Find Us On Social Media :

Hampir 3000 Perusahaan Dilaporkan Gara-gara Pelanggaran THR, Serikat Pekerja: Paling Banyak Korbannya Buruh Perempuan

Ilustrasi demo buruh

Gridhot.ID - Ramadhan di tahun 2022 ini memang sudah nampak berbeda dari dua tahun sebelumnya.

Dikutip Gridhot dari Kontan, selain pelonggaran kebijakan covid-19, pemerintah juga mengingatkan agar para pengusaha atau perusahaan membayarkan THR karyawan secara penuh.

Hal ini sesuai Surat Edaran (SE) Nomor M/1/HK.04/IV/2022 tanggal 6 April 2022.

Namun faktanya masih ada laporan yang didapat pemerintah terkait adanya pelanggaran pemberian THR.

Dikutip Gridhot dari Kompas TV, buruh terus mendesak pemerintah untuk serius membenahi sistem pengawasan ketenagakerjaan yang sampai saat ini terbukti tidak efektif.

Pasalnya, pelanggaran pembayaran tunjangan hari raya (THR) keagamaan masih banyak terjadi.

Selama periode 8 April-1 Mei 2022, Kementerian Ketenagakerjaan mencatat ada total 5.496 laporan yang masuk ke Posko THR 2022 secara daring. Terdiri dari 2.935 pengaduan pelanggaran THR dan 2.561 konsultasi seputar pembayaran THR. Jumlah perusahaan yang diadukan sebanyak 1.688 perusahaan.

Adapun isu yang diadukan antara lain;1.384 THR yang tidak dibayarkan oleh 794 perusahaan,1.200 THR yang tidak dibayarkan sesuai ketentuan oleh 694 perusahaan, dan 351 THR yang terlambat dibayarkan oleh 200 perusahaan.

Melansir dari Kompas.id, Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK) Mirah Sumirat mengatakan, banyak buruh kontrak dan alihdaya (outsource) yang tidak mendapat THR tahun ini. Hal ini terjadi meskipun pemerintah telah mengimbau agar semua pekerja, baik buruh tetap maupun berstatus kontrak dan alihdaya, wajib dibayarkan THR-nya.

Baca Juga: Sadis! Terbakar Cemburu dan Dendam, Pria Ini Nekat Pukul Waria dengan Martil dan Copot Jantung Korban hingga Keluar

Dia menyayangkan kewajiban perusahaan untuk membayarkan THR ke pekerja kontrak dan alihdaya itu tidak tercantum dengan jelas dalam Surat Edaran (SE) M/1/HK.04/IV/2022 tentang Pelaksanaan Pemberian THR Keagamaan Tahun 2022 bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan.

Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah hal menyampaikan dalam konferensi pers dan pernyataan tertulis. ”Mungkin Kemenaker merasa perusahaan sudah paham. Padahal, yang sudah jelas-jelas diatur di SE dan UU saja masih bisa dilanggar, apalagi yang tidak,” ungkapnya.

Mirah menyebutkan, laporan yang paling banyak diterima menyangkut buruh kontrak dan alihdaya yang bekerja di sejumlah perusahaan perkebunan sawit besar. Hal ini diperkeruh kenyataan bahwa buruh non-tetap umumnya tidak berserikat sehingga sulit menuntut perbaikan nasib sebagaimana buruh tetap.

”Paling banyak korbannya buruh perempuan. Dari tahun ke tahun nasibnya sama. Ada yang dibayar tapi mepet, ada yang dibayar setelah Lebaran, ada yang sama sekali tidak dibayar,” tuturnya.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Kemenaker Anwar Sanusi menyampaikan, sebanyak 72 laporan pengaduan sudah ditindaklanjuti dan 1.610 sisanya masih berproses. Kemudian, sebagian besar laporan konsultasi THR sudah direspons pemerintah.

Dari total 2.561 laporan konsultasi, petugas sudah menyelesaikan 1.685 laporan dan tinggal merampungkan sisa 876 laporan lainnya.

”Laporan konsultasi yang masih dalam proses itu 100 persen pasti akan diselesaikan,” kata Anwar dalam keterangan pers yang dikutip Selasa (3/5/2022).

Dia mengatakan, pemerintah akan menjatuhkan sanksi secara bertahap kepada pengusaha yang tidak membayar THR atau tidak membayar THR sesuai ketentuan.

Hal itu berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan, sanksi tersebut terdiri dari teguran tertulis, pembatasan kegiatan usaha, penghentian sementara sebagian atau seluruh alat produksi, hingga pembekuan kegiatan usaha.

Baca Juga: Kompak Pakai Seragam Lebaran Warna Krem, Ayu Ting Ting Akui Bahagia Bisa Rayakan Idul Fitri 2022 dengan Sosok Ini, Siapa?

Pembenahan sistem

Mirah yang pernah menjabat Wakil Ketua Lembaga Kerja Sama Tripartit Nasional pun menegaskan pentingnya pemerintah segera membenahi sistem pengawasan ketenagakerjaan yang selama ini tidak berjalan efektif karena minimnya kuantitas dan kualitas petugas.

Petugas pengawas yang jumlahnya sangat minim itu hanya terpusat di ibu kota provinsi, padahal pelanggaran banyak terjadi di level kabupaten dan kota.

Disebutkan, hingga 2021, jumlah pengawas ketenagakerjaan hanya 1.686 orang dan ditempatkan di ibu kota provinsi. Sementara itu, idealnya diperlukan 6.000 pengawas yang tersebar di seluruh kabupaten/kota.

Jumlah pengawas tersebut sangat timpang dibandingkan jumlah perusahaan yang terdaftar di Wajib Lapor Ketenagakerjaan Perusahaan (WLKP) per tahun 2021, yaitu 343.000 perusahaan.

Lemahnya pengawasan ini, dipandang Mirah, sudah menjadi persoalan menahun yang tak kunjung ada solusi konkret.

(*)