Find Us On Social Media :

Penasihat Hukum Bharada E Hadirkan Saksi Meringankan, Ahli Psikologi Forensik Reza Indragiri Singgung Soal Tiga Aspek Perilaku Jahat: Jiwa Korsa Mereka Menyimpang

sosok Bharada Eliezer yang terlibat kasus pembunuhan Brigadir Joshua.

"Yang kedua dia diberi perintah oleh orang yang berhak memberi perintah yang wajib ditaati supaya melakukannya, lalu dia harus mengikuti yang mana,” terang Romo Magnis.

Romo Magnis lantas menyampaikan bahwa secara etika normatif, Bharada E harus menolak perintah menembak Yosua.

Namun, di sisi lain, Richard juga dihadapkan dengan relasi kuasa Ferdy Sambo sebagai Kadiv Propam saat itu yang tidak mungkin ditolak perintahnya.

“Tipe perintah yang amat sulit secara psikologis dilawan, karena siapa dia? Mungkin dia orang kecil, jauh di bawah yang memberi perintah, (Bharada E) sudah biasa laksanakan (perintah)," papar Romo Magnis.

Baca Juga: Senin Kliwon yang Dinaungi Satria Wirang Salah Satunya, Simak 3 Weton yang Dilindungi Khodam Indraprasta yang Punya Kekayaan Tiada Habis

"Meskipun dia (Bharada) ragu-ragu, dia bingung, itu tidak berarti sama sekali tidak ada kesalahan, tetapi itu jelas menurut etika sangat mengurangi kebersalahan,” terang Romo Magnis.

Romo Magnis pun menilai, tidak seharusnya Bharada E disalahkan sepenuhnya dalam peristiwa penembakan yang menewaskan Brigadir J.

Ia berpandangan, dalam sisi etika moral, Bharada E dihadapkan kondisi bingung dan tak tahu harus berbuat apa ketika diperintahkan oleh atasannya.

"Dari sudut etika (Bharada E) dalam situasi bingung, menurut saya, jangan begitu saja mengutuk atau mempersalahkan dia (Bharada E) obyektif dia salah," kata Romo Magnis.

"Dia harus melawan, tapi apakah dia bisa mengerti? Dan dalam etika, pengertian kesadaran itu merupakan unsur kunci," jelasnya.

Dua unsur meringankan Romo Magnis menilai, terdapat dua unsur yang dapat meringankan Richard Eliezer terkait tindakannya melaksanakan perintah Ferdy Sambo untuk menembak Brigadir J.

Ia berpendapat, unsur pertama yang dapat meringankan adalah kedudukan Richard sebagai anggota Polri berpangkat rendah yakni Bharada.

Menurut Romo, pangkat rendah Bharada E yang ketika itu berhadapan dengan eks Kadiv Propam Porli membuatnya terpaksa utuk melaksanakan perintah atasannya tersebut.

“Budaya laksanakan (perintah) itu adalah unsur yang paling kuat,” kata Romo.

Baca Juga: Santet Sering Digunakan untuk Celakai Orang dari Jarak Jauh, Simak Amalan Doa Agar Terhindar dari Sihir dan Guna-guna

Menurut Romo Magnis, perbedaan pangkat antara Bharada E dengan Ferdy Sambo membuatnya mengalami dilema moral terhadap tindakan melaksanakan perintah untuk menembak Brigadir J.

Guru Besar Ilmu Filsafat ini juga menilai, unsur meringankan lainnya yakni keterbatasan waktu berfikir ketika mendapatkan perintah dari atasan yang merupakan Jenderal bintang dua itu.

Menurut Romo Magnis, Bharada E dihadapkan dalam situasi yang membingungkan untuk melaksanakan atau menolak perintah yang secara norma merupakan perintah yang salah.

“Dia (Bharada E) harus langsung bereaksi. Itu dua faktor yang secara etis yang meringankan,” kata Romo Magnis.

“Kebebasan hati untuk mempertimbangkan dalam waktu berapa detik mungkin tidak ada,” ucapnya melanjutkan.

(*)