Find Us On Social Media :

Bak Bernafsu Kuasai Dunia, Usai Cari Gara-gara di Laut China Selatan dan Perbatasan India, China Kini Isyaratkan Perang Dengan 'Pelajari' Sengketa Nagorno-Karabakh

Deretan drone tempur terbaik tahun 2020. drone menjadi salah satu kunci kemenangan Azerbaijan di konflik Nagorno-Karabakh, dan hal itu kemudian segera dipelajari China

Gridhot.ID - China mungkin jadi satu-satunya negara yang kelimpungan untuk siapkan perang saat ini.

Tahun ini, China mungkin layak mendapat sebutan 'musuh semua negara' karena terlibat konflik dengan hampir semua negara.

Tidak hanya menciptakan kondisi yang kurang nyaman bagi negara lain, negeri panda juga tidak ragu untuk memotong hubungan perdagangan apik dengan mitra dagang terbesar mereka.

Baca Juga: Tak Pernah Ada Bantuan dari Putri Delina. Pengacara Sebut Teddy Hidupi Anaknya Pakai Uang Sendiri, Ali Nurdin: Enggak Ada Ngasih Susu, Ngasih Apa...

Aktivitas militer China juga meningkat pesat selama tahun 2020 ini.

Pertama dengan mulai gelar latihan militer di Laut China Selatan dan mengklaim hampir seluruh perairan internasional tersebut.

Kedua yaitu ketika China merasa dirugikan oleh kesepakatan perbatasan dengan India, dan memulai konflik Lembah Galwan, salah satu titik perbatasan China-India.

Baca Juga: Bundanya Ketawa dari Jauh, Betrand Peto Disebut-sebut Lagi Kasmaran, Ruben Onsu: Anak Juga Punya Kehidupan

Saat negara lain kelimpungan karena Covid-19, China sepertinya nekat dan tetap laksanakan agresi militer ke banyak tempat.

Tidak heran China mulai jadi sasaran banyak negara yang geram kepadanya.

Seperti halnya Amerika Serikat, sekutu dagang terbesar China yang hubungannya rusak parah akibat perang dagang, Laut China Selatan, dan pandemi Covid-19,

Namun sedikit banyak ada kemungkinan jika China menginginkan konflik itu berkobar.

Hal tersebut ditengarai oleh pidato Xi Jinping kepada tentara China agar bersiap perang kapan saja diperlukan.

Baca Juga: Gerah Selalu Jadi Bulan-bulanan Tiongkok, Taiwan Persenjatai Kapal Coast Guardnya dengan Rudal, Presiden Tsai Ing-wen: Ini Menunjukkan Keseriusan Kami

Selanjutnya, pasukan tentara China mulai mempelajari berbagai strategi perang yang terjadi di dunia.

Salah satunya dari konflik Armenia-Azerbaijan yang berlangsung selama 44 hari sejak September sampai November lalu.

Sebuah artikel yang terbit di Naval and Merchant Ships, majalah militer China, mereview bagaimana tentara Armenia kewalahan karena Azerbaijan.

Baca Juga: Negeri Beruang Merah Makin Buas, Dalam Tempo Setahun Berhasil Bangun 40 Kapal Perang, Berikut Kehebatan Unitnya

Superioritas Armenia memang remuk dan hancur dengan strategi hebat Azerbaijan, meskipun Armenia kuat dalam pasukan darat dilengkapi tank, radar dan kendaraan bersenjata lainnya, tentara Armenia menjadi mangsa mudah bagi Azerbaijan.

Diwartakan dari South China Morning Post, keunggulan Azerbaijan adalah penggunaan drone perang.

Mereka menggunakan Bayraktar TB2 yang bisa luncurkan serangan tepat melawan target di parit dan kendaraan yang bergerak.

Drone terbang tersebut juga mengambil video, sembari tunjukkan tentara Armenia diidentifikasi dan kemudian ditarget oleh drone senjata itu.

Azerbaijan juga menggunakan drone sebagai alat pengintai, sehingga Azerbaijan sangat terbantu memukul mundur tentara Armenia.

Baca Juga: Mencak-mencak Dikabarkan Meninggal Dunia, Robby Purba: Kek Gini Dilaporin Nangis-nangis Nanti!

Artikel di Naval and Merchant Ships mengatakan "di kasus konflik Nagorno-Karabakh, perisai yang digunakan untuk menangkis drone tidak digunakan secara efektif.

"Meskipun drone kedua belah pihak dihantam dengan hebat oleh pihak musuh, tapi bukti pentingnya drone senjata di perang sudah terpampang jelas dan tidak ada dari kedua belah pihak yang bisa mengalahkan drone."

Artikel dilanjutkan dengan "Militer kami memiliki jumlah besar drone dengan berbagai tipe dan juga menghadapi ancaman drone musuh…dibandingkan dengan drone yang kami lihat di konflik Nagorno-Karabakh, drone yang mengancam kami lebih canggih, sulit dideteksi dan sulit mempertahankan diri darinya."

Baca Juga: Pamer Dukungan Keluarga Usai Hotman Paris Menyebutnya Tak Membantah BAP, Gisella Anastasia: Saling Menguatkan dan Mendoakan

Kemudian dikatakan dalam artikel tersebut jika pasukan tentara China seharusnya meningkatkan kesadaran mereka atas ancaman dari drone dan tentara China harus sudah memasukkan kesiapan itu dalam latihan perang mereka.

"Bagi sebagian unit akar-rumput di militer China, upaya menaklukkan drone adalah pelajaran baru," seperti dituliskan dalam artikel tersebut, serta ditambahi jika unit militer perlu meraih pemahaman lebih mengenai karakteristik berbagai drone.

Mulai dari drone penyerang sampai drone siluman, semua harus dipelajari, dan dikembangkan strategi untuk melawannya.

Disarankan juga bagi tentara China untuk membangun jaringan pendeteksi multilapisan dengan radar anti-drone, radar pembuta, stasiun deteksi radio dan perlengkapan infra merah lainnya.

Gunanya adalah untuk 'terus-terusan memonitor masuknya drone di berbagai tempat dalam jangkauan yang luas".

Baca Juga: Puncaki Trending Twitter 2020, Berikut Sederet Publik Figur yang Paling Banyak Dibicarakan, Presiden Jokowi Diurutan Kedua

Disarankan juga selain cara deteksi, bisa menggunakan taktik seperti mengirim gangguan elektronik dengan senjata pertahanan darat anti-pesawat LD2000 serta menyebar obyek palsu untuk mengaburkan fokus drone tersebut.

China sendiri merupakan pengguna aktif drone dalam dunia militer dan terus mengembangkan senjata itu dengan variasi baru serta kemampuan yang terus dikembangkan meliputi 'kemampuan siluman', kecepatan, manuver ketinggian, enduransi serta otomatisasi.

Dikabarkan China sudah mengembangkan 'drone bunuh diri' harga murah yang dapat dikirim dari kendaraan taktis yang ringan atau dari helikopter untuk menyerang target.

Baca Juga: Menko Luhut: Kalau Presiden Mau Disuntik Duluan Hari Ini Juga Bisa

Namun, pakar militer mengatakan kekalahan Armenia di Nagorno-Karabakh tidak hanya disebabkan keunggulan drone saja.

Michael Raska, asisten profesor di S. Rajaratnam School of International Studies di Singapura, mengatakan walaupun penggunaan drone di medan perang dimulai saat drone AS menyerang Irak dan Afghanistan, pemimpin politik dan militer Armenia telah gagal bereaksi dengan keunggulan teknologi itu.

"Konflik itu (Nagorno-Karabakh) tentu saja akan meningkatkan debat mengenai penggunaan drone di dalam konflik, dan cara melawannya," ujar Raska.

Timothy Heath, analis keamanan senior dari lembaga penelitian AS Rand, mengatakan konflik Nagorno-Karabakh telah membuat jelas bagaimana secara teori negara dengan militer lemah dapat mengalahkan negara lain lewat drone saja, hanya karena musuh mereka lebih kuat tapi tidak siap.(*)

Artikel ini telah tayang Intisari-Online dengan judul "Tak Ada Angin Tak Ada Hujan Tentara China Tiba-tiba Isyaratkan Perang Dengan 'Mempelajari' Ini Dari Sengketa Nagorno-Karabakh"