Gempar menduga, lantaran dalam uji DNA, tim dokter harus mengambil sampel darah pembanding. Artinya sampel darah anak-anak Soekarno lain harus juga ikut diambil.
Baca Juga : Ternyata Ayah Egianus Kogoya Pernah Terlibat Kasus Penyandraan Tim Lorentz Tahun 1996 yang Dilakukan OPM
Tentu bisa dibayangkan sulitnya mengumpulkan orang-orang yang sebagian besar merupakan tokoh-tokoh politik nasional.
Namun kalau pun itu suatu kali harus terjadi, Gempar akan bersikukuh dengan syarat yang diajukannya.
"Biar jelas kalau bukan saya yang mencari popularitas. Kalau pun hasilnya benar, ya alhamdulillah. Kalau tidak, berarti ibu saya pembohong," tuturnya tanpa merasa sedikit pun memiliki beban.
Saat ini Gempar bersyukur terhadap satu warisan yakni kemiripan fisik, terutama wajah.
Apalagi kalau ia memakai peci, yang kini jadi seragam wajibnya saat hadir di acara-acara resmi.
Dalam acara kampanye menjelang Pemilu, ia malah sengaja memakai baju mirip baju kebesaran Soekarno, komplet dengan kacamata hitam model jadul.
Wajah mirip, ditambah publikasi media, menjadikan Gempar seperti selebritas. Efek positifnya, banyak orang merasa segan.
Misalnya ketika Gempar berhubungan dengan birokrasi, orang akan menolak pemberian amplop sekadar sebagai tanda terima kasih.
Baca Juga : Sudah Ada Sejak Zaman Belanda, OPM Kerap Serang Freeport untuk 'Cari Perhatian'
"Katanya mereka merasa tidak enak menerima uang dari anak Proklamator," tutur Gempar menirukan orang-orang itu.
Gempar Soekarno Putra Ibas
Gempar Soekarno Putra
Satrio piningit?
Dalam koper besi yang disimpan Jetje, sebenarnya Soekarno juga mewarisi Gempar tongkat komando dan dua bilah keris.
Namun atas saran seorang kiai, sebilah keris dibuangnya ke sungai. Sebuah tindakan yang ternyata kini disesalinya, karena menurutnya menyimpan keris bukan berarti menyembahnya.
Sedangkan tongkat komando sudah diberikan kepada kelompok spiritual.
"Saya jadi proaktif, suaranya juga jadi keras, kalau memegang tongkat itu," katanya terus terang.
Amanat sang ayahlah yang akhirnya membuat Gempar kemudian turut aktif berpolitik.
Semua diawalinya dari langkah kecil hingga akhirnya menjabat Wakil Ketua Umum Partai Barisan Nasional (Barnas). Dalam Pemilu 2009 lalu, Barnas hanya menempati urutan 16 besar.
Gempar yang calon legislator di urutan 1 daerah pemilihan Jawa Timur VIII juga gagal jadi anggota DPR.
Meski banyak orang menyebutnya sebagai satrio piningit, suatu mitos calon pemimpin masa depan dalam ramalan Jayabaya, tapi Gempar mengaku setidaknya saat ini belum berambisi menjadi presiden.
Baca Juga : 10 Foto Ini Menunjukkan Detik-detik Terakhir Sebelum Insiden Mematikan Terjadi
Ketika Pemilu 2004, sikapnya sempat disalahartikan para wartawan, hingga ditulis di media siap menjadi calon presiden.
Fotonya juga dijejerkar dengan anak-anak Soekarno lain yang mencalonkan diri.
"Waktu itu saya ditanya wartawan, saya jawab, 'Insya Allah'," katanya menjelaskan peristiwa yang sempat membuat dirinya merasa tidak enak itu.
Padahal berniat saja belum. Syukurlah hubungannya dengan kakak-kakaknya tidak terganggu. Setiap lebaran, ia sempatkan bersilaturahmi ke rumah mereka.
Tentang mitos satrio piningit, Gempar mencoba menyikapinya secara lebih bijaksana.
Satrio piningit menurutnya adalah bentuk kepemimpinan yang mampu mendatangkan pembaruan dan kemakmuran kepada rakyat. Bisa saja mulai dari Hayam Wuruk, Amangkurat I, Soekarno, termasuk Soeharto.
"Kalau saya disebut begitu, 'amin' sajalah. 'Kan tidak rugi disebut satrio piningit." Gempar menjawab santai. (*)
Artikel ini telah tayang di Suar.id dengan judul Gempar, Anak Kandung Bung Karno yang Pernah Jadi Kondektur Bemo di Manado
Penulis | : | None |
Editor | : | Septiyanti Dwi Cahyani |
Komentar