Tapi dengan beragam alasan, apa yang dilakukan kelompok ini cukup beralasan.
Setelah runtuhnya Uni Soviet, Kuba relatif berjuang sendirian. Kondisi ini membuat negara yang terletak di Amerika Tengah itu mengalami krisis pangan yang secara fisik mengubah orang Kuba untuk selamanya.
Baca Juga : Tak Terdeteksi, Sepenggal Cerita Ketika Kapal Selam Indonesia Susupi Armada Perang Inggris di Selat Lombok
Nah, di waktu yang sama, wabah AIDS semakin memburuk. Negara-negara di seluruh dunia pun segera mengendalikan penyebaran virus ini.
Yang paling kontroversial adalah yang dilakukan Kuba. Orang-orang dewasa di negara itu yang terjangkit HIV dimasukkan ke sanatorium untuk dikarantina.
Nah, dalam kondisi inilah para Frikis melihat ada kesempatan untuk melarikan diri dari masyarakat yang diskriminatif, yang berusaha merampas kebebasan mereka.
"Ia tahu, dengan menginfeksi diri, ia akan dikirim ke sanitarium,"ujar Niurka Fuentes, bercerita tentang suaminya, seorang Frikis bernama Papo La Bala alias Papo si Peluru, kepada Vice.
Baca Juga : Jesika Amelia Si Joki Cantik Nyusruk Tempat Sampah Saat Balap Liar, Polisi Segera Bertindak
"Ia tahu akan bertemu orang seperti dirinya di sana, polisi akan meninggalkannya, dan ia bisa menjalani hidupnya dengan damai."
Menurut laporan Ranker.com, Papo menginfeksi dirinya dengan HIV menggunakan darah yang diperolehnya di sebuah konser.
Ia mengklaim, dirinya melakukan itu karena pemerintah Kuba tidak akan membiarkannya menjalani hidup dengan caranya, cara punk-nya.
Jadi ia akan melawan, bagaimanapun caranya.