Find Us On Social Media :

Jatuh Hati pada Wanita Bernama Rukmini, Kapten Pierre Tendean Rela Kemudikan Traktor Demi Tambah Penghasilan, Begini Kisah Cinta Sang Pahlawan Revolusi

Pierre Tendean

GridHot.ID - Pierre Tendean merupakan salah satu pahlawan revolusi.

Pierre Tendean ditembak mati di Lubang Buaya.

Mayat Piere Tendean bersama jenderal-jenderal yang lain seperti Suprapto, Sutoyo, Parman, Ahmad Yani, D.I. Pandjaitan, dan MT Haryono kemudian dimasukkan ke sumur tua di Lubang Buaya.

Prajurit tampan Pierre Tendean mati karena disangka sebagai atasannya, Jenderal A.H. Nasution. Ia meninggalkan ibunya yang berduka di hari ulang tahunnya serta calon istrinya, Rukmini.

Setelah kematiannya, pangkatnya dinaikkan secara anumerta menjadi kapten. Ia juga digelari sebagai Pahlawan Revolusi

Dilansir dari Kompas.com, kisah cinta Pierre Tendean dengan Rukmini banyak mendapatkan sorotan.

Pierre Tendean diketahui bertemu Rukmini di rumah orang tuanya saat hendak bertemu Pak Chaimin.

Hubungan antara keduanya terus terjalin di sela kesibukan tugas Kapten Pierre Tendean meski harus berpisah jarak.

Keluarga Pierre Tendean sempat ragu kepada pilihan sang anak, terlebih karena adanya perbedaan keyakinan.

Baca Juga: Joko Suranto Sang Crazy Rich Grobogan yang Bangun Jalanan Kampung Disambut Bak Pahlawan oleh Warga Saat Pulang Kampung, Tengok Kemeriahannya yang Penuh Lautan Manusia

Pierre Tendean lahir di keluarga Kristen sementara Rukmini menganut agama Islam.

Namun melihat kesungguhan sang putra yang rela berpindah agama demi Rukmini, pada akhirnya keluarga bisa menerima pilihan sang putra dengan tangan terbuka.

Demi bisa mempersunting pujaan hatinya, Pierre Tendean bahkan bekerja mengemudikan traktor di pengerjaan jalan Silang Monas untuk menambah penghasilannya.

Tak lama berselang pada tanggal 31 Juli 1965, ia menyempatkan untuk menemui keluarga Rukmini untuk melamar.

Dari pertemuan itu diputuskan bahwa keduanya akan menikah pada bulan November 1965.

Sayang takdir mendahului, Kapten Pierre Tendean gugur gara-gara G30S/PKI. Pernikahan yang sedianya dilangsungkan dalam beberapa hari harus kandas karena peristiwa nahas tersebut.

Biografi Singkat Kapten Pierre Tendean

Melansir Surya.co.id, Masykuri dalam buku Pierre Tendean (1983) menggambarkan dengan jelas sosok pahlawan berparas tampan ini.

Kapten Pierre Tendean dilahirkan di rumah sakit CBZ (R.S. Cipto Mangunkusumo) Jakarta, pada tanggal 21 Februari 1939.

Ia merupakan anak kedua dari tiga bersaudara sekaligus putera laki-laki satu-satunya dari keluarga Dr. A.L. Tendean, seorang dokter jiwa asal Minahasa.

Baca Juga: Jauh-jauh Naik Ojek Online dari Semarang untuk Temui Kenalan via Facebook, 2 Bocah dan 1 Balita Ditemukan Warga di Pantai Kulon Progo, Akui Sempat Diajak ke Semak-semak

Sang ibu berdarah Belanda-Prancis yang memberinya nama lengkap Pierre Andries Tendean.

Sementara kakak Pierre Tendean bernama Mitze Farre dan adiknya bernama Rooswidiati.

Semasa kecil hidupnya berpindah-pindah mengikuti pekerjaan sang ayah.

Pada masa perang gerilya, keluarga mereka membantu para pemuda dengan memberi obat-obatan secara sembunyi-sembunyi.

Ia bersekolah dengan baik dan bercita-cita menjadi seorang perwira militer dengan memasuki Akademi Militer Nasional (AMN).

Keinginannya sempat ditolak keluarga yang menginginkan putra mereka untuk meneruskan jejak sang ayah, terlebih Pierre Tendean adalah putra satu-satunya.

Namun pada akhirnya ia berhasil diterima di Akademi Militer Nasional dan mengambil jurusan teknik.

Wajahnya yang tampan membuatnya dijuluki Robert Wagner dari Bumi Panorama, serta dipanggil "patona" oleh para seniornya di akademi.

Pada tahun 1962, Pierre Tendean lulus dengan nilai yang sangat memuaskan dan dimulailah karirnya di dunia militer.

Baca Juga: Bersumber dari Kelelawar, Virus Hendra Tercatat Jauh Lebih Mematikan Dibanding Covid-19, Waspadai Gejalanya yang Salah Penanganan Bisa Berujung Serius

Setelah lulus Letda Pierre Tendean bertugas sebagai Komandan Peleton pada Batalyon Zeni Tempur 2 Kodam II Bukit Barisan, di Medan.

Pada tahun 1963, ia berkesempatan masuk ke Sekolah Intelijen di Bogor, dan kemudian menjalankan tugas intelijen di berbagai daerah.

Pierre Tendean sangat menikmati aktivitasnya di garis depan, sementara kedua orang tuanya begitu khawatir dengan keselamatan putra semata wayangnya.

Atas usaha orang tuanya, ia kemudian ditarik ke garis belakang dan ditugaskan sebagai ajudan Jenderal A.H. Nasution.

Pierre Tendean diangkat sebagai ajudan termuda Jenderal A.H. Nasution untuk menggantikan Kapten Manulang yang gugur dalam menjalankan tugasnya di Kongo.

Jabatan itulah yang diemban Kapten Pierre Tendean dengan penuh tanggung jawab hingga akhir hayatnya.

(*)