Gridhot.ID - Setelah viralnya kasus Rafael Alun Trisambodo, terungkap banyak pegawai pajak yang nyambi menjadi konsultan pajak.
Mantan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Yunus Husein mengungkap, ada praktik "dukun" yang banyak dilakukan oleh pegawai pajak.
Praktik "dukun" di sini maksudnya pegawai pajak merangkap menjadi konsultan bagi wajib pajak tertentu.
Yunus menyebut, praktik "dukun" itu sudah berlangsung lama di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Yunus mengatakan, praktik pegawai pajak yang menjadi konsultan sudah pernah dikeluhkan sebelumnya.
"Dulu zaman Pak Fuad Rahmany (Dirjen Pajak 2011-2024) mengeluh, 'Ini mereka banyak yang menjadi dukun,' katanya," kata Yunus dalam program Ni Luh di Kompas TV.
"Dukun dipelihara oleh wajib pajak sebenarnya. Jadi, dia jadi konsultan. Bisa juga dia kasih tax planning, bisa juga dia kasih kemudahan-kemudahan untuk perpajakan," lanjut Yunus.
Di sisi lain, Yunus mengatakan jumlah "dukun" di Ditjen Pajak sudah mulai berkurang saat ini, karena jalannya penegakan hukum.
"Jadi Pak Fuad dulu pernah. Dia tanya ke mereka, 'Wajib pajak ini masih jadi warga binaan enggak?' Ternyata masih ada yang mau ngaku. Tapi sedikit, tidak banyak," ucap Yunus.
Yunus lalu memaparkan modus-modus yang digunakan para pegawai pajak yang merangkap menjadi konsultan untuk memuluskan pembayaran pajak kliennya.
Salah satu caranya adalah membuat perencanaan pajak atau tax planning bagi wajib pajak tertentu.
Tujuan dari tax planning adalah supaya wajib pajak bisa terhindar dari kewajiban membayar atau memangkas jumlah pajak yang seharusnya dibayar dan nilainya sudah ditentukan negara.
"Tax planning ini bagaimana mengatur pajak dari perusahaan atau seseorang biar dia nanti dari sudut perpajakan aman. Dan di sini kan menyimpang."
"Diatur oleh si konsultan yang orang pajak ini ya yang disebut 'dukunnya' dari si warga binaan wajib pajak itu," ucap Yunus yang merupakan pakar tindak pidana korporasi dan ahli hukum perbankan.
Diberitakan sebelumnya, kinerja Direktorat Jenderal Pajak menjadi sorotan setelah mantan pejabat DJP Rafael Alun Trisambodo diduga mempunyai jumlah kekayaan tak wajar.
Harta tak wajar Rafael Alun terkuak setelah putranya, Mario Dandy Satrio (20), menganiaya David (17) yang merupakan anak pengurus GP Ansor.
Rafael Alun yang merupakan pejabat eselon III di Ditjen Pajak tercatat memiliki harta kekayaan mencapai Rp 56,1 miliar di dalam LHKPN.
Sementara Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) juga telah memblokir puluhan rekening Rafael Alun dan keluarga dengan transaksi senilai Rp 500 miliar.
Rekening yang diblokir ini terdiri dari rekening pribadi Rafael, keluarga termasuk putranya Mario Dandy dan perusahaan atau badan hukum, serta konsultan pajak yang diduga terkait dengan Rafael Alun.
PPATK sebelumnya menyatakan sudah menemukan indikasi transaksi mencurigakan Rafael Alun sejak 2003 karena tidak sesuai profil dan menggunakan nominee atau kuasa.
PPATK juga mendapat informasi dari masyarakat mengenai konsultan pajak terkait Rafael Alun melarikan diri ke luar negeri.
Diduga ada 2 orang mantan pegawai Ditjen Pajak yang bekerja pada konsultan tersebut. KPK pun sudah mengantongi dua nama orang itu.
Adapun KPK sudah memutuskan membuka penyelidikan dugaan tindak pidana terkait harta kekayaan Rafael Alun.
Dalam proses ini, KPK akan mencari bukti permulaan dugaan tindak pidana korupsi.
Di sisi lain, Kementerian Keuangan memutuskan memecat Rafael setelah melakukan audit. Menteri Keuangan Sri Mulyani pun dilaporkan menyetujui pemecatan Rafael Alun.
Sri Mulyani bahkan membubarkan klub pengendara motor pegawai Ditjen Pajak, Belasting Rijder, sebagai dampak dari kasus Rafael.
(*)