Laporan Wartawan Gridhot, Desy Kurniasari
Gridhot.ID - Rancangan Undang-Undangan Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) belakangan tengah menjadi bahasan politik.
Sebelumnya, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyetujui RUU HIP sebagai usul inisiatif dari DPR.
Persetujuan tersebut diputuskan dalam Rapat Paripurna DPR RI di Gedung Nusantara, Senayan, Jakarta, Selasa (12/5/2020).
Sebelum diparipurnakan dalam sidang, RUU ini terlebih dahulu disepakati oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR dan perwakilan Fraksi di Baleg yang telah menyampaikan pandangan dan masukan atas draf RUU tersebut.
Akan tetapi, melansir Kompas.com, politikus PPP, Achmad Baidowi yang akrab disapa Awi itu menyebutkan, DPR masih menunggu surat presiden (surpres) dan daftar inventarisasi masalah (DIM).
"Menunggu surpres," kata Awi saat dihubungi, Sabtu (13/6/2020).
RUU HIP telah disahkan sebagai RUU inisiatif DPR dalam rapat paripurna yang digelar pada 12 Mei 2020.
Awi menjelaskan, mulanya RUU HIP diusulkan PDI-P kemudian menjadi usul inisiatif Baleg DPR.
"(Usul) PDI-P lalu dijadikan usul inisiatif Baleg," tuturnya.
Ia mengatakan, Baleg DPR telah menerima berbagai masukan dan tanggapan terkait RUU HIP.
Salah satunya, soal TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 tentang Pembubaran PKI dan Larangan Ajaran Komunisme/Marxisme agar dicantumkan sebagai konsideran dalam RUU.
Menurut Awi, usul soal TAP MPRS XXV/1966 sudah disampaikan secara resmi dalam rapat pleno Baleg yang digelar 22 April, sebelum RUU HIP disahkan sebagai usul DPR.
Namun, dalam draf RUU HIP yang telah disusun dan beredar, TAP MPRS tentang larangan komunisme itu belum dicantumkan sebagai salah satu konsideran.
Awi pun mengatakan, Fraksi PPP akan mendorong agar TAP MPRS itu dimasukkan dalam rumusan RUU HIP.
"Sudah diusulkan sejak awal, tapi kami kalah suara. Nanti ketika pembahasan dengan pemerintah kita gas lagi," tuturnya.
Dilansir Gridhot dari Antara, Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD menegaskan, pemerintah menolak jika ada usulan memeras Pancasila menjadi Trisila atau Ekasila.
"Bagi pemerintah Pancasila adalah lima sila yang tercantum di dalam Pembukaan UUD 1945 yang disahkan tanggal 18 Agustus 1945 dalam satu kesatuan paham," kata Mahfud saat Webinar di Jakarta, Sabtu (13/6/2020).
Mahfud mengatakan, kelima sila tersebut tidak bisa dijadikan satu atau dua atau tiga tetapi dimaknai dalam satu kesatuan yang bisa dinarasikan dengan istilah "satu tarikan nafas".
Menurut dia, pemerintah telah menyiapkan beberapa pandangan terkait Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP).
"Tahapan sampai saat ini pemerintah belum terlibat pembicaraan dan baru menerima RUU-nya. Presiden belum mengirim Supres (Surat Presiden) untuk membahasnya dalam proses legislasi. Pemerintah sudah mulai mempelajarinya secara seksama dan sudah menyiapkan beberapa pandangan," kata Mahfud.
Salah satu pandangan yang diusulkan adalah agar TAP MPRS Nomor XXV/ MPRS/ 1966 tentang pembubaran Partai Komunis Indonesia (PKI) dimasukan dalam RUU HIP.
"Kalau ada yang ribut-ribut memancing seakan-akan pemerintah membuka pintu untuk bangkitnya kembali komunisme, saya ada di dalam pemerintahan, saya akan mempertahankan bahwa Pancasila yang kita anut adalah Pancasila yang disahkan tanggal 18 Agustus 1945, bukan yang tri atau ekasila," tegasnya.
Mahfud menuturkan, pelarangan komunisme di Indonesia telah final berdasarkan Ketetapan (Tap) MPR Nomor I Tahun 2003.
Aturan itu menyatakan, tidak ada ruang hukum untuk mengubah atau mencabut Tap MPRS XXV Tahun 1966.
Tap MPRS XXV Tahun 1966 sendiri mengatur pelarangan Partai Komunis Indonesia serta larangan untuk menyebarkan ajaran komunisme/marxisme-leninisme.
Mahfud memastikan pemerintah juga akan memasukkan Tap MPR Nomor I Tahun 2003 tersebut sebagai konsideran dalam RUU HIP.
"Nanti saat tahapan sudah sampai pada pembahasan, pemerintah akan mengusulkan pencantuman Tap MPRS No XXV Tahun 1966 dalam konsideran dengan payung 'Mengingat: Tap MPR Nomor I/MPR/1966'," kata mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu. (*)