Tapi orangtua Jetje tidak merestui niat Soekarno untuk menikahi putri mereka.
Maka begitu lulus dari sekolah SGA Roma Katolik Manado, Jetje dinikahkan dengan Leo Nico Christofel, anggota TNI berpangkat Letnan Satu.
Meski sudah dikarunia dua anak, akhir 1955, Jetje dan Leo bercerai. Hubungan dengan Soekarno berlanjut kembali hingga akhirnya keduanya menikah secara Islam tahun 1957 di Manado.
Perkawinan itu sempat dipestakan juga di Jakarta, namun Jetje yang dipanggil "Ice" oleh Soekarno, kemudian kembali lagi ke Manado.
Baru setelah menjelang kelahiran Gempar, Jetje berniat menyusul suaminya, tapi batal karena ada pemberontakan Permesta.
Soekarno baru dapat menggendong anaknya untuk pertama (dan terakhir kali) tahun 1960.
Baca Juga : BPOM Tarik Sejumlah Obat Herbal Berbahaya, Berikut Daftarnya!
Menurut Gempar, ada beberapa pejabat dekat Soekarno yang mengetahui soal pernikahan ini.
Seperti Mayor Sugandi (ajudan Presiden), Henk Ngantung (Gubernur Jakarta), Ibnu Sutowo (kemudian menjadi Dirut Pertamina), atau Ali Sadikin.
Dalam ingatannya, ia pernah beberapa kali menemani ibunya menemui bebe-rapa pejabat itu di Jakarta.
Belakangan setelah jati dirinya dibuka, Gempar juga sempat bertemu Ali Sadikin. "Pak Ali masih ingat dan menanyakan kabar ibu saya," katanya.
Ketika Soekarno masih berkuasa, Jetje sempat menikmati kehidupan yang layak dengan diberi rumah di Jln. Tikala, sebuah kawasan elite khusus pejabat di Manado.