Gridhot.ID - Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok atau BTP menyoroti sejumlah anak usaha Pertamina yang suka menyewa kantor di gedung perkantoran mewah di Jakarta.
Padahal, wilayah kerja utama para anak usaha Pertamina itu ada di luar Pulau Jawa.
Alhasil, perusahaan harus keluar biaya operasional yang besar untuk membayar sewa perkantoran di Jakarta yang mencapai Rp 382 miliar.
Oleh sebab itu, Ahok ingin seluruh kantor anak usaha Pertamina pindah ke wilayah operasional sesuai dengan sektor bisnisnya.
Ia menyebutkan, PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) yang letak kantor pusatnya ada di Jalan Dr. Satrio, Kuningan, Jakarta Selatan.
Padahal, PHR memiliki wilayah kerja di Pulau Sumatera yakni mencakup Aceh, Sumatera Utara, Riau, Jambi dan Sumatera Selatan.
"Kita bicara hulu rokan, PHR, yang dari Chevron. Chevron dulu punya kantor di Jakarta karena dia kan mau punya perwakilan untuk urusan SKK dan segala macam, terus diambil alih (Blok Rokan oleh Pertamina). Masa kantor pusatnya ada di gedung mewah di Kuningan, terus sewa lagi. Kenapa enggak pakai kantor yang ada di Rokan?" ungkap Ahok saat ditemui Kompas.com di Kementerian BUMN, Jakarta, Selasa (18/7/2023).
Adapun PHR merupakan anak usaha dari subholding upstream Pertamina Hulu Energi (PHE).
Selain PHR, ia juga ingin anak usaha PHE lainnya berkantor di wilayah kerja masing-masing, sehingga tak perlu menyewa kantor pusat di Jakarta.
Wilayah kerja PHE dibagi menjadi 5 regional, meliputi 40 wilayah kerja domestik yang terdiri dari 27 blok operator dan 13 blok non-operator, serta 27 wilayah kerja internasional di 13 negara meliputi kawasan Asia Tenggara, Afrika, Eropa, dan Timur Tengah.
Secara rinci, untuk 5 wilayah regional tersebut yakni mencakup Regional Sumatera yang pengelolaannya diberikan ke PHR, Regional Jawa dikelola PT Pertamina EP (PEP), Regional Kalimantan dikelola PT Pertamina Hulu Indonesia (PHI), Regional Indonesia Timur dikelola PT Pertamina EP Cepu (PEPC), serta Regional Internasional dikelola PT Pertamina Internasional EP (PIEP).
"Kan PT-PT ini hanya bicara regional I, II, III, IV (yang ada di domestik). Kan kita ada PHE. Nah masa PHE saja sewa kantor mau Rp 300-an miliar? Kenapa enggak ke sana saja?" kata dia.
Begitu pula dengan PT Kilang Pertamina Balikpapan, anak usaha dari PT Kilang Pertamina Internasional (KPI).
Ia ingin Kilang Pertamina Balikpapan yang saat ini berkantor di Jalan Jenderal Gatot Subroto, Kuningan, Jakarta Selatan, untuk pindah ke Balikpapan.
Menurutnya, hal yang wajar untuk unit usaha kilang berkantor pusat di dekat proyek yang dikerjakan.
Terlebih proyek Kilang Balikpapan merupakan kilang terbesar di Indonesia, serta ada aset gedung milik Pertamina di sana yang bisa dipakai.
"Kalau anda orang minyak dan kilang paling besar ada di Balikpapan, masa kamu punya kantor Kilang Pertamina Balikpapan ada di Jakarta, lucu enggak?" ucap Ahok.
"Yang pasti kayak PHR, Kilang Pertamina Balikpapan ya harus ada di Balikpapan, kita (kilang) paling besar di sana kok," lanjutnya.
Dia menambahkan, pada wilayah Kalimantan Timur (Kaltim), Pertamina juga memiliki aset yang terbangkalai di sana.
Tepatnya di Samboja, Kabupaten Kutai Kartanegara yang merupakan bagian dari daerah pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN).
Menurutnya, aset-aset yang terbangkalai perlu dioptimalkan pemanfaatannya.
Ahok bilang, dengan pemanfaatan aset-aset milik Pertamina yang ada di wilayah kerja masing-masing anak usaha, maka perusahaan bisa menghemat biaya karena tak perlu lagi menyewa gedung di Jakarta.
"Yang di Kaltim itu bayangin dari zaman Belanda, sudah ratusan tahun, itu ada Samboja, sekarang semua itu terbangkalai, artinya tidak dipakai. Sementara hulu dan kilang, nyewa kantor di sini (Jakarta) itu 92.000 meter persegi Rp 382 miliar, belum operasional," paparnya.
"(Prinsipnya) ngapain kamu punya rumah, rumah kamu dibiarin, didudukin penghuni yang tidak berhak, terus kamu sewa rumah, lucu enggak? Kamu kerjanya deket rumah kamu dong. Itu saja logikanya," tutup Ahok.
(*)