Gridhot.ID - Adam Deni dijatuhkan vonis 4 tahun penjara dan denda sebesar Rp 1 miliar dalam sidang di PN Jakarta Utara pada Selasa (28/6/2022).
Adam Deni dinilai terbukti bersalah karena telah mengunggah dokumen elektronik tanpa izin dari pemilik sekaligus pelapornya, Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni.
"Kepada terdakwa satu Adam Deni dan terdakwa dua Ni Made Dwita masing-masing dengan pidana penjara selama empat tahun," kata Rudi Kindarto, selaku Ketua Majelis Hakim.
Sementara untuk denda sebesar Rp 1 miliar harus dibayar atau jika tidak diganti dengan masa kurungan selama 5 bulan.
Majelis hakim meringankan vonis Adam Deni dan Ni Made Dwita dari yang awalnya dituntut 8 tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Sebelum pembacaan amar putusan, majelis hakim merinci lima poin yang meringankan hukuman kedua terdakwa.
Kelima poin tersebut adalah perilaku sopan, menyesali perbuatannya, belum pernah dihukum sebelumnya, alasan tulang punggung keluarga, dan sudah saling memaafkan dengan para saksi dan korban.
Mengutip Kompas.com, Adam Deni akan mengajukan banding atas vonis 4 tahun penjara dan denda sebesar Rp 1 miliar.
Sebab, Adam Deni merasa hukumannya masih cukup tinggi apabila dibandingkan dengan para koruptor.
Ia juga mencurigai adanya permainan di PN Jakarta Utara dengan Ahmad Sahroni.
Adam Deni mengaku penangkapannya begitu cepat dan tuntutannya pun terlalu tinggi.
"Penangkapan saya ini cepat, penanganan saya cepat, P21 saya cepat, tuntutan saya pun juga tinggi. Habis berapa puluh milliar saudara AS untuk membungkam saya?" ujar Adam Deni usai sidang di PN Jakarta Utara, Selasa (28/6/2022).
Ia bahkan menyebut Ahmad Sahroni menghabiskan dana lebih dari Rp 30 miliar demi manahannya.
"Saya mikirnya begini, lho. Seorang Adam Deni itu ditahan sangat mahal bisa lebih dari Rp 30 miliar karena apa?" ujarnya.
Ia menaruh curiga bahwa vonis yang diterimanya merupakan keinginan beberapa pihak untuk menutupi kasus tertentu.
"Kalau memang vonisnya masih tinggi berarti masih sesuai dengan pesanan dan barang bukti saya tidak bisa dikembalikan berarti ada dugaan bahwa kasus yang ingin saya bongkar ini ditutup-tutupi oleh pihak-pihak yang tidak suka dengan yang saya lakukan," ujarnya.
Sebelum kembali diantarkan ke Rutan Bareskrim Polri, Adam Deni sempat menyampaikan sebuah pesan untuk Sahroni.
"Pesan saya buat Ahmad Sahroni, hati-hati jika mau mencalonkan gubernur DKI," katanya.
Selain akan mengajukan banding, Adam Deni berniat melaporkan para penyidik di kasusnya ke Divisi Propam Mabes Polri.
"Besok saya akan bilang ke kuasa hukum saya untuk membuatkan kuasa kepada saya yang akan saya tandatangani di Rutan Bareskrim untuk memeriksa Pengadilan Negeri Jakarta Utara ini apakah ada dugaan suap dari Ahmad Sahroni atau tidak," katanya.
"Yang kedua, saya pasti akan melaporkan penyidik-penyidik saya kepada Divisi Propam Mabes Polri," sambungnya.
Diketahui sebelumnya, Adam Deni dan Ni Made didakwa melanggar Pasal 48 Ayat (3) jo Pasal 32 Ayat (3) UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 19 Tahun 2016 Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Dokumen itu terkait pembelian sepeda bernilai ratusan juta milik Sahroni dari transaksi dengan terdakwa Ni Made Dwita.
Dua sepeda itu dibeli Sahroni pada 2020, yaitu merk Firefly seharga Rp 450 juta dan merk Bastion senilai Rp 378 juta.
Menurut Adam Deni, Sahroni diduga telah melakukan pembelian ilegal berupa sepeda dari luar negeri agar tidak membayar pajak negara.
"Kita berdua ingin melapor ke KPK. Cuma karena status saya sebagai pegiat media sosial, saya ingin follow up lewat media sosial agar memperoleh atensi publik dahulu," ujar Adam Deni dalam persidangan sebelumnya.
Adam Deni kemudian mengunggah informasi tersebut ke media sosialnya karena yakin akan menyita perhatian publik.
Adapun penyebaran dokumen pribadi itu dilakukan Adam Deni melalui akun Instagram @adamdenigrk.
Tindakan itu membuahkan perkara hukum. Ahmad Sahroni kemudian melaporkan Adam Deni ke polisi.
Adam Deni sempat mengajukan upaya damai. Pihak Sahroni memaafkan, tapi ingin proses hukum tetap berjalan.
(*)