Find Us On Social Media :

Pasukan KKB Papua Klaim Bunuh Prajurit TNI di Yahukimo, Elkius Kobak Panglima Kodap XVI Beri Ultimatum Ini ke Warga

Seorang prajurit TNI tertembak saat terjadi kontak senjata antara pasukan Kodap Ilaga dan TNI Polri di Distrik Ilaga, Kabupaten Puncak, Sabtu 18 Februari 2023. KKB Papua klaim menembak prajurit TNI.

Tapi apa yang sebenarnya jadi penyebab masalah KKB Papua tak kunjung usai?

Pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi mengatakan, kehadiran KKB di Papua bukan tanpa alasan.

Menurutnya, adanya KKB merupakan dampak dari persoalan di Papua yang tidak pernah terselesaikan.

"Saya kira bukan urusan TNI saja, harus diselesaikan secara komprehensif oleh pemerintah," kata Fahmi saat dihubungi Kompas.com, Senin (28/3/2022).

"Karena bukan soal gangguan keamanan saja, tapi juga persoalan lain yang memicu terjadinya ketidakpuasan dan gangguan keamanan di tengah masyarakat," sambungnya.

Oleh sebab itu, gangguan keamanan, teror, dan serangan bisa terjadi kapan pun untuk menunjukkan eksistensi mereka.

Baca Juga: Energi Cakra Jantung Langit Mengalir di Tubuh, Orang dengan Weton Berikut Ini Bakal Dinaungi Khodam Kera Putih Arcopodo

Fahmi menjelaskan, ada krisis kepercayaan dari masing-masing pihak.

Di satu sisi, KKB cenderung pesimis terhadap agenda-agenda yang ditawarkan pemerintah dan curiga terhadap apa yang dikerjakan untuk masyarakat Papua.

"Mereka juga melihat apa pun yang dianggap terbaik untuk Papua, itu kan versi Jakarta. Jadi lebih menunjukkan kepentingan Jakarta daripada aspirasi masyatakat Papua.

Ini kan artinya mereka memiliki ketidakpercayaan," jelas dia. Di sisi lain, pemerintah sendiri tidak menunjukkan posisi yang lebih positif terhadap persoalan Papua.

Akhirnya, dialog pun sulit tercapai karena tidak adanya kepercayaan yang terbangun dengan baik.

Fahmi menuturkan, permasalahan ini kemudian dipersulit dengan masalah kekerasan di Papua, baik dari KKB maupun TNI dan Polri.

Meski TNI mulai mengubah pendekatan dari senjata menjadi dialog, ia menyebut masih sulit dilakukan karena dimotori oleh militer.

"Masalahnya bagaimana mungkin tindakan merangkul ini dilakukan oleh perangkat yang sebelumnya diberi mandat untuk memukul," ujarnya.

"Maksud saya, seharusnya TNI dan Polri diposisikan untuk antisipasi kemungkinan terburuk, sementara perangkat pemerintah yang lain harus menjalankan dengan baik kebijakan merangkul itu dalam berbagai bentuk program," jelasnya.

Oleh karena itu menurutnya perubahan pendekatan itu juga harus disertai dengan pergantian leading sector.

(*)