Gridhot.ID - Kasus korupsi bansos yang menjerat mantan Menteri Sosial Juliari Batubara masih diselimuti kontroversi.
Dikutip Gridhot dari Tribunnews sebelumnya, Juliari Batubara kini dituntut hukuman 11 tahun penjara dari yang awalnya hukuman mati, lalu hukuman seumur hidup hingga kemudian berubah lagi.
Tuntutan ini akhirnya menuai polemik dari berbagai pihak yang mengawasi jalannya kasus ini.
Dikutip Gridhot dari Kompas.com, tuntutan yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada terdakwa korupsi pengadaan paket bantuan sosial Covid-19 wilayah Jabodetabek tahun 2020, Juliari Batubara, dinilai janggal.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Almas Sjafrina menilai tuntutan yang diberikan jaksa terlalu ringan dan mengindikasikan ketidaktegasan KPK melakukan penindakan pada koruptor.
"Juliari hanya dituntut hukuman 11 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan, dengan pidana tambahan uang pengganti Rp 14,5 miliar. Ringannya tuntutan tersebut semakin menggambarkan keengganan KPK menindak tegas pelaku korupsi bansos," tutur Almas dalam keterangan tertulis, Kamis (29/7/2021).
Dalam pandangan Almas, tuntutan yang diberikan bisa lebih tinggi, misalnya penjara seumur hidup hingga denda Rp 1 miliar.
"Tuntutan KPK ini terkesan ganjil dan mencurigakan. Sebab pasal yang menjadi alas tuntutan, yaitu Pasal 12 huruf b Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebenarnya mengakomodasi penjatuhan hukuman hingga penjara seumur hidup dan denda Rp 1 miliar," jelasnya.
Almas menyebut tuntutan pidana pengganti sebesar Rp 14,59 miliar juga terhitung rendah.
Itu karena besaran tersebut kurang dari 50 persen dari total nilai suap yang diterima Juliari Batubara.
"Tuntutan yang rendah ini kontradiktif dengan semangat pemberantasan korupsi. Padahal, Pimpinan KPK telah sesumbar menyatakan akan menghukum berat koruptor bansos Covid-19," terang dia.
Almas berharap majelis hakim dapat memberikan vonis maksimal pada Juliari.
"Melihat rendahnya tuntutan JPU terhadap Juliari, hakim harus mengambil langkah progresif dengan menjatuhkan hukuman maksimal yaitu pidana penjara seumur hidup kepada mantan Mensos tersebut," ungkapnya.
Alasannya, lanjut Almas, tindakan korupsi yang diduga dilakukan Juliari tidak hanya terkait suap tapi juga berpotensi merugikan keuangan dan perekonomian negara.
"Potensi tersebut dapat muncul dari besaran keuntungan yang tidak wajar yang diambil oleh para penyedia, yang minim pengalaman atau bahkan tidak memiliki pengalaman sama sekali sebagai produsen utama program bansos," ucapnya.
Alasan berikutnya adalah pemilihan perusahaan penyedia bansos melanggar ketentuan dan sarat kepentingan politik.
Proses penunjukan, kata Almas, mengabaikan ketentuan pengadaan darurat.
"Para penyedia minim pengalaman tersebut, kemungkinan dipilih karena ada kedekatan atau afiliasi politik tertentu," imbuh Almas.
Sementara itu Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri menyatakan, tuntutan JPU terhadap mantan Menteri Sosial Juliari Batubara sesuai dengan fakta persidangan.
"Dalam menuntut terdakwa (Juliari Batubara), tentu berdasarkan fakta-fakta hasil persidangan perkara dimaksud, bukan karena pengaruh adanya opini, keinginan, maupun desakan pihak manapun," kata Ali.
Dalam sidang tuntutan yang berlangsung Rabu (28/7/2021) jaksa juga menuntut agar hak politik Juliari dicabut selama 4 tahun.
Juliari bersama tim kuasa hukumnya mengajukan nota pembelaan atas tuntutan itu.
Kuasa hukum Juliari, Maqdir Ismail menjelaskan pengajuan nota pembelaan berdasarkan dua alasan, pertama terkait tuntutan uang pengganti sebesar Rp 14,59 miliar.
Kedua, kuasa hukum berpandangan bahwa tuntutan hanya didasarkan pada asumsi dari keterangan dua anak buah Juliari yaitu Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso.
(*)