Dua tahun terakhir, hampir 85 persen warga di Desa Kepel menanam porang.
Warga tertarik menanam porang karena harganya yang terus naik dan penanamannya yang lebih mudah.
Sebelumnya, warga banyak yang mengandalkan tanaman cengkeh dan durian, namun hasil panennya kalah jika dibanding dengan porang.
“Tahun lalu penjualan porang di desa kami tembus hingga Rp 4 miliaran. Warga yang memiliki lahan seluas satu hektar bisa meraih untung hingga Rp 110 juta,” kata Sungkono.
Sungkono mengatakan, dengan revolusi pola tanam baru, umbi porang yang dihasilkan jauh lebih banyak dibandingkan dengan penanaman di bawah tegakan.
Perbandingannya mencapai enam kali lipat dibandingkan dengan pola tanam konvensional. “Dengan menanam porang, warga cukup nandur sepisan, panen selawase (tanam sekali, panen selamanya),” ujar Sungkono.
Untuk membantu petani mengembangkan porang, Desa Kepel memiliki badan usaha milik desa (bumdes) yang akan mengurusi porang mulai pembibitan biar bisa jual sendiri.
Tak hanya itu, bumdes juga siap memberikan pinjaman modal kepada petani yang ingin mengembangkan porang.(*)