Laporan Wartawan Gridhot.ID, Septiyanti Dwi Cahyani
Gridhot.ID - Warga Surabaya dihebohakan dengan insiden Jalan Gubeng Surabaya yang ambles pada Selasa (19/12/2018) malam.
Lokasi amblesnya Jalan Gubeng Surabaya ini tak jauh dari lokasi proyek basement Rumah Sakit Siloam Jalan Raya Gubeng.
Beberapa bagian jalan di Jalan Gubeng Surabaya ambles dengan kedalaman lebih dari 15 meter.
Jalan Gubeng pun ditutup sejak pukul 22.00 WIB.
Hingga pukul 23.45, lokasi sudah disterilkan dari jarak 50 meter.
Baca Juga : Begini Potret Penampakan Jalan Gubeng Surabaya Pasca Ambles Dilihat dari Udara
Dilansir dari Kompas.com, Rovicky Dwi Putrohari, seorang geolog dan anggota Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) menjelaskan dua kemungkinan penyebab amblesnya Jalan Gubeng Surabaya.
Pertama, adalah karena adanya pengembangan Rumah Sakit Siloam yang sedang membuat basement dan memasang dinding penahan (retaining wall) namun tak cukup kuat.
Kedua, adalah karena adanya perubahan mukai air tanah akibat hujan yang menyebabkan beban bertambah dan dindingnya tak kuat menahan.
"Kemungkinan karena kurang kuat menahan beban sehingga membuat dinding ambrol," kata Rovicky saat dihubungi Kompas.com, Rabu (19/12/2018).
"Kemungkinan lain adanya perubahan muka air tanah akibat hujan yang menyebabkan beban bertambah dan dinding tidak kuat menahan," sambungnya.
Di berbagai foto yang beredar di sosial media terkait amblesnya Jalan Gubeng Surabaya itu memang terlihat bangunan tinggi di sekelilingnya.
Menurut Rovicky, bangunan di sekitar lokasi itu juga perlu dievaluasi dan diamati lebih lanjut.
Apakah ada perubahan konstruksi seperti keretakan, miring dan distorsi bentuk.
Pasalnya, ambrolnya jalan juga bisa mengakibatkan longsoroan yang merembet ke daerah sekitarnya.
Rovicky juga menjelaskan jika amblesnya Jalan Gubeng Surabaya ini mirip dengan kejadian pada dinding badan terowongan jalan Perimeter Selatan Bandara Soekarno-Hatta yang ambrol pada 5 Februari 2018 lalu.
"Di sana (bandara) diperkirakan akibat pembangunan di atasnya yang menambah beban, terutama akibat muka air tanah yang naik saat musim hujan," ujar dia.
Ia menerangkan, ambrolnya dinding seperti yang terjadi di Jakarta dan Surabaya sebenarnya disebabkan adanya perubahan morfologi.
Mudahnya, alam memiliki kondisi stabil kalau tidak diganggu.
Nah, manusia bisa membangun dengan sedikit mengganggu alam lewat bantuan teknologi, misalnya membangun dinding.
Baca Juga : Terungkap! Wajah-wajah Anggota Pembunuh Jamal Khashoggi Tertangkap Rekaman CCTV
"(Pembuatan) dinding inilah yang harus kuat menahan beban dari samping.
Ini sebenarnya ambrol ke samping akibat perubahan morfologi atau kemiringan lereng, jadi bukan ambles ke bawah," kata Rovicky menegaskan.
Pembangunan jalan raya, gedung, jembatan, dan apa pun itu perlu mengkaji sisi geologinya.
Menurut Rovicky, ini karena setiap batuan memiliki kekuatan yang berbeda sehingga memiliki dinamika berbeda pula saat terkena air.
"Oleh karena itu, perlu diketahui kondisi batuan serta morfologi tanahnya sebelum dibangun konstruksi di atasnya.
Baca Juga : Hanya Karena 4 Fans K-Pop Ingin Bertemu Idolanya, 360 Penumpang Korean Air Terpaksa Harus Turun dari Pesawat
Termasuk membangun jalan, jembatan, maupun gedung," tutupnya.
Rupanya hal serupa juga disampaikan oleh Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho melalui cuitannya di akun Twitternya @Sutopo_PN.
Menurut Sutopo, amblesnya Jalan Gubeng Surabaya ini dikarenakan adanya kesalahan konstruksi.
"Amblesnya tanah di Jalan Raya Gubeng Surabaya lebih disebabkan kesalahan konstruksi.
Dinding penahan jalan (retaining wall) tidak mampu menahan beban.
Baca Juga : Ini yang Dilakukan Korea Utara untuk Mendoktrin Anak-anak di Sana Agar Memuja Kim Jong Un
Apalagi saat musim hujan begini, sehingga ambles.
Jadi, tidak ada kaitan dengan sesar gempa atau patahan Surabaya dan Waru," kata Sutopo dalam akun Twitter resminya. (*)