Untuk mengurangi ketegangan atau mengalihkan kepedihan, Singh menyalurkannya pada keluarga dan sepakbola.
"Dia penggemar berat Klub Manchester United. Dia juga selalu menyempatkan diri nonton seluruh pertandingan Liga Inggris," cerita seorang teman dekatnya.
Sedangkan soal hukuman mati, Singh punya filosofi sendiri. "Hukuman mati itu proses rehabilitasi komplet. Mengirim mereka ke 'sana' adalah jalan terakhir dan terbaik. Saya juga percaya reinkamasi. Kelak, mereka akan dilahirkan kembali sebagai manusia yang lebih baik." sambung Singh, sambil membocorkan 'kalimat terakhir' yang selalu diucapkannya pada sahabat-sahabat terpidana matinya, "I am going to send you to a better place than this. God bless you."
Tak jelas, berapa banyak terpidana mati yang membalas, God bless you too, Mr. Singh.
Organ buat donor
Singapura termasuk negara yang sangat pede melaksanakan hukuman mati.
Amnesti Internasional pada 2004 melaporkan, sejak 1991 sampai saat laporan dibuat, tak kurang 420 orang digantung di negeri berpenduduk 4,2 juta jiwa ini.
Kebanyakan karena kasus obat bius. Jika dibandingkan dengan jumlah penduduknya, jelas Singapura menjadi kota yang paling banyak menggantung manusia.
Hukum di Negeri Singa memang ketat. Siapa pun yang berusia 18 tahun ke atas dan kedapatan membawa narkoba di atas 15 g, bakal diancam hukuman mati.
Tapi mengapa hukuman gantung yang dipilih, bukannya hukuman tembak, suntik, atau kursi listrik?
"Jika dihukum gantung, sebagian besar organ penting terpidana tidak rusak, sehingga bisa didonorkan kepada orang yang lebih membutuhkan. Sebaliknya, kalau disuntik, ditembak, atau mati di kursi listrik, bisa dipastikan banyak organ penting yang rusak," Jawab Singh.