GridHot.ID - Kasus tabrak lari terjadi di Nagreg pada 8 Desember 2021 lalu.
Ketiga pelaku, alih-alih membawa Salsa dan Handi ke rumah sakit, malah membawa kabur dan membuang dua sejoli itu ke Sungai Serayu.
Melansir Tribunjabar.id, nasib Kolonel Priyanto diujung tanduk karena terlibat tabrak lari dua sejoli Salsa dan Handi di Nagreg.
Dalam kasus tabrak lari tersebutm, Kolonel Priyanto tak seorang diri.
Ia bersama dua anak buahnya, Koptu Dwi Atmoko dan Kopda Ahmad Sholeh.
Sementara itu, dilansir dari tribunjakarta.com, Etes Hidayatulloh, ayah dari Handi Saputra (17) menganggap perbuatan Kolonel Inf Priyanto yang didakwa melakukan pembunuhan berencana biadab.
Hal ini disampaikan Etes saat dihadirkan sebagai saksi oleh Oditur Militer Tinggi II Jakarta dalam sidang perkara di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta pada Selasa (15/3/2022).
Awalnya, anggota Majelis Hakim Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta Kolonel Chk Surjadi Syamsir bertanya apa yang hendak disampaikan Etes atas petaka yang menimpa anaknya.
"Bagaimana perasaan bapak, hatinya bapak. Sampaikan saja," kata Surjadi di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Selasa (15/3/2022).
Etes pun menjawab bahwa tindakan Priyanto yang menyuruh Koptu Ahmad Soleh dan Kopda Andreas Dwi Atmoko membuang Handi ke Sungai Serayu, Jawa Tengah perbuatan tega.
Pasalnya berdasar hasil pemeriksaan saksi di lokasi kejadian Handi masih hidup saat dibawa masuk ke dalam mobil Isuzu Panther.
Bahkan tampak menahan sakit meski tidak berucap apapun.
Hasil autopsi tim dokter RSUD Margono yang melakukan pemeriksaan pun menyatakan bahwa Handi dalam keadaan masih hidup saat dibuang ke Sungai Serayu, Jawa Tengah.
"Kok tega melihat orang kesakitan dalam mobil. Merintih, kok tega. Enggak ada rasa ibanya untuk dibawa ke Rumah Sakit," ujar Etes di hadapan Majelis Hakim Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta.
Dia mengatakan sebagai orangtua hatinya hingga kini masih merasa sakit atas petaka yang menimpa sang anak atas perbuatan didalangi oknum anggota perwira TNI AD itu.
Etes menyampaikan bila kasus anaknya murni kecelakaan lalu lintas yang tidak disengaja dia masih bisa menerima kejadian, bahkan mungkin bersedia masalah diselesaikan kekeluargaan.
"Kalau kecelakaan lalu lintas saya menerima. Dengan cara kekeluargaan, bagaimana baiknya. Mungkin kalau anak saya dibawa ke Puskesmas masih bisa hidup," tutur Etes.
Surjadi kemudian menanyakan apa hukuman yang diinginkan kepada Priyanto yang didakwa melakukan pembunuhan berencana, penculikan, hingga menghilangkan mayat.
Tapi Etes menyatakan tidak menuntut hukuman tertentu dan menyerahkan seluruh proses hukum kepada Majelis Hakim Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta yang menangani perkara.
"Kalau dihukum mati juga anak saya juga tidak akan kembali. Kalau kecelakaan lalu lintas biasa. Tapi ini ditabrak, dibuang," lanjut dia.
Jajang, ayah Salsabila (14) yang dihadirkan Oditurat Militer Tinggi II Jakarta sebagai saksi dalam sidang juga menyampaikan hal serupa saat ditanya Surjadi bagaimana perasaannya.
Jajang menjawab tindakan membuang putrinya ke Sungai Serayu, Jawa Tengah yang mengakibatkan jasad putrinya ditemukan dalam keadaan mengenaskan tidak bisa diterima.
"Tidak bisa (diterima)," kata Jajang.
"Tidak bisa diterima. Karena biadab," timpal Etes.
Mendengar keterangan Etes dan Jajang, Priyanto yang dihadirkan secara langsung di ruang sidang utama Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta hanya diam terduduk di kursi dekat penasihat hukum.
Sidang berlanjut ke tahap pemeriksaan saksi, diawali dari pihak Oditur Militer karena setelah sidang dakwaan Selasa (8/3/2022) Priyanto menyatakan tidak mengajukan eksepsi atau keberatan.
Pada sidang sebelumnya Wirdel sudah menyampaikan dakwaan kepada Priyanto yang isinya menyatakan oknum perwira menengah TNI AD tersebut disangkakan dakwaan gabungan.
Pasal Primer 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana jo Pasal 55 ayat 1 KUHP tentang Penyertaan Pidana, Subsider Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan, jo Pasal 55 ayat 1 KUHP.
Subsider pertama Pasal 328 KUHP tentang Penculikan juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP, subsider kedua Pasal 333 KUHP Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Orang juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP.
Subsider ketiga Pasal 181 KUHP tentang Mengubur, Menyembunyikan, Membawa Lari, atau Menghilangkan Mayat dengan Maksud Menyembunyikan Kematian jo Pasal 55 ayat 1 KUHP.
Bila mengacu pada pasal 340 KUHP yang dijadikan dakwaan primer, Priyanto terancam hukuman mati, penjara seumur hidup atau selama rentan waktu tertentu, atau paling lama 20 tahun penjara.(*)