Buat Pengguna Medsos Mulai Resah, RCTI Gugat Platform Siaran Langsung Youtube dan Netflix ke MK, Direktur PPI Kominfo: Jita Tak Berizi Ya Harus Ditutup

Jumat, 28 Agustus 2020 | 18:25
kizilkayaphotos/iStock

Ilustrasi YouTube mobile

Gridhot.ID - Baru-baru ini ramai diperbincangkan soal gugatan yang diajukan stasiun televisi Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI) ke Mahkamah Agung.

Kasus ini pun banyak disoroti masyarakat.

Bahkan kini menjadi trending di media sosial Twitter, Kamis (27/8/2020).

Baca Juga: Beri Jalan Rejeki Haram ke Pinangki, Ini Sosok Pria yang Terbang Bersama Sang Jaksa ke Malaysia, Pertemukan Djoko Tjandra di Negara Tetangga Indonesia

Faktanya ini tak lepas dari gugatan yang diajukan oleh RCTI dan iNews TV ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Dalam gugatan itu, RCTI dan iNews TV menggugat UU Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 lantaran tidak mengatur Youtube dan Netflix.

Saat ini, gugatan ini tengah di sidangkan di MK.

Baca Juga: Harap-harap Cemas Menanti Subsidi Gaji, Karyawan Nyatanya Bisa Laporkan Perusahaan yang Tak Berikan Datanya Sebagai Penerima Bantuan, Menaker Bakal Langsung Berikan Sanksi Berat Ini

Jika nantinya gugatan dikabulkan, pengguna media sosial terancam tidak bisa melakukan live atau siaran langsung jika tidak memiliki izin.

Berikut ini fakta tentang gugatan RCTI dan iNews TV ke MK:

1. Mulai Disidangkan di MK pada Bulan Juni lalu

Gugatan RCTI dan Inews TV diajukan ke MK pada bulan Juni lalu.

Dikutip dari laman MK, mkri.id, Kamis (27/8/2020), gugatan diregsitrasi oleh MK pada 9 Juni 2020 lalu dengan nomor perkara 39/PUU-XVIII/2020.

Gugatan itu diajukan oleh PT Visi Citra Mulia (lebih dikenal dengana nama Inews TV) yang diwakili oleh David Fernando Audy sebagai Direktur Utama) dan Rafael Utomo sebagai Direktur.

Baca Juga: Duduk 1 Meja, Raul Lemos Pamerkan Orang Tua Angkat Istrinya, Krisdayanti Jadi Anak Angkat Jendral TNI, Ini Sosoknya

Sementara RCTI diwakili oleh Jarod Suwahjo sebagai Direktur dan Dini Ariyanti Putri sebagai Direktur.

Gugatan ini tengah berproses di MK.

Sidang pendahuluan digelar pada 22 Juni lalu.

Baca Juga: Ruang Tamu dan Dapur Ditolak untuk Dibangun, Anak Gugat Ibu Kandung ke Pengadilan Gara-gara Warisan: Pokoknya Hidup Kamu Tidak Akan Selamat!

2. Isi Gugatan

Masih berdasar laman MK, dalam gugatan itu, Inews TV dan RCTI meminta Pasal 1 angka 2 UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945, kecuali jika mengatur penyiaran melalui internet.

3. Konsekuseni Jika Gugatan Dikabulkan

Jika gugatan RCTI dan iNews TV ini nantinya dikabulkan, pengguna media sosial terancam tidak bisa menggunakan fitur siaran live di platfrom manapun sepanjang pemilik perusahaan penyedia platform tidak mengantongi izin penyiaran.

Dikutip dari Kompas.com, pengetatan aturan siaran live ini bakal diterapkan apabila gugatan uji materi UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran dikabulkan.

Uji materi itu membahas soal layanan video over the top (OTT) atau layanan yang berjalan di atas internet untuk dimasukkan dalam klasifikasi penyiaran.

Baca Juga: Pergulatannya Sebagai Pasukan TNI Dituliskan dalam 'Catatan 02', Ini Sosok Danjen Baru Kopassus, Pernah Ikut Operasi Irian Jaya 21 Tahun Lalu

Konsekuensinya, jika siaran live di media sosial dikategorikan sebagai penyiaran, maka individu, badan usaha, ataupun badan hukum harus memiliki izin menjadi lembaga penyiaran.

Seperti diketahui, layanan live, seperti Instagram Live, Facebook Live, dan YouTube Live sangat populer di Indonesia. Selain itu, ada juga layanan live gaming, seperti Twitch dan Nimo TV.

Penggunaan layanan-layanan ini justru sangat meningkat pada masa pandemi ini.

Baca Juga: Dimutasi Panglima TNI, Begini Nasib Danjen Kopassus Mayjen I Nyoman Cantiasa di Papua, Namanya Ada di Daftar 62 Perwira yang Diumumkan Hadi Tjahjanto

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mengatakan, usulan tersebut akan mengubah tatanan industri penyiaran dan mengubah keseluruhan UU Penyiaran.

"Perluasan definisi penyiaran akan mengklasifikasikan kegiatan seperti Instagram TV, Instagram Live, Facebook Live, Youtube Live, dan penyaluran konten audio visual lainnya dalam platform media sosial diharuskan menjadi lembaga penyiaran yang wajib berizin," ujar Direktur Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika (PPI) Kominfo Ahmad M Ramli secara virtual dalam sidang lanjutan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Rabu (26/8/2020), seperti dihimpun KompasTekno dari Antara.

"Artinya, kami harus menutup mereka (Google, Facebook, dkk) kalau mereka tidak mengajukan izin," imbuh Ramli.

Itu artinya, perorangan atau badan usaha yang tidak memenuhi persyaratan perizinan penyiaran akan menjadi pelaku penyiaran ilegal dan harus ditertibkan oleh aparat penegak hukum karena melakukan penyiaran tanpa izin.

Ramli mengatakan, layanan OTT beragam dan luas, sehingga aturannya cukup kompleks dan tidak hanya dalam satu aturan.

Baca Juga: Anak Semata Wayangnya Tapi Tak Dapat Warisan, Alasan Istri Robohkan Rumah Usai Tau Suami Main Serong di Taiwan, Keluarga TKI Kini Tak Punya Tempat Tinggal

Termasuk para pembuat konten siaran lintas batas negara yang tidak mungkin terjangkau dengan hukum Indonesia.

"Mengatur layanan OTT secara ketat juga akan menghadapi tantangan hukum dalam penegakannya karena mayoritas penyedia layanan OTT saat ini berasal dari yurisdiksi di luar Indonesia," ujar Ramli.

Lebih lanjut, Ramli mengatakan bahwa kemajuan teknologi memang menyebabkan terjadinya konvergensi antara telekomunikasi dan media penyiaran.

Baca Juga: Sampai Harus Diterjunkan dengan Parasut Agar Pesawat Pembom Sempat Kabur, Bom Atom Tsar Rusia Ini Punya Kekuatan 50 Juta Ton Bahan Peledak, Jadi yang Paling Mengerikan di Dunia, Rekaman Rahasia Saat Uji Coba Akhirnya Terbongkar

Ramli juga mengatakan, layanan OTT di Indonesia terus berkembang dan akan menghambat laju ekonomi kreatif dan ekonomi digital apabila gugatan dikabulkan.(*)

Artikel ini telah tayang di Tribunsolo.com dengan judul "Sedang Viral, Begini Kronologi Gugatan RCTI ke MK hingga Pengguna Medsos Terancam Tak Bisa 'Live'"

Tag

Editor : Nicolaus

Sumber TribunSolo.com