Laporan reporter Gridhot.ID, Nicolaus Ade
Gridhot.ID - Yunarto Wijaya, direktur Eksekutif Charta Politika telah dikabarkan menjadi salah satu target eksekutor dalam rencana pembunuhan pada kasus kerusuhan 21 dan 22 Mei 2019.
Namun Setelah Yunarto mengetahui bahwa dirinya ternyata juga menjadi salah satu target pembunuhan, ia justru memberikan respon yang tak terduga.
Melalui akun Twitternya @yunartowijata (11/6/2019) mengungkapkan responnya.
"Sama seperti yang pernah saya tulis, sudah tak ada dendam lagi dari saya dan keluarga, baik buat yang jadi perencana ataupun eksekutor.
Dari situasi2 seperti ini saya belajar ttg apa itu kasih, termasuk ketika bisa maafkan yg memusuhi kita.. Ayo terus mencintai Indonesia...," cuit Yunarto.
Ia menulis dalam cuitannya bahwa mengaku sama sekali tidak menyimpan dendam.
Termasuk juga pihak keluarganya yang juga tak sama sekali menyimpan dendam pada eksekutor rencana pembunuhan itu.
Ia juga mengajak para masyarakat untuk terus mencintai Indonesia.
Melansir dari Kompas.com (12/6/2019), Yunarto juga telah menyampaikan hal serupa pada saat diwawancarai.
Yunarto dan keluarga mengaku sudah memaafkan orang yang berniat untuk membunuhnya.
Menurut polisi, Yunarto menjadi target pembunuhan yang direncanakan Mayjen (Purn) Kivlan Zen.
"Saya pribadi dan keluarga sudah memaafkan dan tak memiliki dendam apapun baik kepada perencana maupun eksekutor," kata Yunarto kepada Kompas.com, Rabu (12/6/2019).
Yunarto mengatakan, menjadi target pembunuhan justru membuat ia belajar kembali tentang kasih.
Baca Juga: Kuasa Hukum Kivlan Zen Sebut Salah Satu Dalang Kerusuhan 22 Mei Justru Sopir Kliennya
Menurutnya, memaafkan orang yang memusuhinya justru membuat ia merasa lebih bisa mensyukuri dan menikmati kehidupan.
Ia juga mengajak semua pihak mempercayakan proses hukum yang berjalan tanpa diiringi oleh tekanan dan ujaran kebencian dari pihak manapun.
"Kejadian ini harus dilihat bukan dalam konteks keselamatan orang-orang yang ditarget. Tapi bagaimana demokrasi kita yang telah tercemar. Tercemar ujaran kebencian yang tidak bisa 'membunuh' perbedaan. Tercemar dengan aneka rupa kebohongan yang anti terhadap keberagaman," katanya.
Yunarto juga menambahkan, permainan politik identitas dalam perhelatan demokrasi harus diakui sering terjadi berbagai negara, meski bukan sesuatu yang diharapkan.
Tetapi, ketika dilumuri dengan berbagai ujaran kebencian dan hoaks, hasil akhirnya adalah terkoyaknya modal sosial sebagai bangsa.
"Ini bukan sekadar untuk disesali, tapi seyogianya menjadi pembelajaran bersama agar tak lagi terulang di waktu-waktu yang akan datang. Karena itu, jangan lelah untuk terus mencintai Indonesia. Memperkuat persatuan dan merawat kebinekaan dalam satu tarikan nafas sebagai manusia Indonesia," kata dia.
Yunarto pun mengucapkan terima kasih dan apresiasi sebesar-besarnya terhadap langkah-langkah pengamanan yang dilakukan Polri dan TNI yang berhasil membuat situasi menjadi kondusif.(*)