Laporan reporter Gridhot.ID, Nicolaus Ade Prasetyo
Gridhot.ID - Pertarungan dua kubu calon presiden pasca Pemilu 2019 semakin kompleks.
Di tengah perhitungan suara yang masih berlangsung untuk menentukan siapa yang akan memimpin Indonesia empat tahun kedepan, ditemukan banyak fenomena-fenomena politik yang terjadi.
Belakangan ini yang ramai dibicarakan ditengah suasana politik pasca pemilu adalah sosok "makhluk halus" yang kembali muncul dalam dunia politik.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menyebut genderuwo untuk politisi yang suka menakut-nakuti.
Kali ini, Wakil Sekjen Partai Demokrat Andi Arief, yang beberapa kali menjadi pemberitaan, menyebut setan gundul.
Penyebutan itu berawal dari sebuah cuitan Andi Arief dalam akun Twitternya pada Senin (6/5/2019).
“Dalam Koalisi Adil Makmur ada Gerindra, Demokrat, PKS, PAN, Berkarya, dan rakyat. Dalam perjalanannya, muncul elemen setan gundul yang tidak rasional, mendominasi, dan cilakanya Pak Prabowo mensubordinasikan dirinya. Setan gundul ini yang memasok kesesatan menang 62 persen,” demikianlah cuitan dari Andi Arief.
“Partai Demokrat hanya ingin melanjutkan koalisi dengan Gerindra, PAN, PKS, Berkarya dan Rakyat. Jika Pak Prabowo lebih memilih mensubordinasikan koalisi dengan kelompok setan gundul, Partai Demokrat akan memilih jalan sendiri yang tidak hianati rakyat," lanjutnya.
Penyebutan setan gundul inilah yang akhirnya membuat ramai situasi politik belakangan ini.
Terlebih yang banyak menjadi pusat sorotan fenomena setan gundul ini adalah pihak koalisi Prabowo - Sandiaga Uno.
Baca Juga : Fakta di Balik Video Bayi Bercermin yang Sempat Viral Beberapa Waktu Lalu
Lalu siapakah kelompok setan gundul yang secara tidak gamblang disebut oleh Andi Arief?
Dilansir Gridhot.ID dari historia.id (8/5/2019), Setan gundul itu tentu saja bukan makhluk halus yang sebenarnya.
Sejarawan Peter Boomgard menemukan sumber dari tahun 1860 yang menyebut setan gundul atau gundul.
H.A. van Hien dalam De Javaansche Geestenwereld (1894) menggambarkan gundul seperti seorang bocah berumur empat atau lima tahun dengan kepala gundul seperti umumnya anak Jawa.
Ia memberikan kekayaan kepada tuannya seperti tugas sosok tuyul.
“Jelas, ada persamaan antara gundul dan tuyul,” kata Boomgard.
“Gundul kemudian hilang begitu saja pada 1930-an dan 1940-an. Dan inilah saatnya tuyul memulai kariernya," tambahnya.
Baca Juga : Usai Ciduk Dua Terduga Teroris di Bekasi, Densus 88 Kembali Dapati Bom Pipa Saat Gerebek Sebuah Konter HP
Setan gundul yang dimaksud Andi Arief merupakan istilah politik yang pernah muncul pada masa akhir Orde Baru.
Menurut Agus R. Sardjono, disebutnya setan gundul membuat prestise hantu menjadi naik.
“Kata ini digunakan untuk pihak-pihak yang membakar atau menimbulkan huru-hara, baik dalam demonstrasi maupun kerusuhan biasa,” tulis Agus dalam Bahasa dan Bonafiditas Hantu.
Istilah setan gundul pertama kali disampaikan oleh Presiden Soeharto.
Menurut laporan Peristiwa 27 Juli yang diterbitkan Institut Studi Arus Informasi (1997), pada mulanya adalah pernyataan Presiden Soeharto ketika menerima pengurus DPP Partai Demokrasi Indonesia (PDI), dua hari menjelang Peristiwa 27 Juli 1996 (Kudatuli).
Kepada Soerjadi, Ketua Umum DPP PDI dan kawan-kawannya, Soeharto mengatakan agar mewaspadai setan-setan gundul yang ikut bermain dalam kemelut PDI.
Memang pernyataannya tidak menyebut secara eksplisit siapa yang dimaksud setan gundul itu.
Baca Juga : Hamil Tua dan Sempat Akan Ditusuk Perutnya, Wanita Asal Kalsel Ini Berhasil Usir Perampok dari Rumahnya
Namun, lewat Soerjadi, Soeharto agaknya menuding maksud setan gundul adalah kekuatan anti pemerintah yang bergabung dalam wadah Majelis Rakyat Indonesia (MARI).
Terbentuknya MARI memang berkaitan dengan kemelut PDI.
MARI merupakan koalisi 30 Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan ormas-ormas yang mendukung Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum PDI yang terpilih secara aklamasi dalam Kongres Luar Biasa PDI di Surabaya tahun 1993.
MARI didirikan pada 26 Juni 1996 di kantor YLBHI di Jalan Diponegoro 74 Jakarta.
Pada saat itu pemerintah tidak mengakui Megawati sebagai Ketua Umum PDI karena disinyalir masih berkaitan dengan MARI.
Dalam Kongres PDI di Medan pada 1996, pemerintah mendukung Soerjadi sebagai Ketua Umum PDI.
Mega mempertahankan posisinya sebagai Ketua Umum PDI.
Baca Juga : Buat Instruktur Gym Berbadan Kekar Tumbang, Pria Kecil Ini Punya Satu Alasan Hadiahi Pukulan Lawannya
Kubu Soerjadi yang didukung pemerintah merebut paksa kantor DPP PDI di Jalan Diponegoro Jakarta pada 27 Juli 1996.
Peristiwa Kudatuli itu menelan korban jiwa dan membuat beberapa aktivis mendekam di penjara.
Menurut laporan Peristiwa 27 Juli 1996, pernyataan setan gundul dari Presiden Soeharto yang terkesan guyonan itu ternyata berdampak luas di kemudian hari.
Baca Juga : Subuh-Subuh Dapet Orderan, Wanita Driver Taksi Online Ini Mendadak Viral Setelah Diminta Antarkan Jenazah
Setelah meletus peristiwa 27 Juli 1996, aktivis-aktivis LSM tergabung dalam MARI distigma sebagai setan gundul itu diburu oleh aparat.
Karena, seperti halnya PRD (Partai Rakyat Demokratik), mereka bukan saja dianggap ikut bermain dalam kemelut PDI, melainkan juga dituduh sebagai penggerak terjadinya kerusuhan Sabtu kelabu itu.(*)