Laporan reporter Gridhot.ID, Nicolaus Ade Prasetyo
Gridhot.ID - Kasus pengeroyokan terhadap seorang gadis 14 tahun oleh 12 siswi SMA di Pontianak, Kalimantan Barat masih terus bergulir.
Dari 12 siswi SMA terduga pelaku penganiayaan AU, siswi SMP di Pontianak, tujuh di antaranya menggelar konferensi pers di Mapolresta Pontianak, Rabu (10/4/2019).
Dilansir Gridhot.ID dari video wawancara langsung di akun Facebook Tribun Pontianak dan Kompas TV, ketujuh para terduga menyampaikan klarifikasi.
Baca Juga : Terdiskriminasi Gegara Bulunya Merah, Seekor Monyet Stress Ditinggal Kawanannya
Dalam konferensi pers ini, ketujuh siswi terduga pelaku pengeroyokan di dampingi oleh Ketua Komisi Perlindungan dan Pengawasan Anak Daerah Kalbar, Eka Nur hayati Ishak.
Dalam klarifikasinya, salah satu terduga pelaku mengaku bersalah dan menyesal telah menyakiti korban hingga menimbulkan luka fisik.
Tak hanya mengaku bersalah, terduga pun meminta maaf atas perbuatan yang telah dilakukan terhadap AU dan keluarga.
Baca Juga : Terdiskriminasi Gegara Bulunya Merah, Seekor Monyet Stress Ditinggal Kawanannya
"Saya salah satu dari terduga pelaku 12 orang ini. Saya meminta maaf kepada korban dan keluarga korban."
"Dan saya sampai menyesal dengan kelakuan keterluan saya ini," ujar satu diantara terduga pelaku dengan meneteskan air mata, dikutip Gridhot.ID dari Tribun Pontianak, Rabu (10/4/2019).
Selain meminta maaf, pada kesempatan itu, pelaku mengaku menjadi korban lantaran banyak yang meneror dan melayangkan penghinaan tanpa tahu kejadian sebenarnya.
Pelaku merasa keberatan juga atas perlakuan para netizen melalui tuntutan - tuntutan mereka dalam #JustiseForAudrey terhadap pelaku.
Baca Juga : Minta Balikan, Seorang Wanita Nekat Datang ke Nikahan Mantan Pacarnya Lengkap dengan Gaun Pengantin
Mengaku posisi dirinya juga sebagai korban, salah satu terduga pelaku kasus #JusticeForAudrey menuntut publik untuk meminta maaf kepadanya.
"Dan kalian semua harus tahu, di sini saya juga korban karena saya sekarang sudah dibully, dihina, dicaci, dimaki dan diteror padahal kejadian tidak seperti itu," ungkap salah satu terduga pelaku.
Permintaan maaf yang dituntut oleh salah satu pelaku kasus #JusticeForAudrey ini rupanya bukan tanpa alasan.
Baca Juga : Seorang Pria Tewas Mengenaskan Setelah Disengat Ratusan Lebah di Tubuhnya
Berdasarkan pengakuan salah satu terduga pelaku kasus #JusticeForAudrey, dalam kejadian nahas ini dirinya adalah korban fitnah dan pencemaran nama baik.
Tak hanya itu, terduga salah satu pelaku kasus #JusticeForAudrey juga menuntut publik dan media untuk meminta maaf dan berhenti memfitnah dirinya.
Pernyataan yang ungkapkan oleh terduga pelaku #JusticeForAudrey memang sempat mengejutkan publik.
Pasalnya, citra diri para pelaku #JusticeForAudrey sudah terlanjur negatif di mata publik.
Baca Juga : Tepat Hari ini, Dunia Akui Jatuhnya Pemerintahan Irak ke Tangan AS 16 Tahun Lalu
Hal ini ia ungkapkan lantaran semenjak kasus ini viral di media sosial dan menjadi sorotan masyarakat, namanya ikut terseret dan tercemar.
Padahal menurut pengakuannya, ia sama sekali tidak ada hubungannya dengan kasus pengeroyokan ini.
Terduga pelaku bahkan mengaku tidak berada di lokasi saat pengeroyokan terjadi.
Baca Juga : Seorang Pemburu Blak - Blakan Merasa Bangga Telah Bantai Ribuan Ekor Gajah Afrika
"Saya minta maaf atas berita kejadian ini, terutama saya prihatin dengan keadaan korban dan masalah yang ada.
Tetapi disini perlu diketahui, bahwa saya juga menjadi korban. Saya bukan pelaku tetapi saya dituduh pelaku oleh semua media dan publik.
Padahal saya tidak berada di lokasi kejadian dan saya juga bingung mengapa publik dan media menyebut saya sebagai pelaku dan provokator," aku salah satu terduga pelaku dengan suara gemetar menahan tangis.
"Dan kalau dibilang sebagai korban, saya juga jadi korban oleh media. Saya dapat ancaman mau dibunuh. Ancaman itu tidak berhenti-henti sampai sekarang.
Baca Juga : Dilarang Ibunya Main Game PUBG , Seorang Remaja 16 Tahun Nekat Gantung Diri di Kamar Menggunakan Handuk
Jadi saya mohon kepada media dan publik (netizen) untuk berhenti memfitnah nama saya dan meminta maaf karena inilah fakta yang sebenarnya terjadi dan bukan berita yang ada di media saat ini," pungkas terduga pelaku.
Tidak hanya meminta publik untuk meminta maaf dan berhenti mencemarkan nama baiknya.
Salah satu terduga pelaku juga meminta siapapun yang meng-hack akun media sosialnya untuk segera meminta maaf dan berhenti menyebarkan foto dirinya.
Baca Juga : Kisah Dewa Judi Asal Medan, Bawa Pulang Rp 28 Miliar dari Amerika Lewat Permainan Poker Profesional
"Saya ingin yang memfitnah, telah menyebarkan foto-foto saya dan yang telah nge-hack akun instagram saya, saya ingin dia minta maaf," ujar pelaku.
Melansir Tribun Pontianak, hal ini diungkapkan oleh terduga pelaku lantaran dirinya merasa terpukul dengan pemberitaan yang ada terkait kejadian ini.
Terlebih lagi ketika ia mengaku sebenarnya telah berusaha tidak terlibat dengan pertengkarang tersebut.
Kapolresta Pontianak Kombes Pol Anwar Nasir mengatakan, penetapan tersangka dilakukan setelah penyidik memeriksa sejumlah saksi dan menerima hasil rekam medis dari Rumah Sakit Pro Medika Pontianak.
Baca Juga : Gegara Dimasuki Tisu Oleh Perawat, Selaput Dara Bayi yang Baru Lahir Rusak
"Dalam pemeriksaan terhadap pelaku, mereka juga mengakui perbuatannya menganiaya korban," kata Anwar dalam konferensi pers yang digelar di Mapolresta Pontianak, Kalimantan Barat, Rabu malam.
Ketiga tersangka tersebut dikenakan Pasal 80 Ayat 1 Undang-undang tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman penjara 3 tahun 6 bulan.
Lantaran pelaku kasus pengeroyokan ini masih berada di bawah umur, maka proses hukum akan diselesaikan dengan mengacu dengan sistem UU SPPA yang telah ditetapkan.
Baca Juga : Tak bisa Terurai, Seorang Mahasiswa Temukan Bungkus Mi Instan yang Selama 19 Tahun Terombang-ambing di Laut
"Kategori penganiayaan ringan sesuai dengan hasil visum yang dikeluarkan hari ini oleh Rumah Sakit Pro Medika Pontianak."
"Sehingga sesuai dengan sisem peradilan anak, bahwa ancaman hukuman di bawah 7 tahun akan dilakukan diversi," ujar Anwar.
Lebih lanjut lagi Kombes Pol Anwar Nasir berjanji akan menyelesaikan kasus ini dengan sebaik -baiknya tanpa mengabaikan antensi perlindungan anak baik terhadap keluarga korban maupun tersangka.
Mengingat pelaku masih dalam status usia anak dan dalam perspektif perlindungan anak masih memerlukan perlindungan, sebagaimana diatur dalam ketentuan UU RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Distim Peradilan Pidana Anak (SPPA), junto UU RI No. 35 Tahun 2014 tetang perubahan atas UU RI No. 23 Tahun 2002 tentang Perindungan Anak.
Baca Juga : Kisah Seorang Wanita Melahirkan Bayi di Atas Pohon Saat Topan dan Banjir Menenggelamkan Rumahnya
Dikutip dari Tribun Jakarta, Ketua umum Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait mendorong penegak hukum dalam Polresta Pontianak yang menangani perkara penganiayaan dan perundungan terhadap siswi ini menggunakan pendekatan keadilan restoratif dalam proses penyelesaiannya.
Menurutnya, dengan pendekatan keadilan restoratif tersebut selain meminta pertangungjawaban hukum para pelaku atas tindakan pidananya, pihak kepolisian Polresta Pontianak juga bisa menggunakan pendekatan "diversi" terhadap pelaku.
Menurutnya, hukuman yang diberikan berupa sansi tindakan seperti sanki sosial guna memulihkan harkat dan harga diri korban yang telah dilecehkan dan berdampak efek jera.
Baca Juga : Bukan Olahraga Sepele, Kisah di Balik Ajang Balapan Merpati Di China yang Telan Dana Miliyaran Rupiah
"Misalnya dengan cara para pelaku meminta maaf secara terbuka dihadapan orangtua dan penegak hukum, misal minta maaf dan diikuti dengan mencium kaki korban," kata artist Merdeka Sirait dalam keterangannya saat ditemui wartawan, Rabu (10/4/2019).
Menurutnya, peristiwa ini memunculkan pertanyaan mendasar yang harus dijawab oleh kita semua orangtua, masyarakat, dunia pendidikan dan pemerintah termasuk alim ulama.
"Ada apa dengan keluarga dan lingkungan, karena munculnya perilaku dan perbuatan sadis ini tidak berdiri sendiri. Bisa saja karena terinpirasi dari lingkungan keluarga dan lingkungan sosialnya atau terinpirasi tayangan-tayangan yang tidak edukatif. Sebab dunia anak adalah meniru yang ada disekitarnya," pungkasnya.
Dirinya mendorong, Polresta Pontianak bekerja keras mengungkap dan menangani kasus kekerasan ini.(*)