Find Us On Social Media :

Sosok Pemilik Toko Buku Gunung Agung, Bisnis Naik Turun, Sempat Rasakan Keterpurukan Saat Terjerat Utang Hampir Setengah Triliun Rupiah

Toko Buku Gunung Agung

Gridhot.ID - Sedang geger di sosial media terkait penutupan salah satu toko buku terbesar di Indonesia yaitu Toko Buku Gunung Agung.

Dikutip Gridhot dari Kompas TV, Manajemen Toko Buku gunung agung mengumumkan akan menutup seluruh tokonnya karena mengalami kerugian. Penutupan sebenenarnya sudah dilakukan sejak pandemi 2020.

Toko yang ditutup saat itu terletak di Surabaya, Semarang, Gresik, Magelang, Bogor, Bekasi dan Jakarta. Namun, kerugian yang diderita Gunung Agung bukan hanya sejak pandemi.

"Keputusan ini harus kami ambil karena kami tidak dapat bertahan dengan tambahan kerugian operasional per bulannya yang semakin besar," kata manajemen PT Gunung Agung Tiga Belas dalam keterangan tertulisnya, Minggu (21/5/2023).

"Dan tidak sebanding dengan pencapaian penjualan usaha setiap tahunnya, yang mana semakin berat dengan terjadinya wabah pandemi Covid-19 di awal tahun 2020," kata manajemen.

Banyak orang kemudian menyoroti perjalanan bisnis Toko Buku Gunung Agung dan siapa pemiliknya.

Dikutip Gridhot dari Kontan, pendiri Toko Buku Gunung Agung adalah Tjio Wie Tay atau juga dikenal dengan Haji Masagung.

Ia memulai bisnisnya dari kios sederhana yang menjual buku, surat kabar, dan majalah dengan nama Thay San Kongsie. Bisnis penjualan buku dan surat kabarnya semakin tumbuh besar.

Haji Masagung kemudian mendirikan Firma Gunung Agung yang lini bisnis utamanya adalah importir buku dari luar negeri.

Usaha lainnya Firma Gunung Agung adalah menjadi penerbit buku.

Bisnisnya terus membesar, ia bahkan mendirikan Toko Buku Gunung Agung di Kwitang Jakarta Pusat dalam satu bangunan besar empat lantai.

Baca Juga: 4 Weton Karismatik yang Mampu Mempengaruhi Orang Lain, Sosoknya Berkepribadian Kuat dan Menarik

Kwitang Kepiawaian Haji Masagung dalam bisnis buku tak lepas dari pergaulannya yang dekat dengan kalangan penulis, cendekiawan, hingga para jurnalis.

Ia juga seorang sosok yang acap kali menyelenggarakan pameran buku yang sukses mendapatkan sambutan hangat masyarakat luas.

Sejak tahun 1986, pewaris bisnis Haji Masagung diteruskan anak-anaknya, yakni Putra Masagung, Made Oke Masagung, serta Ketut Masagung. Namun sepeninggal ayah mereka, bisnisnya kemudian terbagi-bagi.

Karena alasan sakit, Putra Masagung mundur dari Grup Gunung Agung. Ia memilih konsentrasi di bisnis toko buku saja, Toko Buku Gunung Agung.

Tak lama berselang, giliran si bungsu Ketut Masagung juga memilih mundur dari bisnis Grup Gunung Agung dengan mendirikan toko buku sendiri, Toko Buku Walisongo.

Toko Buku Walisongo yang berfokus pada penjualan buku-buku islami.

Lokasi Toko Buku Walisongo pun masih berada di bilangan Kwitang tak jauh dari Toko Buku Gunung Agung.

Bisnis terpuruk

Sepeninggal dua saudaranya, di tangan Made Oka Masagung, Grup Gunung Agung mengembang cepat.

Gurita bisnisnya mulai dari ke sektor jasa keuangan dengan memiliki Bank Arta Prima, money changer (Ayumas Gunung Agung), perusahaan investasi, dan properti serta pertambangan.

Hanya tangan bisnis Made Oka tak sedingin ayahnya.

Baca Juga: 3 Weton Ini Bakal Bebas dari Malapetaka Sampai Mati karena Dijaga oleh Khodam Sakti

Kelewat ekspansif membuat bisnis Gunung Agung tertambat banyak masalah.

Padahal di awal berdirinya, sejumlah nama besar ikut tercatat sebagai pemegang saham Gunung Agung.

Misalnya Mohammad Hatta, H.B. Jassin, dan Adinegoro.

Soal keterpurukan bisnis Grup Gunung Agung ini ditandai dengan kisah Made Oka MasAgung, sang pemilik, menjual 80 persen sahamnya kepada PT Kosgoro.

Langkah itu dilakukan lantaran kelompok usaha yang didirikan ayah Oka, Haji MasAgung tersebut terbelit utang sampai Rp 450 miliar.

Sebanyak Rp 55 miliar dari jumlah itu berupa utang kepada Bank Summa. Dan sebagian besar utang sudah jatuh tempo.

Pengalihan saham kepada Kosgoro itu kabarnya bahkan dilakukan lewat saluran telepon internasional.

Kala itu Oka terbaring di sebuah rumah sakit di Amerika Serikat.

Beberapa proyek, seperti penambangan emas di Sukabumi juga dikabarkan sekarat. Nasib serupa juga menimpa sektor properti.

Kongsi Oka dengan mantan direktur Astra dan petinggi bank saat itu di tahun 1990 tak berjalan sukses.

Akibatnya, utang proyek-proyek perusahaan property bernama Graha Prima sudah mencapai ratusan miliar tak tertanggungkan.

Pada 1993, Oka pun menjual 80 persen kepemilikan saham atas Wisma Kosgoro di Jalan Thamrin Jakarta kepada empat yayasan yang dipimpin pengusaha Bob Hasan.

(*)