Find Us On Social Media :

Keanggotaan KKB Papua Dibantah Keluarga Korban, Pangdam Cendrawasih Bocorkan Otak Pemutilasi yang Ternyata Sosok Ini, Bukan Perwira TNI

Rekonstruksi mutilasi di Papua. Ogah Dicap Sebagai Anggota KKB Papua, Simak Tuntutan Keluarga Korban Kasus Mutilasi di Papua.

Dikutip Gridhot.ID dari artikel terbitan Tribunnews, 23 September 2022, sebelumnya, otak mutilasi di Mimika, Papua ternyata bukan perwira TNI yang kini menjadi tersangka kasus tersebut.

Otak mutilasi di Mimika, Papua itu adalah warga sipil berinisial RMH yang kini menjadi buronan polisi.

Panglima Kodam (Pangdam) XVII/Cenderawasih Mayjen TNI Muhammad Saleh Mustafa mengatakan, RMH lah yang merencanakan dan mengenal para korban sebelum akhirnya memutilasi tubuhnya setelah dibunuh.

"Ada satu yang masih buron yaitu si RMH, itu otaknya, yang mengatur, yang menghubungi sampai mendesain keempat (korban) orang ini datang, sampai melakukan pembunuhan, diduga otaknya RMH. Keenam (anggota TNI) tersangka itu terlibat," ujarnya Mayjen TNI Muhammad Saleh Mustafa di Jayapura, Selasa (6/9/2022).

Lalu, bagaimana peran dua perwira TNI dan empat prajurit lain yang sudah ditetapkan tersangka?

Saleh menjelaskan, anggotanya secara sadar ikut merencanakan dan melakukan pembunuhan serta memutilasi keempat korban.

Baca Juga: 3 Bulan Lagi Panglima TNI Andika Perkasa Pensiun, Ternyata Syarat dan Aturan Pengangkatan Orang Nomor Satu di Militer Tak Sembarangan, Apa Saja?

Enam anggota TNI yang terlibat kasus mutilasi ini, dua diantaranya perwira TNI, yakni perwira infanteri berinisial Mayor Inf HF dan Kapten Inf DK.

Sementara sisanya berinisial Praka PR, Pratu RAS, Pratu RPC dan Pratu R.

Dua perwira yang diketahui salah satunya seorang wakil komandan juga berperan di kasus ini.

Kedua perwira ini tahu tapi ada pembiaran, makanya ini diduga beberapa kali sebelumnya pernah melakukan hal yang sama," kata dia.

Saleh mamastikan para tersangka dikenakan Pasal 340 UU KUHP tentang pembunuhan berencana dengan ancaman maksimal hukuman mati, seumur hidup atau paling rendah 20 tahun penjara.