Gridhot.ID - Indonesia memang sudah memiliki anggaran sendiri untuk memulihkan ekonominya akibat wabah corona yang terjadi.
Ratusan Triliun digelontorkan habis-habisan demi bisa menyelamatkan Indonesia dari jurang resesi.
Anggaran Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) tahun 2020 diproyeksikan tidak terserap seluruhnya.
Baca Juga: Heboh Pernikahan Sesama Jenis di Thailand, 3 Pria dalam Satu Ikatan Perkawinan, Direstui Orang Tua
Kementerian Keuangan (KemenkeU0 mencatat, per 23 Desember 2020, realisasi program PEN baru Rp 502,71 triliun atau 72,3% dari total anggaran Rp 695,2 triliun. Alhasil, masih ada Rp 192,49 triliun yang belum terpakai.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan, anggaran PEN 2020 tidak akan terserap seluruhnya karena tergantung pada kebutuhan program.
Misalnya, anggaran penanganan kesehatan sebagian akan dialokasikan untuk pengadaan vaksin dan vaksinasi tahun 2021 senilai Rp 36,4 triliun.
Beberapa anggaran yang masih tersisa banyak di antaranya, anggaran klaster kesehatan tersisa Rp 45,1 triliun, insentif usaha dalam bentuk perpajakan masih ada Rp 65,88 triliun, dan anggaran dukungan badan usaha milik negara (BUMN) dan korporasi tersisa sekitar Rp 52,57 triliun.
"Pemerintah terus berupaya memaksimalkan penyaluran program PEN hingga akhir tahun 2020," kata Kunta Wibawa Dasa Nugraha, Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Pengeluaran Negara, belum lama ini.
Kunta menjelaskan, realisasi program PEN 2020 menunjukkan akselerasi. Sejak awal Oktober hingga 23 Desember 2020, penyerapan dana PEN mencapai Rp 184,3 triliun, setelah sampai 30 September 2020 terserap Rp 318,48 triliun.
Pemerintah bakal melanjutkan program PEN pada tahun ini dengan anggaran mencapai Rp 372,3 triliun. Alokasi tersebut belum termasuk sisa anggaran PEN 2020.
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Shinta Widjaja Kamdani mengevaluasi beberapa program yang minim penyerapan.
Misalnya, distribusi kredit usaha sangat minim karena banyak bank yang tidak mau menanggung risiko kenaikan non performing loan (NPL).
Baca Juga: Nipunya Kebangetan! Masih 21 Tahun Ngaku Berpangkat Kolonel, Ini Motif RY Jadi Marinir Gadungan
Selain itu, ada masalah penundaan yang lama distribusi PEN korporasi karena kekhawatiran pemerintah terhadap risiko moral hazard.
Penundaan itu berdampak pada tingginya tingkat pemutusan hubungan kerja (PHK) di perusahaan-perusahaan padat karya.
"Ini mempengaruhi daya beli dan confidence konsumsi masyarakat secara negatif. Proses pemulihan demand konsumsi nasional pun sangat lambat, jauh lebih lambat dari perkiraan di awal pandemi," kata Shinta kepada KONTAN, Jumat (1/1).
Artikel ini telah tayang di Kontan dengan judul Kata Sri Mulyani terkait sisa ratusan triliun anggaran pemulihan ekonomi nasional.
(*)