Gridhot.ID- Timor Leste adalah salah satu negara yang dulunya merupakan bagian dari Indonesia.
Negara ini dikenal juga dengan hasil alamnya seperti gas alam dan juga kayu cendananya.
Tak jarang hasil-hasil alam mereka sampan di ekspor ke luar negeri.
Namun, belakangan ini dikabarkan sebuah kasuspenyelundupan 200 kilogram kayu cendana dari Timor Leste ke wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
Peristiwa itu terjadi pada Sabtu, 3 Oktober 2020 lalu, dan aparat TNI dari Satgas Pamtas RI-RDTL Yonif RK 744/SYB berhasil menggagalkannya.
Mengutip Kompas.com, Upaya penyelundupan itu berhasil digagalkan setelah personel Pos Salore Kipur 1 Satgas Pamtas Yonif RK 744/SYB yang dipimpin oleh Wadanpos Salore Sertu Firman Wahyu, bersama staf intel melaksanakan sweeping.
Pihaknya menangkap dua orang yang mengangkut kayu cendana tersebut dari Timor Leste, dengan menggunakan mobil Toyota Avanza dengan nomor polisi DH 1362 AM.
Dari hasil sweeping tersebut diketahui dua orang yang mengangkut cendana itu berinisial SEL (33) dan EK (32), yang merupakan warga Atambua dan Kupang.
Kayu cendana yang punya julukan 'Emas Hijau' itu dikenal memiliki harga yang tinggi, bahkan termasuk kayu termahal. Setiap pohon yang berusia 20-30 tahun dapat bernilai puluhan juta.
Cendana (Santalum album) merupakan tanaman yang tumbuh di daerah Sunda Besar dan Sunda Kecil (saat ini adalah wilayah Sumatera, Jawa, Bali, Sumba, Timor).
Namun, cendana putih yang dimiliki oleh Timor diduga merupakan tanaman asli wilayah Timor.
Itulah yang menyebabkan cendana Pulau Timor menjadi komoditas termahal pada abad ke-14.
Melansir Kompas.com, Cendana Pulau Timor dihargai sangat mahal dan menjadi komoditas spesial pada masa awal globalisasi dunia.
Sementara itu, Pulau Timor pada abad ke-16 terkenal sebagai satu-satunya sumber cendana terbaik di dunia.
Bahkan, begitu terkenalnya Pulau Timor sebagai sumber cendana terbaik di dunia membuat pedagang Cina dari Makau dan Hong Kong merambah Timor melalui jalur rahasia.
Cendana digunakan oleh penduduk India dan Cina dalam skala besar, sebagai bagian dari kegiatan religius, wewangian ruangan, terapi aroma, minyak cendana digunakan untuk terapi pengobatan, kosmetik, peralatan rumah tangga seperti furnitur, dan juga peti mati.
Berabad-abad yang lalu kapal-kapal dari seluruh dunia mampir dan mengunjungi Timor karena pulau ini terkenal sebagai sumber kayu cendana, malam (lilin), dan kulit sapi.
Kisah aktifitas perdagangan cendana di Timor adalah sebuah naskah catatan perjalanan yang ditulis oleh Wang Da Yuan.
Naskah itu berjudul Daoyi Chi Lue pada 1350 yang menyebutkan bahwa di wilayah Timor tidak tumbuh pohon lainnya selain cendana serta bahwa cendana diperdagangkan dan ditukar dengan perak, besi, porselen, kain dan manik-manik.
Pengawas perdagangan Cina di Hong Kong, Chau Ju Kua menulis pada 1225 bahwa pulau Timor sudah berhubungan dengan dengan pulau Jawa karena perdagangan kayu cendana yang dianggap sebagai kayu cendana terbaik.
Pilliot Lamster menulis bahwa perdagangan kayu cendana oleh orang Cina sudah dimulai pada awal abad masehi.
O.W. Walters menambahkan bahwa Cina melakukan kontak dengan Timor sudah dimulai pada awal abad masehi.
Selain pedagang-pedagang Cina juga datang pedagang India dan membarternya dengan kuda-kuda yang kemudian dibiakkan di pulau Sumba.
Para pedagang ini melakukan perjalanan dagang paling dua kali dalam satu tahun, membawa cendana dari Timor untuk diperdagangkan di Malaka.
Orang-orang Cina ini disebut dengan Sina Mutin Melaka (orang Cina berkulit putih dari Malaka) oleh penduduk lokal.
Pintu masuk para pedagang Cina ke tanah Timor, salah satu yang terkenal adalah pelabuhan Namon Sukaer (sekarang bernama Atapupu).
Lalu lintas perdagangan kayu cendana ini kemudian surut pada akhir abad ke-18.
Belanda mencoba menguasai perdagangan ini, namun mereka mengalami kerugian besar pada 1752.
Namun, orang Cina masih terus bertahan dalam rute perdagangan ini sampai akhir abad ke-19.
Tercatat pelbagai sumber naskah Portugis pun menyebut Timor sebagai pasar Cendana yang sangat ramai.
Begitu pula seperti Nagarakertagama yang ditulis oleh Empu Prapanca pada 1365 telah menyebut Timor di dalam naskahnya.
Seiring waktu yang terus bergulir meninggalkan untaian kisah masa lalu, julukan Nusa Cendana bagi tanah Timor semakin pudar.
Ribuan batang pohon cendana yang dulu diagungkan dalam kronik klasik Cina tak lagi tampak.
Usaha budidaya cendana putih pun tidak berjalan mulus diterpa perubahan iklim yang semakin memanas.
Jutaan bibit cendana yang ditanam di pelosok tanah Timor tak ayal dihadang kematian.
“Cendana lebih mudah tumbuh liar dan tidak dibudidayakan. Usaha pemerintah daerah membudidayakan cendana sebagai ikon pulau Timor telah berkesinambungan. Namun penanaman bibit perlu perawatan.
"Ini yang sulit, perlu komitmen bersama antara pemerintah daerah dan seluruh komponen masyarakat,” ujar Leo Nahak, mantan Kepala Museum NTT yang kini menjabat sebagai Kepala Bidang Arkeologi Provinsi Nusa Tenggara Timur.
(*)
Artikel ini telah tayang di Intisari-Online.com dengan judul "Inilah 'Emas Hijau' dari Timor Leste, Kayu Termahal di Dunia yang Diagungkan dalam Kronik Klasik China"