Find Us On Social Media :

Peringatan Tak Digubris, Taiwan Akhirnya Tembak Jatuh Drone Diduga Milik China, Menteri Luar Negeri Tiongkok: Tidak Perlu Buat Keributan!

Ilustrasi konflik China-Taiwan

Laporan Wartawan Gridhot.ID - Akhsan Erido Elezhar

Gridhot.ID - Perdana Menteri Taiwan Su Tseng-chang mengatakan penembakan pesawat tak berawak sipil atau drone yang diduga milik China adalah tindakan paling tepat.

Dilansir Gridhot.ID dari artikel terbitan Tribunnews, 3 September 2022, sebab Beijing telah berulang kali mengabaikan peringatan Taipei untuk pergi dari wilayah Taiwan.

"Mereka berulang kali mengabaikan peringatan kami untuk pergi dan kami tidak punya pilihan selain melakukan pertahanan diri dan menembak," kata Su sebagaimana dikutip Al Jazeera, Jumat (2/9/2022).

"Ini adalah reaksi yang paling tepat setelah pengekangan dan peringatan berulang-ulang," tambahnya.

Su kemudian meminta China untuk menahan diri.

"Kami tidak akan pernah memprovokasi, dan kami akan melakukan hal yang paling tepat untuk melindungi tanah kami dan rakyat kami," katanya.

Adapun militer Taiwan menembak jatuh drone pertama yang memasuki wilayah udaranya di dekat pulau-pulau terpencil Kinmen yang terletak di sebelah Kota Xiamen, China pada Kamis (1/9/2022).

Drone itu ditembak jatuh setelah memasuki wilayah udara terbatas di dekat pulau kecil Shiyu (Singa), dan jatuh ke laut, menurut militer Taiwan.

Komando Pertahanan Kinmen mengatakan bahwa suar dan tembakan peringatan ditembakkan tetapi drone itu mempertahankan posisinya dan ditembak jatuh tepat setelah tengah hari.

Baca Juga: Perawakannya Mirip Hotman Paris, Petugas SPBU yang Viral Disebut Kembaran Sang Pengacara Kondang Akui Sempat Ketakutan Gara-gara Ini: Saya Umpet-umpetan

Mereka tidak mengatakan apakah telah menemukan drone itu atau senjata apa yang digunakan untuk menjatuhkannya.

Sehari sebelumnya, Taiwan mengatakan pihaknya memperingatkan drone yang melayang di atas tiga pulau yang didudukinya di lepas pantai kota pelabuhan Xiamen di China.

Hampir 450 serangan pesawat militer China ke zona identifikasi pertahanan udara Taiwan telah terjadi sepanjang tahun ini, menurut militer Taiwan.

Ketegangan antara Taipei dan Beijing telah meningkat sejak kunjungan kontroversial bulan lalu ke Taiwan yang diperintah sendiri oleh Ketua Dewan Perwakilan Rakyat AS Nancy Pelosi.

China menanggapi kunjungan itu dengan lebih dari seminggu latihan tembakan langsung militer di perairan sekitar Taiwan.

Kitsch Liao Yen-fan, konsultan militer dan urusan dunia maya untuk lembaga pemikir Taiwan Doublethink Lab, mengatakan militer China tampaknya menguji pertahanan Taiwan dengan peningkatan serangan udara.

Pengujian pertahanan semacam itu juga menetapkan "new normal" bagi Taiwan dalam hal tanggapannya terhadap China, kata Liao.

Lebih lanjut, penembakan drone hari Kamis terjadi setelah pemerintah Taiwan berjanji akan mengambil tindakan untuk menangani peningkatan gangguan tersebut.

Presiden Taiwan Tsai Ing-wen mengatakan telah memerintahkan militer untuk mengambil "tindakan balasan yang kuat" terhadap apa yang dia sebut sebagai provokasi China, Selasa (30/8/2022).

Baca Juga: Bibi Brigadir J Sebut Cuma Bharada E yang Jujur, Roslin Simanjuntak Kesal Tersangka Lain Beri Keterangan Bohong: Mereka Sudah Tidak Mau Bertobat

Tak lama setelah itu, pasukan Taiwan melepaskan tembakan peringatan ke drone untuk pertama kalinya.

Setidaknya dua video perjalanan drone baru-baru ini telah beredar luas di media sosial China, di mana salah satunya terlihat tentara Taiwan melempari pesawat itu dengan batu.

Perdana Menteri Sumengatakan video itu dibuat untuk propaganda di dalam negeri China, menambah kemarahan rakyat Taiwan.

Kementerian Luar Negeri China pada hari Senin menolak keluhan Taiwan tentang drone dengan mengatakan "tidak perlu membuat keributan".

China memandang Taiwan yang diperintah secara demokratis sebagai wilayahnya sendiri, meskipun ada keberatan keras dari pemerintah di Taipei.

Taiwan telah menguasai Kepulauan Kinmen, yang pada titik terdekatnya adalah beberapa ratus meter dari wilayah China, sejak pemerintah Republik Tiongkok yang dikalahkan melarikan diri ke Taipei setelah kalah perang saudara dengan komunis Mao Zedong pada tahun 1949.

Selama puncak Perang Dingin, China secara teratur menembaki Kinmen dan pulau-pulau lain yang dikuasai Taiwan di sepanjang pantai China.

Sementara Taiwan mempertahankan kehadiran militer yang cukup besar, dan pulau itu sekarang juga menjadi tujuan wisata.

Dikutip Gridhot.ID dari artikel terbitan Kompas.com, 3 September 2022, diberitakan sebelumnya, dalam beberapa bulan terakhir, pemerintah dan organisasi masyarakat sipil di Taiwan telah memulai serangkaian pelatihan yang dirancang untuk meningkatkan kesiapan tempur dan tanggap darurat.

Baca Juga: Terekam Tertawa Terbahak-bahak Saat Rekonstruksi, Kuat Ma'ruf Langsung Berubah Ekspresi Jadi Begini Saat Sadar Wajahnya Disorot Kamera

Salah satu organisasi terdepan dalam upaya ini adalah Forward Alliance, sebuah NGO yang bertujuan untuk meningkatkan ketahanan nasional Taiwan.

Sejak Maret lalu, NGO ini menawarkan program pertahanan sipil yang melatih peserta untuk melakukan pertolongan pertama, mengobati trauma, melakukan operasi pencarian dan penyelamatan, dan menemukan tempat perlindungan selama situasi darurat.

"Kami melatih warga sipil dalam menanggapi krisis," kata Enoch Wu, pendiri Forward Alliance. "Ini tentang bagaimana menjaga komunitas tetap berjalan. dan pelatihan membantu mempersiapkan warga dari krisis buatan manusia atau alam."

Program pelatihan awalnya dijadwalkan untuk dimulai pada bulan Agustus, tetapi perang di Ukraina meningkatkan rasa urgensi di seluruh Taiwan, sehingga Forward Alliance memutuskan untuk memulai pelatihan pada bulan Maret.

"Kami telah menerima tuntutan yang sangat kuat dari masyarakat. Orang ingin tahu bagaimana mereka dapat saling membantu dan mereka ingin tahu bagaimana melayani masyarakat, bahkan ketika mereka tidak berseragam," kata Wu kepada DW.

"Sesi pelatihan ini dapat memberi warga Taiwan rasa urgensi, dan pelatihan pertolongan pertama sangat praktis dan efektif baik dalam bencana alam maupun perang," kata Su Tzu-yun, seorang analis di Institut Riset Pertahanan dan Keamanan Nasional di Taiwan.

Persiapan adalah kunci

Pada 27 Agustus, Forward Alliance menyelenggarakan satu sesi pelatihan di kota terbesar kedua Taiwan, Taichung, yang diikuti puluhan pensiunan, ibu rumah tangga, profesional muda, dan pelajar.

Mereka memadati pusat komunitas setempat untuk mempelajari keterampilan dasar pertolongan pertama. Sebagian besar peserta mengatakan perang di Ukraina dan status politik sensitif Taiwan mendorong mereka untuk mengambil bagian dalam pelatihan ini.

Baca Juga: Karirnya Makin Moncer Usai Bikin Para Pejabat Ambyar, Farel Prayoga Kini Masuk Sekolah Naik Jet Pribadi, Terbongkar Alasanya Gara-gara Hal ini

"Saya memutuskan untuk mengikuti pelatihan karena perang di Ukraina," kata Cherri Lee, seorang profesional pendidikan berusia 40-an.

"Orang-orang di Taiwan telah menikmati perdamaian untuk waktu yang lama, tetapi saya berpikir itu bukan alasan bagi kami untuk terus berpuas diri menghadapi meningkatnya ancaman yang ditimbulkan oleh Cina."

"Memiliki tempat untuk mendapatkan informasi tentang pertolongan pertama dan mengetahui apa yang harus dilakukan ketika sesuatu terjadi, dan bagaimana bereaksi ketika keadaan darurat terjadi akan membantu menyadarkan warga, bahwa Taiwan mungkin tidak seaman yang mereka kira," tambahnya.

Peserta lain mengatakan penting bagi warga biasa untuk menyadari bahwa mereka juga dapat menjadi bagian dari tim penanggap pertama.

"Saya pikir itu luar biasa, bahwa kita bisa mendapatkan kesempatan untuk belajar bagaimana membantu orang lain setiap kali ada krisis," kata Jenny Chen, seorang konselor sekolah berusia 50-an.

(*)