GridHot.ID - Kasus dugaan pelecehan seksual di lingkungan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) masih terus menjadi sorotan.
Melansir Kompas.com, pegawai Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang diduga mengalami perundungan dan pelecehan seksual, MS telah selesai menjalani pemeriksaan Psikiatri di RS Polri.
Kuasa hukum MS, Muhammad Mualimin, menjelaskan bahwa Tim Dokter Psikiatri RS Polri memutuskan pengambilan keterangan MS, istri, ibu dan kakaknya telah cukup.
“Dengan berakhirnya pemeriksaan psikis ini, tim dokter butuh beberapa hari untuk membuat kesimpulan akhir dari kondisi kejiwaan MS,” sebut Mualimin dalam keterangan tertulis, Selasa (19/10/2021).
Adapun dugaan perundungan dan pelecehan seksual yang dialami MS masih dalam proses penyelidikan oleh Polres Metro Jakarta Pusat.
Dilansir dari tribunstyle.com, pilu korban pelecehan seksual dan bullying di lingkungan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), tak dapat bantuan berobat dan konsultasi psikiater.
MS, korban pelecehan seksual di KPI harus menelan pil pahit lantaran permintaanya pada KPI ditolak.
Ia meminta bantuan untuk pembiayaan obat juga konsultasi psikiater atas trauma yang dialami.
MS mengirim permintaan bantuan KPI dengan mengirimkan surat pada 13 Oktober 2021.
Namun sayang, pihak KPI tak mengamini apa yang dimohonkan oleh MS.
Walhasil, MS harus menanggung biaya tersebut sendiri.
Hal ini disampaikan oleh pengacara MS, Muhammad Mu'alimin.
Dikutip dari Tribunnews.com, Mu'alimin menyebut, sikap pimpinan KPI dalam menyikapi permintaan dari MS sangat egois dan tak mendengar apa yang dibutuhkan oleh MS sebagai korban.
"KPI sudah membalas surat permintaan pengobatan MS, tapi jawaban KPI tidak mengabulkan permintaan MS untuk penanggungan biaya dan memilih sendiri psikiater," ucapnya.
Menurut Mu'alimin, tindakan tersebut sangat egois.
"Kerusakan psikis MS hanya bisa ditangani Psikiater, tapi KPI ngotot dan bersikeras hanya memberikan psikolog. Sikap KPI sungguh egois dan tak mendengar keluhan MS sebagai korban yang butuh pengobatan," kata Mu'alimin, Minggu (24/10/2021).
Saat ini MS sudah harus menerima penanganan dari seorang psikiater dan bukanlah psikolog seperti yang ditawarkan KPI.
KPI memberikan alternatif pengobatan yang tidak dibutuhkan MS yakni dengan menyarankan kliennya diperiksa oleh psikolog di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo).
"MS butuhnya psikiater agar bisa mendapat pil atau obat penenang, penghilang cemas, tapi KPI malah menawarkan psikolog di Kementerian Komunikasi dan Informasi. Pimpinan KPI memberikan sesuatu yang tidak dibutuhkan MS," ucapnya.
Dirinya mengibaratkan solusi yang ditawarkan kepada MS adalah tidak sesuai dengan penanganannya.
"Ini ibarat MS butuh operasi di RS tapi KPI malah memberikan tukang pijit," tegasnya.
Lebih jauh Mu'alimin mengatakan, hasil dari pemeriksaan MS dengan psikiater yang ditempuhnya dengan biaya sendiri memiliki efek yang baik.
Di mana MS kata Mu'alimin diberikan tiga jenis obat untuk menutunkan kecemasan dan memberikan efek ketenangan agar MS bisa beristirahat.
"Kemarin MS berobat ke RS Polri dengan biaya sendiri dikasih 3 jenis obat, alhamdulillah setelah diminum jadi bisa tidur tenang dan kecemasannya hilang," kata Mu'alimin.
"Inilah kenapa MS meminta KPI agar menanggung pengobatan di psikiater pilihan MS sendiri. Sayangnya KPI tidak mengabulkan permintaan korban dan ini mengecewakan," tukasnya.
(*)