"Kan PT-PT ini hanya bicara regional I, II, III, IV (yang ada di domestik). Kan kita ada PHE. Nah masa PHE saja sewa kantor mau Rp 300-an miliar? Kenapa enggak ke sana saja?" kata dia.
Begitu pula dengan PT Kilang Pertamina Balikpapan, anak usaha dari PT Kilang Pertamina Internasional (KPI).
Ia ingin Kilang Pertamina Balikpapan yang saat ini berkantor di Jalan Jenderal Gatot Subroto, Kuningan, Jakarta Selatan, untuk pindah ke Balikpapan.
Menurutnya, hal yang wajar untuk unit usaha kilang berkantor pusat di dekat proyek yang dikerjakan.
Terlebih proyek Kilang Balikpapan merupakan kilang terbesar di Indonesia, serta ada aset gedung milik Pertamina di sana yang bisa dipakai.
"Kalau anda orang minyak dan kilang paling besar ada di Balikpapan, masa kamu punya kantor Kilang Pertamina Balikpapan ada di Jakarta, lucu enggak?" ucap Ahok.
"Yang pasti kayak PHR, Kilang Pertamina Balikpapan ya harus ada di Balikpapan, kita (kilang) paling besar di sana kok," lanjutnya.
Dia menambahkan, pada wilayah Kalimantan Timur (Kaltim), Pertamina juga memiliki aset yang terbangkalai di sana.
Tepatnya di Samboja, Kabupaten Kutai Kartanegara yang merupakan bagian dari daerah pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN).
Menurutnya, aset-aset yang terbangkalai perlu dioptimalkan pemanfaatannya.
Ahok bilang, dengan pemanfaatan aset-aset milik Pertamina yang ada di wilayah kerja masing-masing anak usaha, maka perusahaan bisa menghemat biaya karena tak perlu lagi menyewa gedung di Jakarta.
"Yang di Kaltim itu bayangin dari zaman Belanda, sudah ratusan tahun, itu ada Samboja, sekarang semua itu terbangkalai, artinya tidak dipakai. Sementara hulu dan kilang, nyewa kantor di sini (Jakarta) itu 92.000 meter persegi Rp 382 miliar, belum operasional," paparnya.
"(Prinsipnya) ngapain kamu punya rumah, rumah kamu dibiarin, didudukin penghuni yang tidak berhak, terus kamu sewa rumah, lucu enggak? Kamu kerjanya deket rumah kamu dong. Itu saja logikanya," tutup Ahok.
(*)