Akibatnya, beberapa cekungan air mengalami ekstraksi berlebih.
"Berbagai inisiatif kebijakan yang bertujuan mengurangi polusi telah mencapai hasil yang positif.
Namun, skalanya terlalu kecil untuk meningkatkan, secara signifikan, kualitas air di sungai yang ditargetkan," ujar Kiiskinen dan Labuhn.
Indonesia disarankan merumuskan strategi komprehensif untuk pasokan air, sanitasi, dan pengelolaan air limbah.
Perkuat kapasitas untuk memantau tingkat air tanah dan menerapkan izin abstraksi dan pembuangan air.
Baca Juga: Pipinya yang Kini Bolong Jadi Pusat Perhatian, Rosa Meldianti: Aku Sulam!
Pada awal Februari 2018, Direktur Pengairan dan Irigasi Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Abdul Malik Sadat Idris juga mengatakan bahwa permukaan tanah di Jakarta mengalami penurunan sekitar tiga sampai 18 sentimeter.
Seperti yang diberitakan, penurunan tanah ini disebabkan oleh beban bangunan gedung dan pengambilan air tanah yang tidak terkontrol. Abdul mengatakan, tren penurunan permukaan tanah berbeda-beda di setiap lokasi.
Namun, penurunan permukaan tanah paling dalam terjadi di Muara Baru, Jakarta Utara.
Itulah sebabnya kawasan tersebut kerap terendam banjir rob.
Untuk menanggulangi hal tersebut, pemerintah sedang membangun National Capital Integrated Coastal (NCICD) atau tanggul laut di Teluk Jakarta.
Tahun ini pemerintah tengah membangun tanggul lanjutan sepanjang 20 kilometer termasuk pembangunan tanggul Muara Baru.
Abdul mengatakan bila penurunan permukaan tanah tidak ditanggulangi, bisa jadi pada 2050 permukaan tanah di Jakarta bisa turun 30 persen.
"(Tahun) 2050 bisa turun permukaan tanah salah satu simulasi bila tidak ditanggulangi," ujar dia.
(*)
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | None |
Editor | : | Angriawan Cahyo Pawenang |
Komentar