"Belum ada portal. Masih tanah, belum aspal. Sudah lama banget," kenangnya dengan suara melengking, coba menyaingi sirene perlintasan dan bising kereta api yang melintas.
Gigi Kopral yang mulai jarang itu tampak jelas ketika ia tertawa menyeringai selepas Kompas.com menanyakan perihal perguruan silat yang pernah dia jajal saat muda.
"Mana belajar silat, orang enggak silat enggak apa, silat sendiri-sendiri saja," kata Kopral sambil mengisap rokok filternya di sebuah warung.
Jam kerjanya sudah habis ketika azan asar bertalu-talu dari kejauhan.
Kopral punya tiga orang anak dan seluruhnya sudah bekerja.
Sementara itu, sang istri telah menceraikannya karena Kopral tak pulang-pulang ke rumah.
Setelah ditinggal istri, Kopral tinggal seorang diri di sebuah rumah semipermanen di bantaran rel kereta api.
Menggunakan sepeda motor hitam butut yang ia dapatkan seharga Rp 400.000, ia menekuni pekerjaan sebagai penjaga perlintasan sebidang tiap hari.
Namun, saat dilanda sakit, Kopral pilih istirahat di rumahnya karena ia merasa tak mampu bekerja optimal.