Gridhot.ID - Bharada E atau Richard Eliezer mengaku terpaksa menembak Brigadir J atas perintah atasannya, Irjen Ferdy Sambo.
Fakta ini diungkap kuasa hukum Bharada E, Deolipa Yumara saat wawancara khusus dengan Tribunnews di kawasan Depok, Jawa Barat, Selasa (9/8/2022).
Bharada E yang merupakan prajurit Brimob, kata Deolipa, hanya menerima perintah untuk 'mengeksekusi' Brigadir J.
Menurut pengakuannya kepada Deolipa, saat itu Bharada E merasa ketakutan saat menjalankan perintah atasannya itu.
Karena, jika tidak melakukan perintah untuk menembak Brihadir J, justru dirinya yang akan 'dieksekusi' oleh atasannya itu.
"Dia mengaku salah paling enggak. (Bharada E) ini kan Polisi Brimob, dan menjalankan perintah atasan," kata Deolipa.
"Tapi 'saya juga takut' kata dia kan, tapi ketakutan juga kalau saya tidak menembak (Brigadir J), saya yang ditembak. Kan gitu. Sama yang nyuruh nembak," kata Deolipa.
Deolipa juga mendengar curahan hati kliennya. Dimana, saat menembak Brigadir J, Bharada E dengan perasaan takut dan memejamkan mata.
"Makanya dia sembari memejamkan mata, door..door..door. gitu aja," ungkap Deolipa menceritakan curhat Bharada E.
"Karena dia itu prajurit Brimob yang terbiasa perintah komando, tentu atas arahan komando tadi dijalankan," sambungnya.
Mengutip Wartakotalive.com, kuasa hukum Bharada E yang lain, Muhammad Boerhanuddin mengatakan kliennya tidak mengetahui sama sekali motif Irjen Ferdy Sambo menyuruhnya menembak Brigadir J.
"Dia tidak tahu sama sekali. Dari pengakuan Bharada E, kalau di TKP tidak ada pertengkaran sama sekali. Yang dia cerita itu, dari Magelang mungkin ada masalah antara ibu dan Irjen Ferdy Sambo, begitu," kata Boerhanuddin di Hot Room Metro TV, Rabu (10/8/2022) malam.
Sebab kata Boerhanuddin, sejak di Magelang istri Sambo, Putri Candrawathi sudah menangis-nangis.
"Bharada E tidak menyebut masalahnya, cuma katanya Ibu Putri nangis-nangis dari Magelang itu. Menangis-nangis di rumah di Magelang situ," kata Boerhanuddin.
Diduga katanya ada pertengkaran antara Sambo dan istrinya di Magelang yang mengakibatkan Putri menangis.
"Bharada E tidak sampaikan motif menangis ibu Putri karena apa. Bharada E tidak tahu kenapa sampai menangis," ujar Boerhanuddin.
Menurutnya dari kesaksian Bharada E, di lokasi kejadian di rumah dinas Sambo, tidak ada pertengkaran sama sekali.
"Dugaan pelecehan itu tidak ada di TKP sama sekali, menurut Bharada E. Pengakuannya di TKP, Brigadir J belum tertembak. Yang pertama menembak adalah Bharada E atas perintah Irjen Sambo. Lalu dari pengakuan Bharada E tidak ada penganiayaan sama sekali," katanya.
Sebagai bawahan, katanya, Bharada E tidak kuasa menolak perintah Irjen Ferdy Sambo.
Dari keterangan Bharada E, kata Boerhanuddin, motif pembunuhan Brigadir J mengarah seperti pernyataan Menko Polhukam Mahfud MD yang mengatakan motif kasus ini sensitif dan mungkin hanya bisa di dengar orang dewasa.
Sementara itu, Menko Polhukam Mahfud MD menjelaskan maksud pernyataannya yang menyebut motif pembunuhan Brigadir J sensitif dan hanya boleh didengar orang dewasa.
Hal itu disampaikan Mahfud dalam program Satu Meja yang dipandu Budiman Tanuredjo di Kompas TV, Rabu (10/8/2022) malam.
Menurut Mahfud, sejauh ini ada 3 spekulasi yang berkembang di tengah masyarakat terkait motif pembunuhan Brigadir J.
Yakni pelecehan seksual, perselingkuhan segi empat dan perkosaan, yang mengakibatkan Brigadir J dihabisi Sambo.
Oleh karena itu, kata Mahfud penjelasan soal motif pembunuhan itu hanya berhak disampaikan langsung oleh tim penyidik dari kepolisian.
"Kalau motif biar dikonstruksikan hukumnya oleh Polri. Jangan tanya ke saya. Karena apa, karena menurut saya, sensitif. Apa sensitifnya, menyangkut orang dewasa," kata Mahfud.
"Pertama katanya pelecehan. Pelecehan itu apa sih, apakah membuka baju atau apa. Kan itu untuk orang dewasa. Kedua, katanya perselingkuhan empat segi. Loh siapa yang bercinta dengan siapa. Lalu, yang ketiga, yang terakhir yang mungkin karena perkosa, usaha perkosa lalu ditembak. Itu kan sensisitf," katanya.
"Jadi yang buka itu jangan saya, polisi saja. Karena ITU uraiannya panjang. Nanti polisi yang membuka ke publik lalu dibuka di pengadilan, oleh jaksa. Kalau tanya ke saya nanti malah salah," katanya.
Mahfud mengakui telah mendapatkan bocoran motif kasus ini dari berbagai sumber yang selama ini tak pernah muncul ke publik. Hanya saja, ia tetap tak bisa menyampaikannya.
"Banyak (bocoran motif), banyak, saya dapat bocoran tapi kan tidak boleh saya katakan yang begitu-begitu biar dikontruksi dulu," ujar Mahfud.
"Dapat hal-hal yang mungkin tidak pernah muncul di publik, dari Komnas HAM, dari LPSK, dari orang perorangan, dari para senior Polri, senior tentara dan sebagainya," imbuh dia.
Diberitakan sebelumnya, Irjen Ferdy Sambo resmi menjadi tersangka dalam kasus dugaan pembunuhan Brigadir J.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit mengungkapkan, Sambo memerintahkan Bharada E untuk menembak Brigadir J.
"Timsus menemukan bahwa peristiwa yang terjadi adalah peristiwa penembakan terhadap Saudara J yang menyebabkan J meninggal, yang dilakukan RE (Brigadir E), atas perintah saudara FS (Ferdy Sambo)," ujar Sigit dalam jumpa pers di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (9/8/2022) malam.
Sigit mengungkapkan, pihaknya masih mendalami keterangan para saksi ihwal motif Sambo memberi perintah tersebut.
Salah satu saksi yang diminta keterangan adalah istri Sambo, Putri Candrawathi.
"Terkait dengan motif, saat ini sedang dilakukan pendalaman terhadap saksi-saksi dan juga terhadap Ibu Putri," ujarnya.
Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto menjelaskan peran 4 tersangka termasuk Sambo dalam kasus dugaan pembunuhan Brigadir J.
Selain Sambo, tiga nama lainnya, yakni Bharada E, Ricky Rizal atau Brigadir RR, dan KM.
"Kejadian yang disembunyikan selama proses penyidikan yang dilakukan Bareskrim telah tetapkan 4 orang tersangka. Bharada E, Brigadir RR, KM, dan Irjen FS," kata Agus.
Berikut peran Ferdy Sambo hingga Bharada E:
- Bharada E: melakukan penembakan terhadap korban
- Brigadir RR: turut membantu dan menyaksikan penembakan korban
- KM: turut memantu dan menyaksikan penembakan korban
- Irjen Ferdy Sambo: menyuruh melakukan dan membuat skenario peristiwa seolah-olah terjadi tembak-menembak di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo di Duren Tiga.
(*)