Gridhot.ID – Panasnya situasi Afganistan ternyata berpengaruh ke berbagai negara.
Dilansir dari Kompas.com sebelumnya, Afganistan kini telah jatuh ke tangan Taliban.
Sementara itu rakyat dan penghuni Afganistan pun berbondong-bondong untuk mengevakuasi diri keluar dari negara ini.
Hal ini pun berimbas pada nasib WNI yang berada disana.
Retno Marsudi, Menteri Luar Negeri RI, memastikan bahwa Warga Negara Indonesia (WNI) telah dievakuasi dari Kabul, Afghanistan.
Dalam penerbagan dari Afghanistan melalui Pakistan, mereka akan segera tiba di Indonesia.
"Alhamdullilah, Pemerintah Indonesia telah berhasil mengevakuasi WNI dari Kabul, Afghanistan dengan pesawat TNI AU. Pesawat saat ini sudah berada di Islamabad untuk melanjutkan penerbangan ke Indonesia." ungkap Menlu Retno Marsudi dalam akunnya di Twitter Jumat siang (20/8/2021).
Menurut Menlu, tim evakuasi membawa 26 WNI, termasuk staf KBRI, 5 WN Filipina, dan 2 WN Afghanistan (suami dari WNI dan staf lokal KBRI).
Seorang WNI yang berada di Kabul menceritakan apa yang ia saksikan saat Taliban menguasai ibu kota Afghanistan.
Kondisi yang ia sebut sebagai ‘terjadi kepanikan dan ketakutan’.
Kementerian Luar Negeri RI, terkait pemerintahan Afghanistan setelah dikuasai Taliban, menyatakan bahwa ‘prosesnya masih sangat cair’ dan masih akan menunggu perkembangan selanjutnya.
Nostalgiawan Wahyudhi, peneliti politik Timur Tengah dari LIPI, menilai langkah itu sudah tepat dengan tak gegabah mengakui maupun sebaliknya, menolak pemerintahan baru bentukan Taliban.
Seorang WNI yang tak ingin namanya disebut demi alasan keamanan, memberi kesaksian, menggambarkan suasana di ibukota Afghanistan, Kabul, pada Minggu (15/8/20219) sebagai sebuah situasi ‘belingsatan’.
Manusia berhamburan di jalanan, pengendara mobil sudah tak lagi mengikuti aturan.
Dia mengingat dengan bak, bahwa makluman siaga 1 yang dikeluarkan pihak keamanan terbit sebelum jam makan siang, sekitar 10 pagi.
Beberapa menit kemudian, Kota Kabul penuh kendaraan hingga tak bisa bergerak.
"Kami mau langsung balik [pulang] itu, di jalan-jalan sudah belingsatan semuanya, mobil sudah ngebut sekencang-kencangnya nggak ngikutin arus jalan," cerita dia kepada wartawan BBC Indonesia, Jerome Wirawan, melalui sambungan telepon.
"Orang di jalan dengan berbagai macam buntelan yang mereka bawa," sambung dia.
Ia menuturkan, sebelum hari penguasaan oleh Taliban tersebut tiba, kekacauan terendus beberapa hari sebelumnya.
Antrean warga mengular di sejumlah mesin ATM, juga di bank-bank, warga beramai-ramai menarik uang dari rekening masing-masing.
"Beberapa tempat penjualan bahan pokok atau sembako banyak yang tutup, harga juga naik," kata dia menceritakan kondisi di Kabul.
"Saya 15 [Agustus] pagi masih berangkat bekerja dan melihat situasi di jalan yang luar biasa dari apa-apa yang saya pernah lihat di tahun-tahun sebelumnya, atau selama Juli," ungkap dia lagi.
Mengaku sempat khawatir, setelah kekuasaan kembali jatuh ke tangan Taliban, kekerasan puluhan tahun silam akan berulang.
Apalagi menurutnya, sebagian warga Afghanistan kian berani menunjukkan dukungan terhadap Taliban.
"Begitu tahu pasukan Taliban ada di batas pinggir Kota Kabul, bukan cuma kami aja yang panik, semua, seluruh penduduk panik," paparnya.
"Bayangin, Kabul itu jalan-jalannya tidak beraturan, jalan-jalan kecil, jalan besar juga semrawut, jalannya juga tidak bagus. Semua turun ke jalan untuk kabur menyelamatkan diri. Tapi sebenarnya mau menyelamatkan diri ke mana? Sekeliling Kota Kabul itu sudah dikuasai sama Taliban," ucap dia lagi.
Usai merebut ibu kota dan menduduki Istana Kepresidenan, pasukan Taliban melakukan patroli ke rumah-rumah penduduk.
"Ya memang sih kami dicek tiap rumah, diketok pintunya, 'bagaimana kondisinya kalian? Baik, sehat? Pihak laki-lakinya di sini apa pekerjaannya?'," ungkap dia sambil menirukan.
"Mungkin mereka [Taliban] akan mencari tahu apakah penghuni yang mereka patroli itu adalah bagian dari personel pemerintah, kayak gitu," sambung dia.
Tidak hanya itu, milisi Taliban juga melucuti senjata polisi di kantor-kantor kedutaan, perwakilan asing dan, kantor badan internasional lain.
Diplomatic Protective Services (DPS), yang semula melakukan penjagaan, di bawah kementerian dalam negeri dan polisi, kini semuanya digantikan oleh milisi Taliban.
Para petugas diminta pergi dan dibebastugaskan.
"Yang menjaga di luar pagar itu sudah bukan lagi DPS, sudah personel Taliban. Kelihatan sih bedanya, tampang-tampangnya sudah pejuang Taliban semua," paparnya.
"Dan memang mereka sudah pasti menyandang senjata laras panjang semua. Tapi mereka sangat santun, tidak agresif, bahkan mereka mengamankan proses evakuasi dan relokasi staf organisasi internasional," tuturnya.
"Jadi mereka mengamankan akses jalan, sementara personel bersenjata NATO menjaga di gerbang di bandara," sambung dia lagi.
Sejak 10 Agustus 2021, gelagat kisruh merapatnya warga ke Bandara Kabul sudah ia saksikan.
Dia menuturkan, awalnya penduduk berbondong ke kantor pelayanan publik di Afghanistan untuk mendapatkan visa sejak Juli 2021.
Tapi masing-masing kedutaan memiliki keterbatasan untuk memproses seluruh permohonan.
"Itulah mengapa mereka yang putus asa akhirnya merapat ke bandara. Gimana caranya kalau perlu nyangkut ke badan pesawat juga dikerjain," kata WNI ini menceritakan kondisi di bandar udara Kabul. (*)