Pengamatan sebelumnya pada Kamis (27/12/2018) sekitar pukul 23.00 terjadi letusan dengan onset tajam dan tampak letusan Surtseyan di sekitar permukaan air laut.
Letusan Surtseyan terjadi karena magma yang keluar dari kawah GAK bersentuhan dengan air laut dan strombolian (semburan lava pijar dari magma yang dangkal).
Potensi Bencana Erupsi Gunung Anak Krakatau Melihat kondisi saat ini, PVMBG memperkirakan kondisi yang paling memungkinkan adalah munculnya letusan-letusan Surtseyan.
"Letusan jenis ini terjadi di permukaan air laut. Meski bisa banyak menghasilkan abu, (hal ini) tidak akan menjadi pemicu tsunami," ungkap PVMBG.
Baca Juga : Pasca Meletus, Tinggi Gunung Anak Krakatau Menyusut dari 338 MDPL Jadi 110 MDPL
Sementara itu, potensi bahaya lontaran material lava pijar tetap ada.
"Dengan jumlah volume yang tersisa tidak terlalu besar, maka potensi terjadi tsunami relatif kecil. Kecuali ada reaktivasi struktur patahan atau sesar di Selat Sunda," imbuhnya.
Berdasar hasil pengamatan dan analisis data visual maupun instrumental hingga Jumat (28/12/2018), tingkat aktivitas GAK berada di level III (Siaga).
Sehubungan dengan status Level III (Siaga) tersebut, PVMBG menghimbau masyarakat untuk berada di radius 5 kilometer dari kawah dan selalu menggunakan masker untuk mengantisipasi jika terjadi hujan abu.
"Masyarakat di wilayah pantai Provinsi Banten dan Lampung harap tenang serta jangan mempercayai isu tentang erupsi GAK yang akan menyebabkan tsunami. (Masyarakat) dapat melakukan kegiatan seperti biasa dengan terus mengikuti arahan BPBD setempat," tutup PVMBG.
Meski demikian, PVMBG memberikan keterangan mengejutkan soal letusan GAK.
Dilansir dari ANTARA News, PVMBG Badan Geologi Kementerian ESDM menyampaikan informasi letusan GAK di Selat Sunda, Kabupaten Lampung Selatan, Lampung, sudah berhenti.