Gridhot.ID - Polri telah mendalami keterkaitan antara simpatisan KKB Papua, Anton Gobay dengan Gubernur Papua nonaktif Lukas Enembe.
Adapun Anton Gobay merupakan warga negara Indonesia (WNI) yang ditangkap oleh Kepolisian Filipina terkait kepemilikan senjata api ilegal pada Sabtu (7/1/2023) lalu.
Tak lama usai penangkapannya di Filipina, beredar foto Anton Gobay dan Lukas Enembe dalam satu frame yang sama.
Dalam foto terlihat, Anton Gobay dan sejumlah orang yang mengenakan seragam pilot sedang berfoto bersama Lukas Enembe.
Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadiv Hubinter) Irjen Krishna Murti mengatakan, informasi soal keterkaitan Anton Gobay dan Lukas Enembe, masih menjadi informasi intelijen yang belum bisa dibuka ke publik.
"Kalau informasi intelejen kan tidak bisa dibuka ke publik. Tapi kan kasusnya sudah terang benderang kami informasikan," kata Krishna saat ditemui Kompas.com di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (9/2/2023).
Diberitakan sebelumnya, Anton Gobay bersama 2 rekannya yang merupakan warga negara Filipina, ditangkap pada Sabtu (7/1/2023) karena kepemilikan senjata ilegal.
Dari hasil pendalaman Tim Mabes Polri yang dikirim ke Filipina, Anton membeli senjata api di Filipina dengan nama alias atau samaran.
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo mengatakan, senjata api itu dibeli di wilayah Danao City, Provinsi Cebu, Filipina.
Totalnya, ada 12 senjata api yang dibeli.
Anton membeli 10 senjata laras panjang jenis M4 kaliber 5,56 mm tanpa amunisi serta 2 senjata api laras pendek jenis Ingram dengan kaliber 9 mm tanpa amunisi.
Berdasarkan keterangan Anton ke polisi, senjata api itu akan disalurkan untuk KKB Papua.
Anton sendiri mengaku hanya seorang simpatisan Organisasi Papua Merdeka (OPM).
"Iya (KKB), kalau menurut yang bersangkutan (Anton) seperti itu," ujarnya.
Selain itu, diketahui bahwa Anton merupakan pengangguran setelah dilakukan pemeriksaan dan penelusuran oleh pihak Kepolisian setelah Intelijen Filipina.
"Data-data yang pasti yang bersangkutan ini adalah pengangguran," ujar Krishna.
Hasil introgasi awal penangkapan, Anton diduga seorang pilot yang bekerja di Filipina.
Dari hasil pendalaman lebih lanjut, ditemukan informasi bahwa Anton memang pernah sekolah pilot selama 3 tahun di Filipina.
Namun, setelahnya Anton belum bekerja.
Meski tidak punya pekerjaan, Anton memiliki uang yang besar untuk membeli senjata api.
"Jadi setelah sekolah pilot, belum bekerja tapi mempunyai uang yang cukup lumayan untuk orang yang tidak bekerja untuk membeli senjata dengan angka yang fantastis," ujar Krishna.
Mengenai sumber dana Anton, Krishna mengatakan bahwa hal itu tidak dapat diungkap ke publik.
"Terkait dengan dananya dari mana itu sebagai bahan informasi intelijen yang kalau informasi intelijen dikecualikan tidak bisa diungkap di publik," ucap dia.
Kata dia, pihak kepolisian fokus untuk melakukan upaya untuk mencegah adanya penyeludupan senjata api.
TPNPB-OPM: Anton Gobay bukan anggota kami
Melansir dari BBC News Indonesia, Juru bicara Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat- Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM), Sebby Sambom, menegaskan bahwa Anton Gobay bukan bagian dari organisasinya.
"Anton Gobay bukan bagian dari anggota kami. Dia bagian dari milisi-milisi tandingan yang mau saingi kami. Dia anggota Benny Wenda dari West Papua Army," kata Sebby.
Sebby juga menegaskan bahwa senjata-senjata yang digunakan oleh kelompoknya berasal dari dua sumber, yaitu hasil rampasan usai tembak menembak dengan aparat TNI/Polri, dan juga pembelian dari oknum-oknum aparat keamanan.
"Kalau beli itu satu-satu saja dari polisi dan tentara itu, namanya bisnis, uang, money is power. Sementara dari Filipina tidak pernah, kami tidak punya jaringan," ujarnya.
Di sisi lain, Ketua Organisasi Papua Merdeka dan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (OPM-TPNPB), Jeffrey Bomanak, membenarkan bahwa senjata yang dibawa Anton Gobay merupakan milik organisasinya.
Tapi, pernyataan Jeffrey dibantah oleh Sebby yang mengatakan, "Jeffrey dan Benny itu anak kriminal, kelompok-kelompok kecil saja mereka, orang-orang ambisus. Seluruh Papua tidak akui mereka."
(*)