GridHot.ID - Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Andika Perkasa berencana memecat oknum anggota TNI AD yang terlibat penyerangan Mapolsek Ciracas.
Terkait hal itu, Mantan Danpuspom TNI Mayjen TNI (Purn) Syamsu Djalal langsung mengingatkan Andika perkasa.
Syamsu meminta Andika Perkasa untuk meninjau ulang rencana pemecatan tersebut.
Sebab, pecatan TNI bisa direkrut sebagai teroris, seperti halnya Daeng Koro.
Lantas siapa itu Daeng Koro?
Sabar Subagio alias Daeng Koro, merupakan mantan anggota Komando Pasukan Sandi Yudha (Kopasandha), pasukan elite TNI AD yang kini bernama Kopassus.
Daeng Koro menjadi teroris yang ditakuti setelah dipecat dari TNI AD.
Namun sepak terjang Daeng Koro sekarang sudah tamat.
Personel Detasemen Khusus 88 Antiteror melesakkan peluru tajam ke tubuhnya dalam baku tembak, pada 3 April 2015 lalu, di Pegunungan Sakina Jaya, Desa Pangi, Kecamatan Parigi Utara, Kabupaten Parimo, Sulawesi Tengah.
Berdasarkan catatan pihak Kopassus, Daeng Koro lahir di Jepara, 15 Januari 1963.
Dia sempat berdinas di Kopashanda (sekarang Kopassus) pada tahun 1982.
Namun, belum sempat berkarier atau baru tahap calon komando, Daeng Koro tidak lolos uji fisik.
Meski demikian, Kopashanda kala itu menampungnya di Detasemen Markas (Denma) Kopashanda di Cijantung, Pasar Rebo, Jakarta Timur, selama empat tahun.
Daeng Koro selama ditampung hanya mengikuti kegiatan pusat pelatihan atau training center olahraga bola voli, tidak mengikuti pelatihan personel.
Sabar kemudian dipindahtugaskan menjadi anggota Brigif Linud 3/TBS Kostrad TNI pada tahun 1987.
Dia ditugaskan di Kariango, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan.
Namun, peran Daeng Koro hanyalah sebagai anggota training center olahraga voli.
Pada tahun 1991, Daeng Koro melakukan pelanggaran berat, yaitu tertangkap basah melakukan perbuatan zina atau asusila.
Dia kemudian menjalani hukuman kurungan di rumah tahanan militer selama tujuh bulan.
Pada tahun 1992, atas kasus yang sama, kesatuan memecatnya.
Pangkat terakhirnya adalah kopral dua.
Terlibat aksi teror
Saat keluar dari militer itulah Daeng Koro mulai mengenal kelompok radikal dan terlibat aktif di dalamnya.
Berdasarkan catatan kepolisian, aksi pertama Daeng Koro dilakukan pada tahun 2000 di Poso.
Dia punya andil dalam kerusuhan Poso dan bergabung dengan Laskar Jihad asal Jawa di Pandajaya.
Rekan-rekannya mengangkat Daeng Koro menjadi Panglima Laskar Jihad.
Tahun 2003, Daeng Koro pindah ke Kalimantan.
Dia memperlebar sayapnya dengan bergabung dengan kelompok Negara Islam Indonesia pimpinan Haji Nurdin.
Dari situ, Daeng Koro turut terlibat dalam kerusuhan di sejumlah daerah di Indonesia, termasuk penembakan polisi dan warga sipil.
Dalam periode 2004 hingga 2006, Daeng Koro juga pernah mengadakan latihan militer bagi para anggotanya di wilayah pegunungan di Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Tengah.
Keahliannya itu didapat ketika ia sempat bergabung ke kelompok bersenjata di Filipina.
Daeng Koro mulai bergabung ke kelompok Santoso pada 2012.
Keduanya mendirikan Mujahidin Indonesia Timur (MIT), saudara Mujahidin Indonesia Barat (MIB) pimpinan Abubakar Ba'asyir yang telah berdiri sebelumnya.
Sejak saat itu, keduanya memulai serangkaian aksi teror di Poso dan daerah lainnya.
Kapolda Sulawesi Tengah Brigjen (Pol) Idham Azis, saat itu mengatakan, sejak mendirikan MIT, Daeng Koro adalah pelatih dan ketua pelaksana beberapa kegiatan tadrib asyakari atau kelompok bersenjata yang dilaksanakan di sejumlah wilayah di Sulawesi.
"Dia memulai pengadaan senjata yang saat ini menjadi senjata inventaris MIT. Yang bersangkutan juga mendatangkan bahan peledak, termasuk serbuk meriam dari Ambon ke Poso," ujar Idham.
Kedua, Daeng Koro diduga sebagai dalang dalam pembunuhan dua personel polisi, Briptu Andi Sapa dan Brigadir Sudirman, di Pegunungan Tamanjeka, Poso.
Kedua polisi itu menghilang pada 8 Oktober 2012 lalu.
Keduanya akhirnya ditemukan aparat Kompi B Batalyon Infanteri 714 Sintuwu Maroso pada 16 Oktober 2012 dalam keadaan tewas mengenaskan di wilayah antara Dusun Weralulu di Desa Tokorondo dan Dusun Tamanjeka di Desa Masani, Kecamatan Poso Pesisir.
Kedua mayat ditemukan terkubur dengan luka gorok di leher, di dalam lubang sedalam kurang dari satu meter dengan lebar seukuran badan.
Keduanya dikubur dengan posisi bertumpuk satu sama lain dalam posisi kepala satu orang berada di kaki yang lain, dan hanya mengenakan pakaian dalam.
Kondisi mayat sudah bengkak, dan seluruh tubuh tertutup lumpur.
Ketiga, Daeng Koro terlibat penghadangan dan penembakan yang mengakibatkan tewasnya tiga anggota Brimob di Desa Kalora, Kecamatan Poso Pesisir, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, pada 20 Desember 2012.
Anggota Brimob yang tewas itu adalah Briptu Ruslan, Briptu Winarto, dan Briptu Wayan Putu Aryawan.
Insiden terjadi ketika petugas gabungan dari Resimen Kelapa Dua Polri dan Polda Sulteng diberondong tembakan dari arah perbukitan saat sedang melakukan patroli menggunakan sepeda motor.
Personel kesulitan membalas lantaran arah tembakan berasal dari hutan.
Keempat, Daeng Koro dan rekan-rekannya juga sempat terlibat kontak senjata dengan personel Brimob di Gunung Gayatri, Desa Maranda, Poso, pada pertengahan 2012 silam.
Kelima, Daeng Koro diduga terlibat dalam aksi penembakan terhadap warga sipil di Dusun Tamanjeka, Desa Masani, Kecamatan Poso Pesisir, pada Juni 2014.
Beruntung, tidak ada korban meninggal dunia dalam peristiwa ini.
Artikel ini telah tayang di surya.co.id dengan judul "Biodata Daeng Koro, Eks Kopassus TNI AD Jadi Teroris Setelah Dipecat, Jenderal Andika Diingatkan"
(*)