggi dan kejujuran yang selalu ia pertahankan kerap membuat publik angkat topi.
Mengutip arsip Gridhot, melalui Susi Pudjiastuti, kabinet Joko Widodo menghasilkan banyak prestasi terutama di bidang Kelautan dan Perikanan Indonesia.
Salah satu contoh nyata adalah tertangkapnya banyak mafia ilegal fishing, hingga penjarahan sumber daya laut Indonesia.
Salah satunya adalah kapal ikan Andrey Dolgov.
Melansir Intisari, Andrey Dolgov, mungkin memang hanya sebuah kapal ikan berkarat. Namun, kapal dengan nomor lambung FN STS-50 ini dikejar berbagai negara di dunia.
Kapal ini sudah lama "mengobrak-abrik" sumber daya paling berharga di lautan, yaitu ikan.
Kapal ini merupakan bagian dari jaringan organisasi kriminal yang beroperasi mencari celah di antara undang-undang kelautan dan banyaknya pejabat penegak hukum yang korup.
Secara ilegal kapal ini akan membawa tangkapannya ke pesisir dan menjualnya ke pasar gelap atau mencampurnya dengan ikan tangkapan yang legal.
Apapun jenis penjualannya, ikan-ikan tangkapan Andrey Dolgov ini berakhir di rak-rak pusat perbelanjaan atau meja restoran.
Andrey Dolgov, awalnya bukan kapal penangkap ikan ilegal.
Dibangun pada 1985, kapal sepanjang 54 meter itu dibangun di galangan kapal Kananashi Zosen di Jepang, sebagai kapal penangkap tuna.
Usai dibangun, kapal ini berlayar dengan nama Shinsei Maru No 2. Kapal berbobot 570 ton itu selama bertahun-tahun beroperasi secara legal di bawah bendera Jepang di Samudera Hindia dan Pasifik.
Kapal itu dulunya bekerja untuk perusahaan makanan laut Jepang, Maruha Nichiro Corporation.
Setelah 1995, kapal ini beberapa kali berpindah kepemilikan sebelum akhirnya berlayar dengan bendera Filipina dengan nama Sun Tai 2 hingga 2008 sebelum bergabung dengan armada pencari ikan Korea Selatan.
Selanjutanya selama satu tahun kapal ini beralih kepemilikan empat kali termasuk di tangan Park Boo-in dan STD Fisheries Corporation.
Antara 2008 dan 2015, kapal ini dibangun ulang menjadi penangkap ikan di Antartika yang mampu beroperasi di lautan wilayah selatan yang ganas dan mampu menyimpan ikan dalam waktu lama.
Salah satu ikan yang menjadi incaran adalah toothfish yang kerap disebut emas putih karena harganya yang amat mahal.
Namun, untuk menangkap ikan ini sebuah perusahaan atau kapal nelayan membutuhkan izin khusus.
Kapal ini pertama kali menarik perhatian internasional pada Oktober 2016 ketika pemerintah China memergoki kapal ini mencoba menurunkan toothfish tangkapannya secara ilegal.
Saat itu, kapal tersebut sudah menggunakan nama Andrey Dolgov dan mengibarkan bendera Kamboja, dioperasikan sebuah perusahaan di Belize, Amerika Tengah.
Bagi banyak negara, muncul masalah jika mereka ingin mengejar dan menangkap kapal semacam ini.
Masalah yurisdiksi memunculkan kesulitan, selain itu biaya besar yang harus dikeluarkan untuk melakukan pengejaran semacam ini.
Kapal-kapal pencuri ikan ini biasanya tak terawat dengan baik sehingga menimbulkan risiko polusi.
Kapal-kapal ini juga butuh perbaikan dan jika kapal ini tertangkap keselamatan serta proses repatriasi kru kapal juga harus dipikirkan.
"Negara maju pun biasanya enggan melakukan hal semacam ini. Jadi agak mengejutkan justru negara berkembang yang malah giat melakukan pengejaran," kat Bradley Soule, ketua bidang analis perikanan di OceanMind.
Beruntung, Andrey Dolgov mengarah ke satu dari sedikit negara di dunia yang sangat agresif memerangi pencurian ikan.
Indonesia, ketika berada di bawah pimpinan mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti, telah menangkap dan menghancurkan 488 kapal pencuri ikan sejak 2014.
Di antaranya adalah kapal pencuri ikan di lautan Antartika, F/V Viking, yang dikenal di dunia kelautan sebagai Bandit Six yang beroperasi ribuan kilometer dari Indonesia.
Untuk menunjukkan Indonesia tidak main-main soal pencurian ikan, Susi menghancurkan kapal F/V Viking ini di pesisir Pangandaran, Jawa Barat.
Nah, dengan kabar adanya kapal pencuri ikan menuju ke perairan Indonesia, Susi memberi lampu hijau kepada Angkatan Laut (AL) Indonesia untuk mengejar dan menangkap kapal tersebut.
Namun, saat kapal itu memasuki Selat Malaka yang sibuk, sinyal AIS Andrey Dolgov menghilang, tercampur aduk dengan sinyal lain di kawasan itu.
Oleh karena itu, AL Indonesia hanya mengandalkan kalkulasi berdasarkan informasi yang diperoleh dari Kilgour (analis OceanMind yang kini bekerja untuk Global Fishing Watch) dan timnya untuk memperkirakan lokasi kapal itu.
AL Indonesia kemudian mengirim KRI Simeulue 2, sebuah kapal patroli pantai, untuk mengejar dan menghentikan Andrey Dolgov.
"Selama 72 jam terakhir semua orang terlibat dan nyaris tidak tidur," kata McDonnell dari Interpol.
Saat Andrey Dolgov akhirnya masuk ke jangkauannya, KRI Simeulue 2 dan markas penjaga pantai berhasil mencegat sinyal AIS kapal pencuri itu.
Setelah berhasil memastikan identitasnya, KRI Simeulue 2 langsung mengejar hingga jarak 60 mil dari Sebang, sebelah tenggara Pulau We.
Di sana KRI Simeulue 2 memerintahkan kapten Andrey Dolgov untuk berhenti agar personel AL Indonesia bisa naik ke kapal itu.
Di atas kapal, personel AL Indonesia menemukan kapten dan lima awak lainnya berasal dari Rusia dan Ukraina.
Sisa awak terdiri dari 20 orang Indonesia yang mengklaim mereka tak tahu jika kapal tempat mereka bekerja adalah pencuri ikan.
Para awak ini kemudian diperlakukan sebagai korban penyelundupan manusia dan perbudakan.
Kapten kapal, pria Rusia bernama Aleksandr Matveev kemudian dijatuhi hukuman penjara empat bulan dan denda Rp 200 juta setelah dinyatakan bersalah melakukan pencurian ikan.
Kru lain asal Rusia dan Ukraina dideportasi ke kampung halaman mereka.
"Setelah pemeriksaan kami menemukan bahwa F/V STS-50 melanggar undang-undnag perikanan Indonesia," kata Susi pada waktu itu.
"Pencurian ikan adalah musuh bersama dan semua negara harus membantu untuk memerangi dan menghapuskannya," tambah Susi.
Namun, investigasi tak berhenti di situ. Tim digital forensik memeriksa sistem komputer di anjungan, peralatan navigaasi, dan telepon genggam milik kapten Andrey Dolgov.
Semua informasi yang diperoleh membantu pemerintah untuk mengungkap jaringan kriminal yang lebih luas yang mengoperasikan kapal itu.
Susi Pudjiastuti memutuskan tidak akan meledakkan kapal ini tetapi akan diubah dan direnovasi agar kapal ini bisa menjadi bagian armada penegakan hukum di laut.
Kapal ini akan menjadi simbol perang Indonesia melawan pencurian ikan dan sekaligus mengirim pesan kepada para pencuri ikan bahwa mereka tak punya tempat untuk bersembunyi. (*)