Ketika mengisi waktu sela menjadi kuncen Merapi, mbah Maridjan mengajarkan Kidung ini kepada anak cucunya.
Isi Wewarah dalam Kidung ini sendiri berupa puji-pujian kepada Tuhan yang dilantunkan dalam bentuk Tembang Macapat.
Baca Juga : Fenomena Suara Misterius di Langit Pekalongan Bukan dari Pesawat Antonov, Ini Penjelasan Ilmiahnya
Setelah melantunkan Wewarah itu mbah Maridjan kemudian menerangkan isinya kepada anak cucu.
Salah satu cucu mbah Maridjan, Sularmin berkata jika Kidung milik kakeknya memang berisi syair-syair berbahasa Jawa sarat makna nasihat untuk berbuat kebajikan.
"Sesekali, kalau kami (cucu mbah Marijan) sedang kumpul, Mbah minta anak-anak melingkar kemudian Mbah membaca kitab kidung," kenang Sularmin kepada tribunnews,com, Kamis (28/10/2010) silam.
Sularmin juga menjelaskan jika mbah Maridjan sedang membaca kitab Kidung itu, ia akan sangat serius.
Tidak seperti mbah Maridjan yang biasanya suka bercanda dengan anak cucunya.
Dengan Kidung itulah mbah Maridjan mampu bertahan hidup di gunung Merapi dalam suasana bahagia, harmonis, tenteram, rukun dan yakin dalam lindungan Allah SWT walau dalam keadaan sederhana jauh dari hiruk pikuk perkotaan.
"Kami biasanya serius mendengarkan, karena Mbah terlihat serius," tambah Sularmin.
Namun sayang ketika mbah Maridjan wafat, ia belum sempat menerangkan semua maksud dan artian dari kitab Kidung miliknya.