GridHot.ID - Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) Papua masih menguasai wilayah Distrik Kiwirok, Kabupaten Pegunungan Bintang, Papua.
Diketahui jika hingga kini KKB Papua terus melakukan teror terhadap aparat maupun warga sipil.
Namun kondisi yang diciptakan oleh KKB Papua itu akhirnya dapat diatasi oleh tim gabungan Polri dan TNI.
Mengutip tribunjogja.com, operasi pembersihan KKB Papua di Kiwirok melibatkan 12 anggota polisi terpilih yang memiliki spesifikasi top pada pertengahan bulan lalu.
Pasukan yang terdiri dari 12 anggota polisi tersebut pun akhirnya berhasil mengusir para anggota KKB Papua yang selama ini membuat teror bagi masyarakat maupun anggota TNI Polri dari bandara Kiwirok.
Bukan perkara mudah untuk bisa menembus hingga wilayah bandara di Kiwirok.
Sebab, untuk bisa sampai di lokasi hanya bisa dilalui melalui jalur udara dan darat.
Namun karena KKB Papua masih menguasai Kiwirok, akses melalui penerbangan sangat rawan mendapatkan serangan dari para separatis.
Mau tak mau petugas akhirnya harus menuju ke Kiwirok melalui jalur darat.
Dilansir dari Kompas.com, 11 personel Satgas Nemangkawi yang dipimpin Iptu Budi Basrah harus menerjang terjalnya gunung-gunung di Kabupaten Pegunungan Bintang, Provinsi Papua, untuk membuka akses penerbangan di Distrik Kiwirok.
Pada 13 September 2021, warga di Distrik Kiwirok dikejutkan oleh aksi kelompok kriminal bersenjata (KKB) pimpinan Ngalum Kupel yang melakukan penyerangan dan membakar sejumlah bangunan.
Dalam penyerangan KKB di Kiwirok setahun lalu itu, seorang tenaga kesehatan tewas dan empat lainnya terluka. Seorang mantri juga sempat dilaporkan hilang, akhirnya ditemukan selamat.
Fasilitas umum yang dibakar KKB adalah Puskesmas Kiwirok, Kantor Bank Papua Perwakilan Distrik Kiwirok, Kantor Distrik Kiwirok, Sekolah Dasar Kiwirok, dan Pasar Kiwirok.
Akses Transportasi Tertutup
Distrik Kiwirok adalah salah satu kawasan terpencil di Pegunungan Bintang, Papua. Untuk menuju Kiwirok, hanya bisa dijangkau dengan penerbangan dari Distrik Oksibil selama 30 menit.
Jika berjalan kaki, biasanya masyarakat setempat membutuhkan waktu dua malam dari Oksibil menuju Kiwirok yang berada di ketinggian lebih dari 2.000 meter di atas permukaan laut (mdpl).
Selain karena kawasan tersebut dipenuhi perbukitan yang cukup tinggi, akses jalan belum dibuka.
Usai penyerangan, masyarakat setempat melarikan diri dan memilih mengungsi ke Distrik Oksibil.
Sementara situasi di Kiwirok masih mencekam karena KKB menguasai wilayah tersebut. Sedangkan aparat keamanan yang jumlahnya tidak banyak hanya bisa bertahan di dalam Pos Satgas.
Akibatnya, akses penerbangan tertutup karena faktor keamanan.
"Saat itu tidak mungkin pesawat mendarat karena KKB bersembunyi di jurang-jurang dan setiap saat bisa menembak pesawat yang akan mendarat," ujar Direskrimum Polda Papua Kombes Faizal Ramadhani, di Jayapura, Senin (17/10/2022).
Menurut dia, informasi mengenai adanya korban tewas atau terluka membuat aparat keamanan harus mengambil tindakan dalam waktu cepat.
Harus Berjalan Kaki
Keterbatasan pilihan transportasi untuk mengirim tambahan personel membuat Satgas Operasi Nemangkawi yang saat ini sudah berganti nama menjadi Satgas Operasi Damai Cartenz, harus mendorong pasukan dengan cara yang tidak lazim, yaitu berjalan kaki.
Faizal yang saat itu juga menjabat sebagai Kepala Satgas Penegakan Hukum Nemangkawi dan berada di Oksibil, telah memilih tim gabungan yang berisi dari 35 personel, mulai dari Satgas Nemangkawi, Polres Pegunungan Bintang, dan Brimob.
"Untuk meminimalisir terjadinya kontak senjata dalam perjalanan, 35 orang tersebut dibagi menjadi tiga tim, tim pertama seluruhnya dari Satgas Nemangkawi," kata Faizal.
Kondisi geografis yang harus dilewati 35 personel Polri itu tak mudah karena kontur pegunungan di wilayah itu curan dan sudut kemiringan hampir mencapai 90 derajat.
Hal itu juga yang membuat tim tidak diizinkan membawa banyak barang karena bisa menyulitkan mereka di perjalanan.
"Jadi saya targetkan paling lambat senin (20/9/2022) pagi harus sampai. Mereka jalan hanya pakai ransel kecil, jadi bahan makanan hanya mi instan, cokelat, dan air," tuturnya.
Tidur Sambil Jalan
Sabtu (18/9/2022), sekitar pukul 16.30 WIT, tim pertama yang berisi 12 personel Satgas Ops Nemangkawi memulai perjalanannya dari Distrik Oksibil menuju Distrik Kiwirok.
Jalan yang mereka lalui merupakan jalur tradisional yang biasa dilalui masyarakat setempat sehingga akses jalan setapak sudah terbuka.
Salah satu yang ikut dalam rombongan tersebut adalah Briptu Jenerio Teorupun.
Jenerio masih ingat bagaimana hujan terus turun sepanjang perjalanan. Sebagian besar rute yang dilewati menanjak dan menyusuri tepian jurang.
Tantangan semakin berat karena jalur yang mereka lewati lebih licin akibat hujan yang terus turun.
"Sepanjang perjalanan hujan dan kami jalan di tepian jurang, jadi kami harus lebih hati-hati," katanya.
Meski begitu, mereka berusaha bisa cepat sampai di lokasi untuk menyelamatkan aparat dan masyarakat di Kiwirok.Dalam perjalanan itu, 12 personel tersebut hanya dua kali beristirahat, yaitu di Kampung Oksebang dan sebelum memasuki Kiwirok.
"Istirahat paling 15 menit, di situ kami makan mie instan yang hanya dikremes (remas) dan dicampur bumbu," aku Jenerio.
Seluruh personel merasa lelah dalam perjalanan itu. Keinginan untuk segera sampai di Kiwirok menjadi energi tambahan bagi para personel.
Jenerio mengungkapkan, ada personel yang bahkan tidur dalam perjalanan karena kelelahan. Hal itu belakangan menjadi bahan becandaan bagi rekan lainnya.
"Ada yang sempat tidur sambil jalan, tapi itu kami yang lihat justru jadi lucu dan energi kita bertambah," ungkapnya.
Setelah berjalan sekitar 30 jam, tim pertama pun tiba di Distrik Kiwirok pada Senin (20/9/2022) sekitar pukul 05.00 WIT. Mereka segera menuju Pos Satgas TNI.
Akses Penerbangan ke Kiwirok Terbuka
Senin (20/9/2022), sekitar pukul 07.30 WIT, seluruh tim yang bergerak dari Oksibil akhirnya tiba di Kiwirok dengan selamat. Mereka langsung menyiapkan rencana untuk mengamankan Bandara Kiwirok.
Tidak berselang lama, kontak senjata antara aparat keamanan dengan KKB yang jumlahnya diperkirakan lebih dari 100 orang, pecah.
"Kami tiba jam 05.00 WIT, jam 09.00 WIT sudah ada kontak senjata, itu hanya pembersihan supaya bandara steril dari KKB," cetus Jenerio.
Rencana memukul mundur KKB dari kawasan Bandara Kiwirok pun berjalan lancar. Tak lama, helikopter milik TNI akhirnya bisa mendarat di Kiwirok untuk mengevakuasi korban.
"Sekitar jam 11.00 WIT heli mendarat, mereka tidak bisa lama di Kiwirok karena belum betul-betul aman. Mereka bawa satu jenazah dan korban luka-luka langsung ke Jayapura," tuturnya.
Setelah itu, pengamanan di Kiwirok makin diperluas karena ada rencana pesawat kembali masuk untuk memasok bahan pokok dan mengevakuasi warga.
"Besoknya (21/9/2022) baru pesawat bawa logistik masuk dan mengevakuasi warga yang tersisa ke Oksibil," kata Jenerio.
Kiwirok Kosong
Pascapenyerangan KKB ke Kiwirok, warga di wilayah tersebut memilih mengungsi karena takut menjadi korban.
Alhasil, Kiwirok menjadi seperti kota mati karena tidak adanya masyarakat dan hanya tersisa aparat keamanan dan KKB. Kekosongan di Kiwirok pun berkepanjangan hingga lebih dari satu tahun.
Sebagian besar warga Kiwirok berada di Oksibil dan mereka tinggal di beberapa lokasi.
Terkait adanya keinginan dari masyarakat untuk kembali ke Kiwirok, Kapolres Pegunungan Bintang AKBP Cahyo Sukarnito menyatakan, siap mendukung rencana warga.
Namun, ia belum bisa melaksanakannya karena keputusan akhir ada di pihak Pemerintah Kabupaten Pegunungan Bintang.
Menurutnya, perlu komunikasi aktif dengan KKB untuk memastikan tak ada lagi serangan di Kiwirok. Komunikasi itu hanya bisa dilakukan pemerintah kabupaten.
"Kita siap saja mendukung keinginan masyarakat, hanya kita tunggu komunikasinya pemerintah daerah yang bisa menjamin dan mendukung keamanan," kata Cahyo saat dikonfirmasi, Selasa (11/10/2022).
"Alangkah baiknya ada dialog pemerintah daerah dengan orang-orang yang berseberangan (KKB), dalam artian jangan masyarakat yang jadi korban, jangan sampai ketika masyarakat kembali lalu KKB berulah lagi," tutur Cahyo. (*)