Gridhot.ID - Teka-teki dalang yang bermain di balik mafia minyak goreng akhirnya terungkap.
Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan 4 orang sebagai tersangka kasus mafia minyak goreng.
Mengutip Kompas.com, tersangka pertama adalah Direktur Jenderal (Dirjen) Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Indrasari Wisnu Wardhana.
Selain itu, terdapat 3 tersangka yang merupakan petinggi di tiga perusahaan pengelolaan minyak kelapa sawit.
Mereka adalah Senior Manager Corporate Affairs PT Permata Hijau Group, Stanley MA; General Manager PT Musim Mas, Togar Sitanggang; dan Komisaris Wilmar Nabati Indonesia, Parlindungan Tumanggor.
"Tersangka ditetapkan 4 orang. Pertama, pejabat eselon 1 pada Kementerian Perdagangan, bernama IWW Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag," kata Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin, Selasa (19/4/2022).
Indrasari kini telah ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung RI bersama dengan tersangka Parlindungan Tumanggor.
Sementara itu, Togar dan Stanley ditahan di Kejakasaan Negeri Jakarta Selatan.
"Ditahan selama 20 hari (ke depan) terhitung hari ini sampai 8 Mei 2022," kata Burhanuddin.
Lantas siapakah Indrasari Wisnu Wardhana (IWW)?
Dilansir dari Kemendag.go.id, IWW dilantik menjadi Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag pada 6 Agustus 2019.
Ia bahkan merupakan Plt. Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappeti) Kemendag.
Tak hanya menjadi Dirjen dan Kepala Bappeti, IWW juga diangkat oleh Menteri BUMN Erick Thohir sebagai Komisaris PT Perkebunan Nusantara II (Persero) atau PTPN III.
Sebelum menjadi Dirjen Luar Negeri, IWW pernah menjabat sebagai Direktur Impor pada 2018 menggantikan Veri Anggriono.
Rekam jejak IWW sendiri tidak memperlihatkan prestasi yang begitu bagus.
Sebelumnya, pada 2019 lalu, KPK juga sempat memanggil IWW terkait kasus suap izin impor bawang putih.
Mengutip Tribunnews.com, saat itu tersangkanya I Nyoman Dhamantra selaku mantan anggota DPR dari Fraksi PDIP.
Pada tahun yang sama, Indrasari Wisnu Wardhana juga pernah dipanggil loleh KPK lagi.
Ia diperiksa sebagai saksi atas kasus dugaan suap kuota impor ikan pada 2019 di Perum Perindo.
Kasus tersebut menjerat mantan Direktur Utama Risyanto Suanda.
Beri Izin Ekspor 3 Pihak Swasta, Padahal Tak Berhak Dapat
Dalam aksinya kali ini, terungkap bahwa IWW tentunya tidak bekerja sendirian.
Telah disebutkan sebelumnya bahwa ada 3 orang lain yang ditetapkan sebagai tersangka kasus mafia minyak goreng.
Dalam kasus ini, Burhanuddin menuturkan para tersangka diduga melakukan pemufakatan antara pemohon dan pemberi izin penerbitan ekspor.
Lalu, kongkalikong dikeluarkannya perizinan ekspor meski tidak memenuhi syarat.
"Dikeluarkannya perizinan ekspor yang seharusnya ditolak karena tidak memenuhi syarat, telah mendistribuskan Crude Palm Oil (CPO) tidak sesuai dengan Domestic Price Obligation (DPO) dan tidak mendistribusikan CPO/RBD sesuai Domestic Market Obligation (DMO) yaitu 20 persen," jelasnya.
Lebih lanjut, Burhanuddin menuturkan ketiga tersangka yang berasal dari swasta tersebut berkomunikasi dengan Indasari agar mendapatkan persetujuan ekspor.
"Ketiga tersangka telah berkomunikasi dengan tersangka IWW, sehingga perusahaan itu untuk dapatkan persetujuan ekspor padahal nggak berhak dapat, karena sebagai perusahaan yang telah mendistribusikan tidak sesuai DPO dan DMO. Yang bukan berasal dari perkebunan inti," beber dia.
Harta Kekayaan Indrasari Wisnu Wardhana
IWW terakhir kali melaporkan harta kekayaannya pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tanggal 31 Desember 2020.
Kala itu, IWW menjabat sebagai Staf Ahli Bidang Iklim Usaha dan Hubungan Antar Lembaga di Kemendag.
Menurut Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), Indrasari tercatat mempunyai kekayaan senilai Rp 4.736.660.609.
Namun, jumlah itu berkurang menjadi Rp 4.487.912.637 lantaran ia memiliki utang sebesar Rp 248.747.972.
Sumber kekayaan IWW terbesar berasal dari 3 bidang tanah dan bangunan miliknya yang berada di Tangerang Selatan dan Bogor.
Ketiga tanah dan bangunan Indrasari nilainya mencapai Rp 3.350.000.000.
Ia juga tercatat memiliki dua alat transportasi, motor Honda Scoopy dan mobil Honda Civic, senilai Rp 445.500.000.
Lalu, harta bergerak lainnya sebesar Rp 68.200.000, serta kas dan setara kas Rp 872.960.609.
(*)