Laporan Wartawan GridHot, Desy Kurniasari
GridHot.ID - Penggunaan masker telah menjadi suatu kewajiban di masa pandemi seperti saat ini.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian, Kamis (13/8/2020) siang menyambangi Kantor Kecamatan Tapos, Kota Depok.
Kunjungannya kali itu dalam rangka melaunching gerakan 2 juta masker.
Melansir Kompas.com, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menyebutkan, tidak mudah untuk menanggulangi pandemi Covid-19 di Depok, Jawa Barat.
Ada sejumlah persoalan di Depok yang mengharuskan kota ini punya strategi sendiri untuk menangani pandemi.
"Memang tidak mudah kalau untuk Kota Depok. Banyak problema di Kota Depok ini yang membuat harus ada strategi tersendiri," kata Tito saat memghadiri acara Gerakan 2 Juta Masker di Depok, Jawa Barat, Kamis (13/8/2020), dipantau melalui Youtube Kemendagri.
Persoalan tersebut misalnya terkait kondisi geografis. Lokasi Depok yang berbatasan langsung dengan DKI Jakarta dan Bogor, menyulitkan kota tersebut untuk menerapkan lockdown.
Menurut Tito, tidak ada batas alam yang jelas antara Depok dengan wilayah sekitarnya, sehingga, bisa dikatakan tidak mungkin Depok me-lockdown wilayahnya.
"Saya bilang hampir impossible, karena apa? Tidak ada batas alam antara Jagakarsa sama Depok bagian dekat Jagakarsa, sudah jadi satu," kata Mendagri.
"Hanya ada batas di peta saja, batas alamnya enggak jelas, dengan Kabupaten Bogor juga enggak jelas perbatasannya," ujar Tito Karnavian.
Kedua, terkait kemampuan finansial wilayah. Suatu daerah yang menerapkan lockdown berkewajiban untuk memenuhi kebutuhan logistik warganya.
Dengan jumlah penduduk Depok yang besar mencapai 2 juta penduduk, maka diperlukan anggaran yang tidak sedikit.
Ketiga, terkait mobilitas warga Depok yang tinggi. Menurut Tito, banyak masyarakat Depok yang bekerja di luar Depok dan pulang pergi setiap hari.
Dengan kondisi yang demikian, sulit untuk melakukan karantina untuk mencegah penularan virus sebagaimana yang diterapkan di sejumlah negara tetangga Tito mencontohkan, di Singapura, warga yang hendak masuk ke suatu kota dari kota lain harus melakukan karantina selama 14 hari baru boleh bergabung dengan masyarakat.
Sebaliknya, warga dari satu kota pergi ke kota lain dan ingin kembali ke kotanya juga harus melakukan karantina 14 hari.
Hal itu dinilai efektif untuk mengendalikan penyebaran virus. Namun, menjadi sulit untuk diterapkan di wilayah Depok.
"Setiap orang yang masuk dari Jakarta dia bekerja setelah itu dia masuk lagi ke Depok dia harus 14 hari karantina, mana mau mereka. Pasti dia 14 hari ya diberhentiin dia oleh bosnya," ucap Tito.
"Karena memang karakternya Depok ini banyak orang tinggal di sini kerjanya di sana, itu balik lagi tiap hari, enggak mungkin," tuturnya.
Dengan kondisi demikian, menurut Tito, Depok harus punya langkah khusus dalam mengendalikan Covid-19, yakni proteksi terhadap individu.
Dilansir dari TribunJakarta.com, dalam kesempatan tersebut, Tito sempat ‘menyindir’ masker yang dikenakan Wali Kota Depok, Mohammad Idris, yang berjenis N95.
Ia menyebut, masker N95 yang jumlahnya terbatas dan dikenakan oleh orang nomor satu di Kota Depok ini, meskinya diperuntukan bagi tenaga medis.
“Masker ini macam-macam, masker yang dipakai Pak Wali itu N95, fine itu terbaik. Tapi saran dari beberapa ahli, karena terbatas, sebaiknya digunakan tenaga medis yang berhadapan dengan yang positif,” ujar Tito dalam sambutannya di lokasi, Kamis (13/8/2020).
Tito juga berujar,saat ini masker yang kebanyakan digunakan oleh masyarakat adalah masker kain, yang mana cukup efektif untuk menangkal penyebaran virus dan bisa dicuci serta digunakan kembali.
Kemudian, Tito juga menjabarkan hasil penelitian dari beberapa ahli yang menyebut bahwa bilamana ada dua orang bertemu dan tak mengenakan masker, maka ke-duanya memiliki resiko 90 persen tertular atau pun menularkan virus.
Sementara bila ada dua orang yang bertemu dan hanya satu diantaranya yang mengenakan masker, resiko penularan menurun menjadi 30 persen.
"Kalau pakai masker satu, yang sakit pakai masker, risikonya lima persen. Kalau dua-duanya pakai, itu 1,5 persen,” pungkasnya. (*)