Akhirnya, lambat laun tinggal Yokai saja yang tersisa, dari sejumlah pasukan di Pulau Guam itu.
Dua teman terakhirnya yang selamat meninggal dalam banjir pada 1964.
Seperti disebut di awal, tepat pada 24 Januari 1972, tentara yang berusia 57 tahun itu ditemukan hidup sendiri dalam hutan.
Dia ditemukan oleh pemburu lokal di Pasifik.
Pulau Guam mempunyai luas 517.998 kilometer persegi terletak di Pasifik Barat.
Baca Juga : Janji Angkat Liliyana Natsir Jadi PNS Usai Pensiun, Menpora: Yang Pasti Butet Istimewalah
Dilansir History.com, di hutan Guam, dia bertahan hidup dan selama tiga dekade berikutnya menunggu kembalinya pasukan Jepang.
Ketika ditolong oleh pemburu, dia merasa ketakutan karena masih menganggap perang masih berlangsung.
Namun, pemburu menyelamatkannya.
Yokoi bercerita bahwa suatu hari temannya akan kembali menemukan mereka di pulau tersebut.
Ketika berjuang hidup sendirian, Yokoi membuat jebakan dari alang-alang liar untuk menangkap belut.
Dia juga menggali sendiri tempat berlindung di bawah tanah, didukung oleh tongkat bambu yang kuat.
Setelah ia ditemukan pada 1972, ia akhirnya dipulangkan dan dikirim pulang ke Jepang, di mana ia dipuji sebagai pahlawan nasional.
Sampai di Jepang, dia diwawancarai di radio dan televisi.
Yokoi juga diundang untuk berbicara di universitas dan di sekolah-sekolah di seluruh Jepang.
Dia kemudian menikah dan kembali ke Guam untuk berbulan madu.
Alat bertahan hidup buatannya, juga seragam tipisnya kini dipajang di Museum Guam di Agana.
Dilansir dari New York Times, kasus Yokoi menyoroti transformasi luar biasa yang telah dialami Jepang ketika perang.
Dia adalah lambang nilai-nilai ketekunan sebelum perang, serta kesetiaan kepada Kaisar. Pada September 1997, Yokoi meninggal.
Sosok yang dikenal sebagai pahlawan jepang ini terkena serangan jantung. Ketika itu Yokoi berusia 82 tahun. (*)
(Suar.ID/ Moh. Habib Asyhad)
Artikel ini telah tayang di Suar.id dengan judul Kisah Luar Biasa Tentara Jepang yang Sembunyi di Gua Buatan Selama 27 Tahun hingga Ditemukan pada 1972
Penulis | : | None |
Editor | : | Septiyanti Dwi Cahyani |
Komentar