GridHot.ID - Terdakwa atas kasus dugaan suap terkait Djoko Tjandra, Pinangki Sirna Malasari, kembali menjalani sidang pada Rabu (4/11/2020).
Sidang tersebut beragendakan mendengar keterangan saksi yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Ketua Majelis Hakim Ignatius Eko Purwanto bertanya soal berapa gaji resmi dan sah yang diterima Pinangki sesuai aturan di Kejaksaan Agung.
"Berapa penghasilan yang diterima terdakwa secara resmi dan sah sesuai aturan?" tanya Hakim.
Menjawabnya, Kepala Sub Bagian Pengelolaan Gaji dan Tunjangan pada Kejaksaan Agung Wahyu Adi Prasetyo yang bertindak sebagai saksi mengatakan Pinangki Sirna Malasari yang menjabat Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejaksaan Agung RI secara total menerima penghasilan Rp18.911.750.
Rinciannya, Pinangki selaku jaksa golongan 4A menerima gaji Rp 9.432.300, tunjangan Rp 8.757.600 dan uang makan Rp 731.850 setiap bulan.
"Penghasilan resmi ibu Pinangki sebagai jaksa golongan 4A dengan gaji Rp9.432.300, dan mendapat tunjangan kinerja Rp8.757.600, dan uang makan Rp731.850 per bulan," kata Wahyu.
"Total take home pay yang diterima dalam satu bulan Rp18.911.750," jelasnya.
Wahyu mengatakan besaran uang tersebut diterima Pinangki secara resmi atas jabatannya, dan bukan penghasilan lain di luar rincian.
"Tidak ada pak," ucap Wahyu kepada majelis hakim.
Curhat Djoko Tjandra
Pinangki Sirna Malasari saat sidang juga mengaku pernah menceritakan keberadaan Djoko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra saat koleganya itu berada di Malaysia.
Hanya, informasi itu tidak ia laporkan secara resmi ke pihak Kejaksaan Agung.
Melainkan cuma ia ceritakan kepada rekan - rekannya di bagian Uheksi (Upaya Hukum, Eksekusi dan Eksaminasi).
"Mungkin kalau melaporkan secara resmi tidak, tetapi menceritakan pada jajaran Uheksi saya sudah pernah menceritakan, jadi tidak melaporkan secara resmi melihat ada Djoko Tjandra di Malaysia. Tetapi saya sudah menceritakan pada jajaran Uheksi," ucap Pinangki dalam persidangan.
Pinangki yang tampil modis mengenakan kerudung dan gamis berwana cokelat kehijau-hijauan serta bersarung tangan saat sidang juga bertutur informasi keberadaan Djoko Tjandra ia ceritakan pada bulan November 2019, tahun lalu.
Bahkan foto - foto dari Djoko Tjandra juga ia tunjukkan ke rekan - rekan seangkatannya kala itu.
Ia menjelaskan kepada rekan - rekannya bahwa Djoko Tjandra saat itu tengah menjadi buronan.
Kejaksaan Agung pun tengah berupaya mencari keberadaannya.
"Saya bahkan menceritakan pada 2019, November mungkin. Saya ceritakan saya ketemu Djoko Candra saya tunjukkan fotonya kepada teman-teman seangkatan. Terus saya sampaikan bahwa kami sedang melakukan pencarian. Jadi bukan melaporkan tapi menceritakan," ujarnya.
Pernyataan Pinangki di persidangan hari ini menjadi janggal.
Lantaran dirinya selaku jaksa justru tidak memberikan informasi itu ke instansinya sendiri.
Padahal ia mengetahui bahwa Kejaksaan Agung tengah melakukan pencarian.
Kasubdit TPK dan TPPU Ditip Direktorat Upaya Hukum Luar Biasa dan Eksekusi pada Jampidsus Kejagung RI Syarief Sulaiman Nahdi dalam kesempatan yang sama, menyebut bahwa wajib hukumnya seorang jaksa melaporkan keberadaan buronan kepada Kejaksaan Agung, kepolisian maupun pihak Kejari setempat.
Hal itu sebagaimana prosedur operasional standar (SOP) yang dimiliki Kejaksaan Agung.
"Wajib, mungkin bukan hanya ke Kejaksaan Agung tapi juga bisa ke aparat kepolisian setempat atau Kejari setempat,"ujar Syarief.
Pinangki Sirna Malasari didakwa menerima suap senilai 500 ribu dolar AS dari total yang dijanjikan sebesar 1 juta dolar AS, oleh terpidana kasus korupsi hak tagih atau cessie Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra.
Suap sebesar 1 juta dolar AS yang dijanjikan Djoko Tjandra itu bermaksud agar Pinangki bisa mengupayakan pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) lewat Kejaksaan Agung (Kejagung).
Fatwa MA itu bertujuan agar pidana penjara yang dijatuhkan pada Djoko Tjandra berdasarkan putusan PK Nomor 12 Tanggal 11 Juni 2009 tidak bisa dieksekusi.
Djoko Tjandra mengenal Pinangki Sirna Malasari melalui Rahmat.
Ketiganya sempat bertemu di kantor Djoko Tjandra yang berada di The Exchange 106 Kuala Lumpur Malaysia.
Dalam pertemuan tersebut, Pinangki mengusulkan pengurusan fatwa MA melalui Kejagung.
Djoko sepakat dengan usulan Pinangki terkait rencana fatwa dari MA melalui Kejagung dengan argumen bahwa putusan Peninjauan Kembali (PK) Nomor 12 Tanggal 11 Juni 2009 atas kasus cessie Bank Bali yang menjatuhkan pidana penjara selama dua tahun kepada Joko Soegiarto Tjandra tidak bisa dieksekusi sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 33/PUU-XIV/2016 yang menyatakan hak untuk mengajukan PK hanya terpidana atau keluarganya.
Pinangki didakwa melanggar Pasal 5 ayat 2 jo. Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Selain itu, Pinangki juga didakwa melanggar Pasal 3 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Untuk pemufakatan jahat, Pinangki didakwa melanggar Pasal 15 Jo Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Jo. Pasal 88 KUHP.(Tribun Network/dan/wly)
Artikel ini telah tayang di tribunjabar.id dengan judulJaksa Pinangki Akui Pamerkan Foto Pertemuan dengan Djoko Tjandra pada Teman-temannya(*)