Find Us On Social Media :

Urus Surat Kematian, Direktur KPK Malah Disuruh Bayar Pungli Rp20.000 ke Lurah Sebagai Biaya Tanda Tangan: Warganya Sedang Berduka

Ilustrasi uang

Gridhot.ID - Pungutan liar atau pungli memang masih menjadi penyakit masyarakat yang ada di mana-mana.

Seluruh kalangan masyarakat masih merasakan pungli ketika ingin mengurus hal-hal tertentu.

Dikutip Gridhot dari Gramedia Blog, pungli adalah tindakan yang dilakukan oleh seseorang, pegawai atau pejabat pemerintah dengan meminta pembayaran sejumlah uang yang tak pantas ataupun tidak berdasarkan kepada persyaratan pembayaran yang ada.

Kegiatan pungli itu sendiri juga sering disamakan dengan pemerasan, penipuan ataupun korupsi.

Pungutan liar sebagai komisi yang tak boleh dibebankan ataupun dikumpulkan.

Pemerasan sendiri sering dilakukan oleh pejabat ataupun pegawai pemerintah.

Kata pungutan liar sendiri tiba-tiba menjadi tren lagi sejak kemunculan Keputusan Presiden 87 Republik Indonesia mengenai Pasukan Bersih yang Menyapu Satgas Retribusi Liar 2016.

Salah satu kisah pungli paling mengejutkan datang dari sosok yang satu ini.

Pengalaman tidak mengenakkan dialami Direktur Sosialisasi dan Kampanye Anti Korupsi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Amir Arief, saat berada di Kota Medan, Sumatera Utara.

Dikutip Gridhot dari Kompas.com, Amir menjadi korban pungutan liar (pungli) oleh oknum lurah di Medan.

Amir mengatakan, peristiwa itu terjadi pada 2021 saat dia pulang ke kampung halamannya di Medan untuk mengurus surat keterangan kematian ibunya pada 2021.

Baca Juga: Innalillahi Wa Innailaihi Rojiun, Bintang Sinetron Kondang Ini Meninggal Dunia Usai Koma Hampir 1 Minggu, Organ Penting Ini Ternyata Sudah Alami Sakit Sejak Lama

“Hari ketiga setelah pemakaman, saya mau urus surat keterangan kematian ke lurah Kota Medan,” ujar Amir saat menjadi pembicara Sosialisasi Pencegahan Tindak Pidana Korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang di Kemensetneg, Senin (27/3/2023), dikutip dari akun YouTube Kemensetneg.

Amir ditemani adiknya ke kantor lurah dan tiba sekira pukul 11.00 WIB. Saat itu kondisi kantor tampak sepi.

“Cuma ada dua orang, satu satpamnya jaga pakai kaus sekuriti, satunya lagi (ada) ibu tukang ketik,” ujar Amir.

Amir lalu menjelaskan keperluannya kepada seorang pegawai wanita. Pegawai itu selanjutnya menyuruh Amir menunggu lurah yang belum datang. Ada sekitar empat jam Amir menunggu.

“Saya tunggulah jam 12.00 WIB, enggak datang, jam 13.00 WIB saya makan di warung dulu, dia enggak datang juga. Baru datang lurah jam 15.00 WIB,” kata Amir.

Kemudian, pegawai tersebut menyuruh Amir untuk langsung meminta tanda tangan ke lurah tersebut dan tidak melalui para pegawai.

“Tukang ketik ngomong ke saya, ‘Kalau ngurus surat kayak gini, minta tanda tangan jangan kami, yang ngurus Abang sendiri yang masuk ke ruangan lurah',” ujar Amir menirukan ucapan pegawai itu.

Amir lantas menyuruh adiknya menjumpai lurah tersebut.

“Cepat aja tanda tangannya, 5 menit jadi tanda tangan. (Tetapi) adik saya baru beranjak dari kursi, lurahnya setengah teriak, ‘Bang, kok gitu aja, Bang’. Bisa tahu artinya apa? Minta surat minta tanda tangan, enggak boleh cuma gitu aja,” ujar Amir.

Amir ketika itu menduga sang lurah ingin meminta uang ke adiknya. Dia lalu mengonfirmasi ke pegawai yang sebelumnya dia jumpai.

“Saya tanya ke tukang ketik, 'Emangnya kalau Bu Lurah itu, surat kayak gitu kasih berapa? Ah, kasih aja, masukkan lacinya itu. Kami pun enggak dikasih? Saya tanya berapa? Rp 20.000,” ujar Amir.

Baca Juga: Sri Mulyani Bisa Masuk Apron Bandara Soetta dengan Mobil Alpharnya, Sang Menteri Meradang Dituding Selewengkan Kekuasaan, Menkeu Beri Alasan Begini

Namun, Amir tidak menjelaskan apakah dirinya jadi memberikan uang kepada lurah tersebut.

“Rp 20.000 (diminta) dari warganya yang sedang berduka, surat kematian bayar Rp 20.000 tahun 2021. 76 tahun Indonesia merdeka, kita masih ngalami seperti itu,” ungkapnya

Jawaban Pemkot Medan

Kepala Bagian Tata Pemerintahan (Kabag Tapem) Kota Medan Andi Mario mengatakan akan mencari lurah yang berbuat menyimpang tersebut.

“Jadi kita coba telusuri juga, (tapi siapa) lurahnya kami belum bisa menjawab,” ujar Andi kepada Kompas.com melalui telepon seluler, Selasa (28/3/2023).

Andi sangat menyesalkan peristiwa itu bisa terjadi. Agar peristiwa itu jelas, dia meminta Amir memberitahu lurah yang dimaksud.

“Cuma kan statement beliau ini tidak menyebutkan siapa lurahnya, lurah mana? Hanya menyebutkan lurahnya wanita. Sementara pada saat itu, ada sekitar 40 atau 50-an lurah wanita di Kota Medan tahun 2021,” ungkapnya.

Kata Andi, pihaknya juga tidak bisa asal menuduh dalam melakukan penindakan persoalan ini.

“Cuma kan tidak ada maling yang mau mengaku. Kalau memang ada bukti dari beliau itu, ada di kelurahan mana, kita bisa telusuri. Sejauh ini belum disebutkan karena di tahun 2021 sudah ada beberapa mutasi juga,” ujarnya.

(*)