Gridhot.ID - Pada babakan akhir Perang Pasifik Januari 1945, Kekaisaran Jepang insyaf untuk menunggu waktu saja mereka akan kalah.
Amerika Serikat sebagai lawan mereka terlalu kuat untuk dihadapai.
Benar saja, Amerika langsung membatalkan rencana Operasi Downfall untuk menganeksasi Jepang.
Sebagai gantinya Jepang akan 'dicekoki' pil maut bernama Bom Atom.
Baca Juga : Top! Bukan Cuma Melayat di Masjid Al Noor, Geng Black Power Juga Pernah Hadiri Kondangan Pernikahan
6 Agustus 1945 pesawat B-29 Superfortress 'Enola Gay' membawa bom atom Little Boy dan dijatuhkan tepat di tengah Kota Hiroshima.
9 Agustus 1945 gantian Fat Man melalap Nagasaki.
Kedua kota luluhlantak akibat ledakan maha dahsyat kedua bom atom.
Total manusia yang tewas di Hiroshima sebanyak 146 ribu orang dan di Nagasaki sebanyak 80 ribu orang.
Baca Juga : Ogah Berhubungan Intim, Suami Siramkan Zat Asam ke Alat Kelamin Istrinya Hingga Melepuh
Mengutip wearemighty.com, Senin (18/3) namun ada pula yang selamat dari pengeboman ini.
Salah satunya ialah seorang pastor bernama P.Siomes yang berasal dari Jerman.
Saat kejadian, Siomes berkantor pusat di sebuah gereja pinggiran kota Hiroshima.
Siomes ingat betul saat itu 6 Agustus 1945 pukul 8.14 pagi waktu setempat.
Tiba-tiba ia melihat pusat kota dipenuhi cahaya kuning menyilaukan.
Baca Juga : Ketika Australia Berencana Menyerbu Jakarta Namun Malah Ketakutan Gegara Ancaman Kapal Selam TNI AL
Sepuluh detik kemudian Siomes merasakan peningkatan suhu udara dan dirinya terpental juah dari tempatnya berdiri di pinggiran kota Hiroshima.
Ketika terbangun tubuhnya terasa amat sakit, ia melihat gulungan debu mengepul, semua bangunan rusak parah dan mayat bergelimpangan.
Secara reflek Siomes dan beberapa pastor lainnya langsung mengambil kotak P3K untuk menolong orang-orang di sekitarnya.
"Rekan saya Pastor Noktor yang mempelajari ilmu kedokteran melayani orang-orang yang terluka, tetapi perban dan obat-obatan kami sangat terbatas."
"Kami hanya bisa membersihkan luka-luka mereka. Tapi semakin banyak orang yang terluka datang kepada kami.," ujar Siomes.
Siomes kemudian pergi ke tengah kota untuk mencari rekan-rekannya yang sedang berada di sana.
Baca Juga : Aksi Solidaritas, Geng Black Power Selandia Baru Melayat ke Masjid Al Noor
Namun saat memasuki kota Hiroshima, mata Siomes terbelalak mendapati keadaannya seperti neraka.
"Angin besar tiba-tiba melanda kami saat memasuki kota, bangunan hancur, mayat bergelimpangan dan kebakaran di mana-mana, buruk sekali, mungkin ini gambaran seperti apa neraka itu," kata Siomes.
Air Hujan berwarna Hitam
Noriyuki Masuda, Direktur Divisi Kurasi Hiroshima Peace Memorial Museum, mengisahkan, kawasan dalam radius dua kilomoter dari hiposenturm (pusat) ledakan rata dengan tanah.
Bom yang dijatuhkan dari pesawat B-29 yang bernama Enola Gay itu juga merusak struktur bangunan dalam radius enam kilometer.
Getaran bom juga memecahkan jendela-jendela rumah yang terletak 27 kilometer dari hiposentrum.
"Selain merusak secara fisik, bom atom juga menghancurkan secara total struktur masyarakat di kota itu.
Dalam hitungan detik, Hiroshima lumpuh total.
"Bom itu menghancurkan jaringan bisnis, pabrik-pabrik, toko, sekolah, rumah sakit, pemadam kebakaran, kota pemerintahan. Semua lenyap seketika," ujar Masuda.
Struktur sosial juga porak poranda. Keluarga sebagai satuan terkecil masyarakat juga hancur berantakan. Sanak famili tercerai-berai, kehilangan ayah, ibu, kakak, adik, tetangga. Menurut catatan, lebih kurang 140.000 orang tewas.
Kehancuran itu belum selesai. Bom atom juga menghancurkan masa depan mereka yang selamat.
Beberapa jam setelah ledakan turun hujan berwarna hitam.
Hujan itu membawa material radioaktif yang sangat mematikan. Penduduk yang selamat tak bisa mengelak dari paparan radiasi.
Dampaknya mereka rasakan setelah lima bulan kemudian. Rambut mereka rontok. Badan lemas tak bertenaga. Penyakit leukemia dan kanker bermunculan. Para wanita juga mengalami berbagai persoalan reproduksi. (Seto Aji/Gridhot.ID)
Source | : | Kompas.com,wearethemighty.com |
Penulis | : | Seto Ajinugroho |
Editor | : | Seto Ajinugroho |
Komentar