Find Us On Social Media :

Serupa Tapi Tak Sama, Sriwijaya Air Baru 4 Menit Mengudara Sudah Terjun Drastis, Pesawat yang Alami Mesin Mati Ini Justru Bisa Mendarat Darurat dengan Selamat di Anak Sungai Bengawan Solo

Data yang berhasil dicatat oleh Flightradar24 tunjukkan posisi terakhir pesawat komersial Sriwijaya Air sebelum hilang kontak

GridHot.ID - Kabar duka datang dari maskapai penerbangan Sriwijaya Air.

Sabtu (9/1/2021) lalu sekitar pukul 14.40 WIB, pesawat Sriwijaya Air Rute Jakarta-Pontianak dengan kode penerbangan SJ 182 hilang kontak.

Padahal, pesawat Boeing 737-500 itu baru saja mengudara sekitar 4 menit.

Baca Juga: Kisal Mulia ARA, Kapal Kecil yang Jadi 'Mata Elang' untuk Evakuasi Korban Sriwijaya Air SJ 182, Mampu Deteksi Kondisi Bawah Laut Hingga 100 Meter, Komponen Canggih Ini Jadi Senjatanya

Terbang dari Jakarta-Pontianak, pesawat Boeing 737-500 Sriwijaya Air dengan nomor penerbangan SJ182 dilaporkan kehilangan ketinggian dalam waktu singkat.

Empat menit pasca-lepas landas dari Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, Sabtu 9/1/2021 kemarin, kejadian naas itu terjadi.

Pesawat dengan nomor penerbangan SJ182 itu seharusnya tiba pada pukul 15.15 WIB di Bandara Soepadio, Pontianak.

Baca Juga: Pilu, Keluarga Paskas Bandung yang Jadi Korban Sriwijaya Air SJ 182 Sempat Sampaikan 'Bye-bye', Tak Disangka Jadi Ucapan Perpisahan Terkahir Kalinya

Namun pesawat yang mengangkut 46 penumpang dewasa, 7 anak-anak, 3 bayi, dan 6 kru penerbangan itu dikabarkan hilang kontak sekitar 11 mil laut arah utara Bandara Soekarno-Hatta, di atas Kepulauan Seribu.

Berdasarkan laporan yang diunggah oleh akun Twitter Flightradar24, insiden tersebut terjadi empat menit setelah Sriwijaya Air SJ182 take off dari bandara Soekarno-Hatta.

"Sriwijaya Air penerbangan #SJ182 kehilangan ketinggian lebih dari 10.000 kaki dalam waktu kurang dari satu menit, sekitar empat menit setelah keberangkatan dari Jakarta," tulis Flightradar24.

Dari data yang diunduh juga tercatat ketinggian jelajah pesawat Sriwijaya Air SJ182 turun 5.500 kaki (dari 10.900 ke 5.400) dalam 15 detik.

 

Sementara dari ketinggian 5.400 kaki hingga 250 kaki dalam 7 detik.

Baca Juga: Kendala Membawa Berkah, Kisah Rachmati Calon Penumpang Pesawat yang Nyaris Naik Sriwijaya SJ 182 Namun Batal Karena Hasil Swab PCR Belum Keluar, Tak Menyangka Endingnya Bakal Begini

Berdasarkan data dari Planespotters.net, pesawat B737-500 yang dioperasikan Sriwijaya Air berusia 26,7 tahun, terbang perdana pada 13 Mei 1994, dan telah dipakai oleh Sriwijaya Air selama delapan tahun.

Pesawat tersebut pertama kali digunakan oleh maskapai AS, Continental Airlines setelah keluar dari pabrik pada 1994, kemudian dipakai oleh maskapai United mulai Oktober 2010.

Baru pada Mei 2012, pesawat dioperasikan oleh Sriwijaya Air.

Baca Juga: Sempat Kirim Foto Sayap Pesawat Sriwijaya Air Sebelum lepas Landas, Salah Satu Korban Bernama Indah Tulis Pesan Terakhir Untuk Adiknya..

Dalam penerbangan, masalah mesin ataupun badan pesawat memang riskan.

Mesin mati saat pesawat sedang mengudara merupakan satu tantangan tersendiri.

Pernah pada 16 Januari 2002, sebuah pendaratan darurat dilakukan meskipun mesin pesawat mati.

Mengutip Kompas.com, 19 tahun yang lalu, pesawat B737-300 Garuda Indonesia penerbangan GA421 berhasil ditching atau mendarat darurat di anak sungai Bengawan Solo.

Baca Juga: KN SAR Basudewa Langsung Merapat, Panglima TNI Hadi Tjahjanto Sebut Black Box Sriwijaya Air SJ 182 Telah Ketemu: Terus Dipantau

Disebutkan sebabnya adalah kedua mesin pesawat mati saat terbang akibat menembus badai hujan dan es.

Pesawat dengan rute Lombok-Yogyakarta itu membawa 54 penumpang dan 6 kru.

Seluruh penumpang selamat, tetapi seorang kru awak kabin ditemukan tewas, diduga akibat benturan saat pesawat mendarat.

Baca Juga: Jadi Korban Jatuh Pesawat Sriwijaya Air SJ 182, Keluarga Syifa Mila Selebgram Asal Pontianak Ketar-ketir Menunggu Kabar

Peristiwa itu menghasilkan salah satu masukan yang penting untuk dunia penerbangan, khususnya pabrikan mesin pesawat berdasar investigasi yang dilakukan oleh Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT).

GA421 dijadwalkan terbang dari Selaparang, Mataram, pada pukul 15.00 WITA.

Pesawat B737-300 registrasi PK-GWA yang dipiloti oleh Kapten Abdul Rozak itu kemudian menuju ketinggian jelajah 31.000 kaki.

Pesawat dijadwalkan tiba di Yogyakarta sekitar pukul 17.30 WIB.

Namun saat meninggalkan ketinggian jelajah untuk turun ke bandara Adisutjipto, di atas wilayah Rembang, kapten penerbangan memutuskan untuk sedikit menyimpang dari rute seharusnya, atas izin ATC.

Baca Juga: Terima 6 Kantong Potongan Tubuh Diduga Penumpang Sriwijaya Air SJ 182, RS Kramat Jati Ungkap Cara Identifikasi Korban, Ini Tahapan-tahapan yang Bakal Dilalui

Hal itu dilakukan karena di depan terdapat awan yang mengandung hujan dan petir.

Kru pesawat mencoba untuk terbang di antara dua sel awan badai.

Sekitar 90 detik setelah memasuki awan yang berisi hujan, saat pesawat turun ke ketinggian 18.000 kaki dengan kondisi mesin dalam posisi idle, kedua mesin tiba-tiba mati dan kehilangan daya dorong (thrust).

Baca Juga: Tak Pernah Meleset, Ramalan Mbak You Terkait Adanya Pesawat yang Akan Jatuh Sebelum Bulan Juli Terbukti, Ciri-cirinya Nyaris Sempurna

Pilot dan kopilot pun saat itu mencoba untuk menghidupkan unit daya cadangan (auxiliary power unit/APU) untuk membantu menyalakan mesin utama, tetapi tidak berhasil.

Penyelidikan yang dilakukan menyebut bahwa kru kokpit mencoba menyalakan mesin dengan interval setiap satu menit.

Manual B737 yang dikeluarkan Boeing menyebut APU mesti dinyalakan dalam interval 3 menit sekali.

Ketika pesawat sampai di ketinggian 8.000 kaki, dan kedua mesin belum berhasil di-restart, pilot melihat alur anak sungai Bengawan Solo dan memutuskan untuk melakukan pendaratan di sana.

Pesawat pun melakukan ditching tanpa mengeluarkan roda pendaratan maupun flaps (menjulurkan sayap).

Baca Juga: Kesaksian Tim Penyelam Kopaska yang Temukan Puing-puing Pesawat Sriwijaya Air SJ 182 di Sekitar Perairan Kepulauan Seribu, Mayor Edi Tirtayasa: Hancur Total

Saran untuk industri mesin pesawat

Penyelidikan yang dilakukan oleh KNKT menyimpulkan bahwa pelatihan yang diberikan maskapai Garuda Indonesia kepada pilot-pilotnya dalam hal interpretasi radar cuaca tidak sebagaimana mestinya dilakukan, hanya diberikan secara tidak formal.

Jika kru mengubah sudut radar cuaca pesawat ke bawah sebelum meninggalkan ketinggian jelajah, maka kemungkinan mereka akan melihat jalur awan di depan dengan lebih baik.

Dari rekaman suara kokpit dan melihat kerusakan di hidung dan mesin pesawat, disimpulkan awan badai yang ditembus GA421 kala itu bukan hanya berisi hujan saja, melainkan juga butiran-butiran es.

Baca Juga: Hilang Kontak di Atas Perairan Kepulauan Seribu, Sriwijaya Air SJ 182 Ternyata Sudah Berumur 26 Tahun, Menhub Era Gus Dur: Pesawat Ini Termasuk Klasik

Laporan menyebut air dan es tersebut memiliki kepadatan yang tidak bisa ditoleransi lagi oleh mesin saat kondisi idle, sehingga tidak bisa dinyalakan ulang.

Artikel ini telah tayang di Intisari dengan judul Sriwijaya Air SJ182 Terjun 3000 Meter Kurang dari Satu Menit, Dulunya Pesawat Satu Ini Malah Bisa Mendarat Darurat dengan Selamat Meski Mesin Mati, Begini Ceritanya (*)