Gridhot.ID - Ditilik dari segi historinya, Organisasi Papua Merdeka (OPM) merupakan 'bom waktu' peninggalan Belanda karena tak rela menyerahkan Irian Barat kepada Indonesia sebagai pemilik sebenarnya pada November 1969.
Sempat terbesit juga di benak kompeni Belanda untuk membentuk negara boneka Papua.
Namun apa lacur, Irian Barat harus tetap menjadi milik Indonesia maka Belanda membuat OPM sebagai peninggalan tanda sakit hati layaknya gerakan separatis macam Republik Maluku Selatan (RMS).
Dari zaman sejak merdeka hingga sekarang, Indonesia telah mengalami pelbagai macam pemberontakan.
Baca Juga : Menhan Ryamizard Ryacudu Tanggapi Pembunuhan di Nduga, Tidak Ada Negosiasi Menyerah atau Diselesaikan
Syukur, sebagian besar pemberontakan dapat dipadamkan dengan mengedepankan musyawarah beradab.
Namun jika dirasa musyawarah sudah tak digubris dan gerakan separatis mengancam kedaulatan negara, mau tak mau aspek kekerasan bersenjata dilakukan.
TNI dan Polri sebagai aparat keamanan negara ialah unsur utama dalam menangani hal-hal semacam ini.
Untuk itulah mereka harus dibekali dengan persenjataan mutakhir untuk melibas gerakan separatis.
Terinspirasi dari Operasi Pembebasan Sandera Mapenduma tahun 1996 yang kala itu menggunakan Unmanned Aerial Vehicle (UAV) Searcher pinjaman dari Singapura, maka belakangan ini TNI akan membeli wahana serupa.
Dikutip dari militaryfactory.com, drone tempur yang bakal diakuisisi TNI ialah CASC CH-4 Rainbow besutan China Aerospace Science and Technology Corporation.
Bedanya, jika Searcher II hanya bisa mengintip posisi musuh, maka CH-4 Rainbow masuk kategori Unmanned Combat Aerial Vehicle (UCAV) yakni dapat mencari keberadaan lawan sekaligus mengeliminasinya dengan rudal atau bom yang dibawa.
Untuk daya jelajah, CH-4 Rainbow bisa mencapai 3.000-5.000 km sekali terbang.
Drone tempur ini juga dapat dimuati persenjataan seberat 115 kg.
Salah satu senjatanya ialah rudal udara ke darat AR-1 buatan Norinco yang bisa menggasak jangankan milisi separatis, kendaraan lapis baja pun dapat hancur dibuatnya.
Untuk penginderaan, CH-4 menggandalkan perangkat forward-looking infrared (FLIR), laser rangefinder dan laser designator dengan jarak jangkauan sebesar 15 km.
CH-4 juga dilengkapi dengan Synthetic Aperture Radar dimana piranti ini dapat mendeteksi sasaran yang diselimuti kabut, asap maupun rimbun pepohonan. Cocok digunakan untuk mengetahui posisi pemberontak yang suka sembunyi di hutan.
CH-4 Rainbow juga sudah battle proven di mana ia digunakan untuk membom dan memporak-porandakan basis ISIS di Al-Anbar, Irak.
Oh iya, CH-4 sengaja dipilih oleh Indonesia karena China membebaskan user untuk menggunakan drone ini untuk apapun tanpa ada embel-embel pelanggaran HAM yang sering digaungkan oleh pihak Barat.
Jadi, besar kemungkinan jika CH-4 sudah datang maka ia akan terbang di mana ada gerakan separatis/musuh yang mencoba merongrong kedaulatan negara Indonesia.
(Seto Aji/Gridhot.ID)