GridHot.ID -Timor Leste pernah menjadi bagian dari Indonesia.
Namun, pada tahun 1999, Timor Leste memutuskan untuk melepaskan diri.
Diketahui, minyak menjadi sumber pemasukan Timor Leste yang paling diandalkan hingga saat ini.
Namun, meski memiliki kekayaan minyak yang begitu melimpah, nyatanya Timor Leste masih menjadi negara paling miskin di dunia, alih-alih menjadi negara kaya seperti Negeri Arab.
Terkait kekayaan minyak di Timor Leste sendiri pernah menjadi sumber perselisihan dengan negara tetangganya, Australia.
Baru pada Maret 2018, Timor Leste dan Australia menandatangani perjanjian batas maritim bersejarah yang secara resmi mengakhiri perselisihan atas kepemilikan minyak multi dolar dan cadangan gas yang terkubur di Laut Timor.
Sayangnya, perjanjian tersebut tak kunjung disahkan berbulan-bulan setelahnya, membuat Australia terus menarik jutaan dolar per bulan dari ladang minyak tersebut.
Baca Juga: Australia Mulai Enggan Bantu Timor Leste dan Papua Nugini yang Tercekik Utang, Ini Alasannya
Melansir dari Eureka Street pada 5 Juni 2019, lima belas bulan sejak penandatanganannya, perjanjian tersebut tetap tidak diratifikasi atau disahkan, dan sebagai akibatnya Australia terus menarik jutaan dolar per bulan dari 10 persen bagian di bidang yang sepenuhnya dimiliki oleh Timor-Leste.
Proyek Tata Kelola Timor-Leste memperkirakan bahwa ladang tersebut dapat menghasilkan $ 60 juta selama 12 bulan sebelumnya.
Sementara Australia akan memberikan $ 95,7 juta bantuan luar negeri ke Timor-Leste antara 2018 dan 2019.
Tidak ada hak hukum dalam perjanjian tersebut bagi kedua negara untuk mengklaim kompensasi atas hilangnya pendapatan dari Laut Timor.
Dikutip dari Eureka Street, Sophie Raynor, penulis asal Perth Australia yang dua tahun tinggal di Dili, mengatakan penundaan dalam meratifikasi perjanjian batas dan penolakan negaranya untuk berkomitmen membayar kembali uang yang belum diterima itu benar-benar bertentangan dengan cara negaranya memandang citranya dalam sejarah.
"Secara tidak masuk akal melanggar kewajiban moral kita untuk melakukan hal yang benar sebagai tetangga," katanya.
Seperti diketahui, selama bertahun-tahun Australia telah memposisikan diri sebagai pejuang internasional atas kebenaran moral, kedaulatan dan penentuan nasib sendiri, dan sebagai pembebas Timor-Leste.
"Tapi kita tidak bisa mendapatkan keduanya.Mengambil kekayaan Laut Timor yang tidak diperoleh adalah salah satu penyebab kegagalan Australia untuk melakukan hal yang benar untuk Timor-Leste," ungkapnya.
Di sisi lain, menurutnya Australia tetap menjadi mitra pembangunan dan bantuan terbesar, paling dermawan secara finansial dan paling penting bagi Timor-Leste, dan banyak proyek yang didanai Australia memberikan dukungan dan peluang yang signifikan dan sangat dibutuhkan bagi Timor-Leste.
Namun, ia tetap tak membenarkan saat Australia mengungkapkan keprihatinannya atas Timor Leste.
"Tapi menggelikan untuk mengatakan kami prihatin dengan kemakmuran Timor-Leste jika kami berkomitmen untuk mengorek dari brankasnya lebih banyak uang daripada yang kami berikan dalam bantuan luar negeri," katanya.
"Untuk mengatakan kami mendukung stabilitasnya ketika kami mengikis kemampuan ekonomi yang rapuh," sambungnya.
Ia mengungkapkan bahwa setelah negosiasi dasar laut tahun 1960-an dengan Indonesia terbukti menguntungkan, Australia menutup mata ketika Indonesia menginvasi Timor-Leste yang baru merdeka, dan membunuh ratusan ribu warganya.
Sementara itu, sejak kemerdekaan Timor-Leste, negaranya telah menandatangani serangkaian perjanjian Laut Timor dengan asumsi bahwa Australia memiliki klaim yang jauh lebih besar atas kekayaannya daripada yang dikatakan standar internasional yang berlaku.
"Kami telah memata-matai pemerintah Timor dan menuntut mereka yang telah mengatakan yang sebenarnya," katanya.
Penandatanganan perjanjian New York 2018, mungkin disangka sebagai akhir cerita, namun benarkah demikian?
Menurut Sophie,sampai Australia melonggarkan hambatan ekonomi dari perjanjian batas maritim yang tidak diratifikasi dan jutaan yang masih mengalir ke selatan (Australia), Timor-Leste tetap terbelenggu, dan artinya kewajiban moral negaranya untuk melakukan hal yang benar sebagai tetangga tetap diabaikan.
Artikel ini telah tayang di Intisari Online dengan judul "Padahal Indonesia Kalah Telak Soal Cadangan Minyak dengan Timor Leste, Harusnya Jadi Kaya seperti Negeri Arab Timor Leste Malah Sengsara, Ternyata Ini Sebabnya"
(*)