Find Us On Social Media :

Libatkan Beberapa Negara Termasuk Indonesia, Inilah Sengketa Panjang Soal Greater Sunrise, Ladang Minyak Bernilai Miliaran Dolar yang Jadi Tumpuan Hidup Negara Timor Leste

Ilustrasi ladang minyak bumi.

Laut Timor Tempat The Greater Sunrise, telah Melalui Banyak Perjanjian

Laut Timor telah terbagi melalui banyak perjanjian yang tidak setara, dikutip Kontinentalist.

Indonesia dan Australia menandatangani yang pertama pada tahun 1972. Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (UNCLOS) menyatakan bahwa batas laut antara dua negara pantai harus berada pada garis tengah. Sederhananya, itu harus berada di setengah jalan di laut.

Namun perjanjian tahun 1972 menempatkan batas di tepi landas kontinen Australia, yang menempatkan sebagian besar cadangan minyak dan gas di Laut Timor di tangan Australia.

Portugal tidak menyetujui perjanjian itu dan itu menciptakan Celah Timor -sabuk Laut Timor yang berbatasan dengan Timor Leste.

Baca Juga: Jurnalis Dibungkam Habis-habisan, Pemerintah Timor Leste Punya Hukum Mengerikan yang Ancam Para Wartawan Jika Berani Bongkar Kasus Korupsi, Amnesty Internasional Sampai Harus Turun Tangan

Masalah Celah Timor diselesaikan ketika Indonesia menginvasi Timor Timur pada tahun 1975 dan mencaploknya, menjadikannya sebagai provinsi ke 27 Indonesia.

Dengan minyak dan gas yang dipertaruhkan, Australia menjadi pemerintah barat pertama yang mengakui pendudukan Indonesia atas Timor Lorosa'e.

Tidak puas dengan perjanjian tahun 1972, Indonesia menegosiasikan kembali perjanjian baru dengan Australia, yang mengarah pada Perjanjian Celah Timor tahun 1989.

Itu dibuat dari zona kerjasama untuk berbagi hasil dari deposit Greater Sunrise. Pada Februari 1991, perjanjian itu diratifikasi.

Baca Juga: Ladang Minyak Bumi Negaranya Malah Bikin Bobrok Perekonomian, Lembaga Timor Leste Ungkapkan Kekayaan Alam Bumi Lorosae 'Akan Lebih Baik Tidak Pernah Ditemukan', Buat Korupsi Tambah Merajalela

Portugal memulai gugatan terhadap Australia di Mahkamah Internasional karena perjanjian itu melanggar hak penentuan nasib sendiri Timor Leste.

Namun, tidak ada hasil dan kekerasan berlanjut, yang berpuncak pada pembantaian lebih dari 250 orang Timor oleh pasukan Indonesia di pemakaman Santa Cruz di Dili pada 12 November 1991.